Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ada Isu Rasisme di Balik Temuan Omicron oleh Ilmuwan Afrika Selatan

Ada Isu Rasisme di Balik Temuan Omicron oleh Ilmuwan Afrika Selatan vaksinasi di afrika selatan. ©REUTERS/Siphiwe Sibeko

Merdeka.com - Ilmuwan Afrika Selatan, yang dipuji dunia internasional karena pertama kali mendeteksi virus corona varian Omicron, menuding negara-negara Barat mengabaikan bukti awal bahwa varian baru Covid tersebut jauh lebih ringan daripada varian penyebab gelombang Covid sebelumnya.

Dua ahli virus corona ternama Afrika Selatan menyampaikan kepada BBC, skeptisisme Barat terkait kerja mereka bisa ditafsirkan sebagai "rasis," atau, setidaknya, penolakan "untuk mempercayai sains karena datang dari Afrika".

"Sepertinya negara-negara kaya ini jauh lebih pandai menyerap berita buruk yang datang dari negara-negara seperti Afrika Selatan," jelas Profesor Shabir Madhi, ahli vaksin dari Universitas Witwatersrand di Johannesburg.

"Ketika kami menyampaikan berita baik, tiba-tiba ada banyak skeptisisme. Saya akan menyebut itu rasisme," lanjutnya, dikutip dari BBC, Kamis (20/1).

Profesor Salim Karim, mantan kepala komite penasihat Covid pemerintah Afrika Selatan dan wakil presiden Dewan Sains Internasional sepakat dengan Profesor Madhi.

"Kita perlu belajar dari satu sama lain. Penelitian kami akurat. Setiap orang memperkirakan yang terburuk (dari Omicron) dan ketika mereka melihatnya, mereka mempertanyakan apakah observasi kami cukup akurat secara ilmiah," jelasnya, sembari mengakui bahwa banyaknya mutasi baru di Omicron mungkin telah berkontribusi pada kehati-hatian ilmiah.

Gelombang terbaru Covid di Afrika Selatan yang mulai pada akhir November 2021, sekarang mengalami penurunan tajam dan nampaknya bakal diumumkan telah berakhir di seluruh negeri dalam beberapa hari ke depan.

Masih ada kekhawatiran angka infeksi bisa melonjak lagi setelah sekolah-sekolah dibuka kembali, namun secara keseluruhan, gelombang Omicron di Afrika Selatan dipekirakan bertahan tidak lama sepanjang periode gelombang sebelumnya.

Sampai awal bulan lalu, para ilmuwan dan dokter telah membagikan bukti-bukti yang mengindikasikan Omicron yang sangat menular, menyebabkan rawat inap dan kematian yang jauh lebih kecil daripada gelombang varian Delta.

"Prediksi yang kami buat di awal Desember masih sama. Omicron kurang parah. Secara dramatis. Virus tersebut berevolusi untuk beradaptasi dengan inang manusia, untuk menjadi semacam virus musiman," jelas Profesor Marta Nunes, peneliti senior di Departemen Analitik Vaksin dan Penyakit Menular Universitas Witwatersrand.

WHO terus menerus memperingatkan jangan menganggap Omicron "ringan", merujuk pada tingkat penularannya yang tinggi dapat menyebabkan "tsunami" di seluruh dunia, mengancam sistem kesehatan.

Tapi para ilmuwan Afrika Selatan tetap mempertahankan data mereka.

"Angka kematian sangat berbeda (dengan Omicron). Kami melihat angka kematian yang sangat kecil," jelas Profesor Karim, yang mengacu pada data terbaru yang menunjukkan angka rawat inap rumah sakit empat kali lebih rendah daripada varian Delta, dan angka pasien yang membutukan mesin ventilasi berkurang.

"Bahkan tidak perlu waktu dua minggu sebelum bukti pertama mulai bermunculan bahwa ini kondisinya jauh lebih ringan. Dan ketika kami membagikan itu kepada dunia, ada beberapa skeptisisme," jelasnya.

Keuntungan demografis

Muncul perdebatan bahwa Afrika - atau setidaknya beberapa bagian benua itu - mungkin mengalami pandemi secara berbeda karena demografi dan faktor lainnya. Usia rata-rata Afrika Selatan, misalnya, 17 tahun lebih muda dari Inggris.

Tetapi para ilmuwan di Afrika Selatan bersikeras bahwa keuntungan demografis yang mungkin dimiliki penduduk dalam hal memerangi Covid dikalahkan kesehatan yang buruk. Kelebihan kematian di Afrika Selatan selama pandemi sekarang mencapai 290.000 - atau 480 per 100.000 orang - dua kali lipat lebih daripada angka kematian di Inggris.

“Faktanya adalah Afrika Selatan memiliki populasi yang jauh lebih rentan daripada Inggris dalam hal penyakit parah. Ya, kami memiliki populasi yang lebih muda tetapi kami memiliki populasi yang tidak sehat karena prevalensi penyakit yang lebih tinggi, termasuk obesitas dan HIV," jelas Profesor Madhi.

"Setiap situasi dan setiap negara memiliki beberapa karakteristik unik. Tapi kami telah belajar bagaimana memperkirakan dari satu keadaan ke keadaan lainnya," tambah Profesor Karim.

Angka 290.000 kematian berlebih belum dikonfirmasi sebagai cerminan akurat dari jumlah korban pandemi di Afrika Selatan. Ini adalah tiga kali lipat jumlah kematian resmi Covid-19.

