Afrika Selatan Hentikan Vaksinasi AstraZeneca karena Kurang Ampuh Lawan Varian Baru
Merdeka.com - Pejabat kesehatan Afrika Selatan kemarin menyampaikan pihaknya menghentikan sementara vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca setelah sebuah penelitian menunjukkan vaksin ini kurang ampuh melawan varian virus corona yang ditemukan di negara tersebut.
Menteri Kesehatan Afrika Selatan, Dr. Zweli Mkhize mengatakan penghentian ini hanya sementara para ilmuwan mencari cara bagaimana menyebarkan vaksin AstraZeneca dengan paling efektif. Mkhize mengatakan Afrika Selatan akan bergerak maju dengan penyebaran vaksin yang dibuat oleh Pfizer / BioNTech dan Johnson & Johnson.
Data awal yang dirilis Minggu menunjukkan dua dosis vaksin Oxford / AstraZeneca hanya memberikan "perlindungan minimal" terhadap Covid-19 ringan dan sedang dari varian yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan.
-
Siapa saja yang menjadi peserta dalam penelitian ini? Partisipan dalam studi ini adalah 115.726 orang dari studi Health Examinees (HEXA), yang bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan jangka panjang pada orang dewasa Korea di atas usia 40 tahun.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Siapa saja yang terlibat dalam penelitian ini? 'Pengalaman dalam kehidupan nyata, berbeda dengan urutan abstrak, sering melibatkan orang lain,' tambah dia.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian ini? Dalam penelitian ini, para ilmuwan dari East China Normal University merekrut 76 pria berusia 18 hingga 34 tahun yang memiliki pasangan wanita tetap dan melakukan hubungan seksual setidaknya sekali seminggu.
Penelitian yang belum dirilis ini melibatkan sekitar 2.000 relawan yang rata-rata berusia 31 tahun; sekitar setengah menerima vaksin dan setengah menerima plasebo.
Dalam rilisnya, para peneliti mengatakan netralisasi virus terhadap varian B.1.351 "berkurang secara substansial" bila dibandingkan dengan jenis virus corona sebelumnya. Kemanjuran vaksin terhadap Covid-19 yang parah, rawat inap, dan kematian tidak dinilai.
Pihak Oxford mengatakan, rincian penelitian oleh para peneliti dari Universitas Witwatersrand Afrika Selatan dan lainnya, serta dari Universitas Oxford, dibagikan dalam siaran pers. Hasilnya telah diserahkan untuk tinjauan sejawat dan pracetak akan segera dirilis.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu, juru bicara AstraZeneca mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Afrika Selatan terkait cara terbaik untuk mengatasi penyakit parah dari varian B.1.351, dan mulai membawa vaksin ini kepada rakyat Afrika Selatan jika terbukti berhasil.
Perusahaan tersebut yakin vaksinnya masih memberikan perlindungan terhadap penyakit parah dari varian baru B.1.351, terutama ketika interval pemberian dosis delapan sampai 12 minggu.
Dalam pernyataan sebelumnya, perusahaan mengatakan sedang bekerja dengan Universitas Oxford untuk mengadaptasi vaksin terhadap varian B.1.351 sehingga "siap untuk pengiriman musim gugur jika diperlukan."
Pada Minggu, kepala teknis WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove mengatakan panel vaksin independen WHO akan bertemu hari Senin untuk membahas vaksin AstraZeneca dan apa arti penelitian baru ini untuk vaksin yang akan datang.
Dalam acara 'Face the Nation CBS, Van Kerkhove mengatakan beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan penurunan kemanjuran.
"Tapi sekali lagi, penelitian tersebut belum sepenuhnya dipublikasikan," ujarnya, dikutip dari CNN (8/2).
Dia menambahkan, sangat penting untuk memiliki lebih dari satu vaksin yang aman dan efektif.
"Kita tidak dapat hanya mengandalkan satu produk," pungkasnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Badan Pengawas Obat Eropa juga telah melarang peredaran vaksin ini.
Baca SelengkapnyaBelakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.
Baca SelengkapnyaKomnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca SelengkapnyaJamie Scott, seorang pria beranak dua mengalami cedera otak serius setelah mengalami penggumpalan darah dan pendarahan di otak usai mendapatkan vaksin itu p
Baca SelengkapnyaHinky mengatakan, vaksin AstraZeneca sudah melewati tahap uji klinis tahap 1 hingga 4.
Baca SelengkapnyaPemkot Tasikmalaya memulai program vaksinasi rotavirus (RV) dan human papillomavirus (HPV) pada Rabu (9/8).
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaPemerintah berupaya mencegah penyebaran Mpox dengan melakukan vaksinasi yang sudah disetujui WHO dan BPOM.
Baca SelengkapnyaMeski demikian, hanya 33.590 penyandang HIV atau sekitar 51 persen saja yang rutin mengonsumsi obat hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaKegiatan ini dilakukan secara massal dan serentak sebagai bentuk penanggulangan kejadian luar biasa atau KLB Polio.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Budi menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
Baca Selengkapnya