Apakah Suntikan Booster atau Dosis Ketiga Vaksin Covid-19 Benar-Benar Diperlukan?
Merdeka.com - Selagi dunia terus melawan pandemi Covid-19 di tengah penyebaran varian Delta yang berbahaya, sejumlah negara sedang menyiapkan pemberian suntikan booster vaksin Covid-19 khususnya untuk para kelompok rentan.
Negara-negara termasuk Israel, Inggris dan Amerika Serikat, yang telah memvaksinasi sebagian besar dari populasi mereka, telah mulai atau telah mengumumkan program pemberian suntikan booster kepada orang yang telah divaksinasi penuh dalam upaya melindungi populasi mereka terhadap Covid-19.
Israel mulai memberikan dosis booster pada Juli kepada lansia di atas 60 tahun di tengah lonjakan kasus. Akhir Agustus, pemerintah menyediakan dosis tambahan untuk semua orang setidaknya lima bulan setelah suntikan dosis kedua.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Siapa yang direkomendasikan untuk melakukan imunisasi? Selain itu, ibu hamil juga diingatkan untuk menjauh dari pasien cacar, karena infeksi ini dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan jika mereka terjangkit.
-
Apa itu vaksin kanker Rusia? Vaksin kenker berteknologi mRNA ini diklaim tidak hanya mampu menekan pertumbuhan tumor, tetapi juga mencegah penyebarannya (metastasis).
-
Bagaimana vaksin melindungi anak? Pemberian vaksinasi ini merupakan langkah penting untuk mencegah munculnya sejumlah masalah kesehatan.
-
Kenapa vaksin dalam negeri penting? Hal ini disampaikannya saat meresmikan fasilitas produksi vaksin PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia di Kabupaten Bogor, pada Rabu (11/9). Menkes Budi menekankan bahwa pengalaman sukses dalam mengembangkan Vaksin Merah Putih menunjukkan betapa krusialnya memiliki berbagai jenis vaksin untuk memastikan keamanan kesehatan masyarakat.
Sejauh ini Israel telah membagikan lebih dari 2 juta dosis tambahan, dan pemerintah mengatakan mereka sedang mepersiapkan untuk memastikan mereka memiliki persediaan jika dosis keempat dibutuhkan.
Jerman dan Prancis juga telah menawarkan tambahan dosis kepada beberapa orang yang sudah divaksinasi penuh bulan ini, dimulai dari kelomook yang sangat rentan. Bulan ini Inggris akan memberikan suntikan booster kepada warga di atas 50 tahun, tenaga kesehatan garis depan, atau yang rentan secara klinis.
Pada Agustus lalu, AS berharap dapat memberikan dosis vaksin tambahan kepada mereka yang telah mendapatkan dosis vaksin Moderna atau Pfizer setidaknya delapan bulan yang lalu, jika Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS setuju.
Saat ini, AS memberikan dosis tambahan kepada orang yang memiliki sistem imun yang rendah. FDA dan CDC diharapkan dapat memberikan rekomendasi penggunaan dosis tambahan yang lebih luas dalam beberapa hari.
Namun beberapa peneliti, NGO dan Badan Kesehatan PBB telah menolak rencana negara-negara kaya untuk menawarkan dosis tambahan kepada anak-anak muda, orang yang lebih sehat.
WHO meminta pemberian dosis booster ini ditunda setidaknya sampai akhir tahun, dengan alasan persediaan vaksin terbatas dan harus dialokasikan ke negara-negara berpenghasilan rendah dengan tingkat vaksinasi rendah.Beberapa ilmuwan memperingatkan dosis tambahan tidak cukup kuat, karena kurangnya bukti mengenai efektivitas vaksin dari waktu ke waktu.
Apakah perlu memberikan dosis tambahan? Apa saja yang perlu diketahui terkait suntikan booster ini? Berikut pemaparannya seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Minggu (19/9).
Apa itu booster dan dosis ketiga?
Menurut CDC AS, dosis booster dipahami sebagai tamabahan dosis yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima dua dosis vaksin dan membangun perlindungan imun yang cukup, namun perlindungannya berkurang seiring berjalannya waktu. Dosis tambahan dibuat untuk memperpanjang kekebalan tubuh.
Istilah dosis ketiga telah digunakan untuk kasus dimana kekebalan tubuh seseorang tidak sepenuhnya merespon dua dosis vaksin sebelumnya. Menurut CDC, orang yang mengalami gangguan kekebalan sedang hingga parah akan mendapatkan dosis ketiga daripada booster.
Dr. Jeffrey Lazarus, Kepala Kelompok Penelitian Sistem Kesehatan di Institut Kesehatan Global ISGlobal Barcelona, mengatakan perlu ada "kejelasan bahasa" ketika membahas suntikan booster dan dosis ketiga.
“Saat ini, dua dosis vaksin tidak memiliki respons antibodi yang dibutuhkan. Jadi beberapa orang menyebutnya booster, dan ada juga yang hanya mengatakan bahwa ternyata di dunia nyata ketika menggunakan vaksin kita membutuhkan tiga dosis untuk menghasilkan respon yang dibutuhkan,” jelas Dr. Jeffrey.