Tetapi para ilmuwan di sini percaya sebagian besar dari kematian berlebih itu mungkin karena pandemi. Separuhnya terjadi saat gelombang Delta, namun sejauh ini hanya 3 persen yang terjadi saat gelombang Omicron, kata Profesor Madhi.

Tak ada karantina

Pemerintah Afrika Selatan menolak memperketat berbagai pembatasan baru selama gelombang Omicron dan mengkririk tajam pemerintah negara lain yang memberlakukan pembatasan perjalanan dari kawasan Afrika.

Para ilmuwan di Afrika Selatan menyambut baik respons pemerintahnya dan berpendapat negara lain bisa mencontoh Afrika Selatan.

"Kami percaya virus ini tidak akan musnah dari populasi manusia. Sekarang kita harus belajar bagaimana hidup dengan virus dan virus akan belajar bagaimana hidup dengan kita," jelas Profesor Nunes.

"(Angka kematian rendah karena Omicron) menunjukkan kita berada dalam fase pandemi yang berbeda. Saya menyebutnya sebagai fase pemulihan," kata Profesor Madhi.

Profesor Madhi juga mendesak pemerintah untuk menghentikan tes Covid-19 di tingkat komunitas, mengatakan itu tidak perlu dan tidak ada gunanya.

Sebaliknya, kata dia, yang harus diprioritaskan adalah meminimalkan jumlah orang yang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19.

Profesor Madhi juga menyatakan keprihatinannya bahwa pesan yang beragam tentang keberhasilan Afrika Selatan yang berkembang dalam memerangi pandemi dapat "benar-benar mengurangi kepercayaan pada vaksin (terlepas dari kenyataan bahwa) kita tahu vaksin mencegah penyakit parah".

Meskipun Afrika Selatan tertinggal jauh di belakang negara-negara seperti Inggris dalam hal tingkat vaksinasi, setidaknya tiga perempat dari populasi sekarang menikmati perlindungan yang signifikan dari kombinasi infeksi dan vaksinasi sebelumnya.

Profesor Karim mengakui bahwa penularan Omicron yang tinggi menyebabkan masalah bagi negara-negara seperti AS, tetapi, mengutip pengalaman Afrika Selatan sendiri, dia mengatakan "Hal baiknya adalah karena (tingkat infeksi) melonjak secepat itu, akan turun secepat itu juga, sehingga tekanan pada rumah sakit akan jauh lebih sedikit."

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal JN.1, Varian Baru Pemicu Lonjakan Covid-19 di Singapura
Mengenal JN.1, Varian Baru Pemicu Lonjakan Covid-19 di Singapura

Varian JN.1 merupakan pemicu lonjakan Covid-19 di Singapura.

Baca Selengkapnya
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI
Menkes Ungkap Asal Usul Omicron EG.5 Pemicu Kenaikan Covid-19 di RI

Saat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.

Baca Selengkapnya
Gejala Covid Pirola yang Wajib Dikenali, Varian Baru Corona yang Tengah Berkembang
Gejala Covid Pirola yang Wajib Dikenali, Varian Baru Corona yang Tengah Berkembang

Varian baru virus corona bernama Pirola tengah menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia.

Baca Selengkapnya
Data Kasus Covid-19 di Indonesia Sepekan Terakhir
Data Kasus Covid-19 di Indonesia Sepekan Terakhir

Terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.

Baca Selengkapnya
Dinkes DKI Akhirnya Mengungkap Jumlah Kasus Covid-19 JN.1 di Jakarta Selama Tahun 2023
Dinkes DKI Akhirnya Mengungkap Jumlah Kasus Covid-19 JN.1 di Jakarta Selama Tahun 2023

Ani menjelaskan, JN.1 memiliki gejala yang sama seperti Covid-19 lainnya.

Baca Selengkapnya
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan

Mohammad Syahril, melanjutkan, varian Covid Eris termasuk ke dalam kelompok varian XBB, yang merupakan 'anakan' atau turunannya varian Omicron.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Naik Lagi, Pakar Minta Pemerintah Cek Antibodi Masyarakat
Kasus Covid-19 Naik Lagi, Pakar Minta Pemerintah Cek Antibodi Masyarakat

Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tren peningkatan laju kasus Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai.

Baca Selengkapnya
Menkes Ungkap Alasan WHO Naikkan Status Mpox Jadi Darurat Kesehatan
Menkes Ungkap Alasan WHO Naikkan Status Mpox Jadi Darurat Kesehatan

WHO menaikkan status Mpox menjadi darurat kesehatan pada 14 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya
Daftar 9 Varian yang Mendominasi Kasus Covid-19 Dunia Menurut WHO
Daftar 9 Varian yang Mendominasi Kasus Covid-19 Dunia Menurut WHO

WHO saat ini memonitor berbagai varian yang banyak ditemui.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam

Covid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.

Baca Selengkapnya
Negara Eropa Ini Laporkan Kasus Pertama Cacar Monyet dari Varian yang Lebih Menular di Luar Afrika
Negara Eropa Ini Laporkan Kasus Pertama Cacar Monyet dari Varian yang Lebih Menular di Luar Afrika

WHO kemarin mengumumkan wabah mpox atau cacar monyet kini dalam status darurat kesehatan global.

Baca Selengkapnya
Kasus Covid-19 Melonjak, Ini Stategi Kemenkes Cegah Penyebaran
Kasus Covid-19 Melonjak, Ini Stategi Kemenkes Cegah Penyebaran

Kemenkes meminta pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19.

Baca Selengkapnya