“Beberapa orang menyebutnya tiga dosis vaksin untuk populasi tertentu,” lanjutnya.
Apakah perlindungan vaksin berkurang?
Wajar jika perlindungan vaksin berkurang seiring berjalannya waktu dan dosis booster biasanya digunakan untuk meningkatkan kadar antibodi lebih lama.
Beberapa penelitian tentang apa yang disebut sebagai terobosan infeksi di AS menyarankan pengurangan efektivitas vaksin terhadap infeksi dari waktu ke waktu.
Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan tidak ada peningkatan besar kasus rawat inap atau tingkat kematian dari waktu ke waktu di antara orang yang divaksinasi lengkap atau penuh dua dosis.
Data baru yang dirilis Moderna pekan ini menunjukkan perlindungan yang diberikan oleh vaksin Covid-nya berkurang seiring waktu. Analisis perusahaan, yang belum ditinjau kembali, menemukan tingkat infeksi yang lebih tinggi di antara kelompok yang divaksinasi lebih dari satu tahun yang lalu dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi delapan bulan lalu.
Pfizer mengatakan data dari uji klinis awal menunjukkan kemanjuran vaksinnya menurun setelah peserta menerima dosis kedua mereka dan bahwa suntikan booster aman dan membantu memulihkan tingkat antibodi.
Pada Juli, UCL Virus Watch menemukan bahwa antibodi yang dihasilkan oleh vaksin Covid Pfizer-BioNTech dan Oxford-AstraZeneca mulai menurun sejak enam minggu setelah vaksinasi penuh.
WHO mengatakan tidak pasti apakah penelitian yang menunjukkan tingkat antibodi yang turun dari waktu ke waktu berarti pengurangan efektivitas vaksin.
Badan Pengawas Obat Eropa dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengatakan berdasarkan bukti saat ini, "tidak perlu" pemberian suntikan tambahan pada populasi umum.
Beberapa ilmuwan internasional menulis dalam jurnal kedokteran The Lancet suntikan booster tidak tepat diberikan saat ini untuk orang sehat dan lebih muda di AS, dengan alasan kurangnya bukti tentang berkurangnya perlindungan di antara kelompok yang lebih muda ini.
“Penelitian yang tersedia saat ini tidak memberikan bukti tepercaya tentang penurunan perlindungan secara substansial terhadap penyakit parah, yang merupakan tujuan utama vaksinasi,” kata penulis utama Ana-Maria Henao-Restrepo dari WHO.
Sementara antibodi yang dihasilkan oleh vaksin memainkan peran kunci dalam mencegah infeksi, beberapa ahli telah menekankan suntikan juga menghasilkan pertahanan kekebalan lain dalam bentuk sel B dan T, yang dapat mencegah penyakit parah.
“Antibodi merupakan pertahanan pertama,” jelas Dr. Roselyn Lemus-Martin, yang memegang gelar PhD dalam biologi molekuler dan sel dari Universitas Oxford, kepada Al Jazeera.
“(Tapi) ada juga sel B dan T dan sel-sel itu menghasilkan kekebalan seluler yang bertahan selama bertahun-tahun,” jelasnya.
Menurut Lemus-Martin, sel-sel itu juga dapat membantu menghasilkan respons kekebalan yang akan membantu mencegah penyakit parah atau kematian.
“Masalahnya adalah kami berfokus pada antibodi karena apa yang dapat kami ukur, kami tidak akan mengukur sel, jadi dengan cara tertentu, kami menggunakan booster untuk melindungi diri dari gejala tetapi tidak dari penyakit serius atau kematian,” tambahnya.
Cegah munculnya varian virus baru
Para ilmuwan sebagian besar mendukung rencana negara-negara kaya untuk menawarkan dosis ketiga kepada orang-orang dengan gangguan kekebalan dan kelompok berisiko lainnya.
Namun beberapa ilmuwan, LSM dan WHO memperingatkan negara-negara kaya agar tidak memberikan dosis booster kepada kelompok yang lebih muda dan lebih sehat, dengan alasan persediaan vaksin yang terbatas akan menyelamatkan lebih banyak nyawa jika dialokasikan untuk kelompok rentan di negara-negara miskin yang belum sepenuhnya divaksinasi.
“Cara terbaik saat ini adalah memberikan booster kepada mereka yang kekebalannya rendah dan kemudian memastikan semua vaksin yang tersedia dikirim ke negara-negara yang membutuhkannya dan ke penduduk prioritas di negara-negara tersebut, yaitu orang tua dan yang pertama untuk petugas kesehatan,” jelas Lazarus.
Yang lain menekankan sangat penting untuk meningkatkan kekebalan pada populasi dengan cakupan vaksin yang rendah untuk mengurangi kemungkinan munculnya varian virus baru.
“Pada kenyataannya yang kita butuhkan adalah mulai memvaksinasi orang-orang di seluruh dunia sehingga kita dapat mencegah munculnya jenis baru,” jelas Lemus-Martin.
WHO menargetkan setiap negara memvaksinasi penuh setidaknya 10 persen penduduknya di akhir bulan ini, setidaknya 40 persen di akhir tahun ini dan 70 persen di pertengahan tahun depan.
Tapi pada awal September, badan PBB itu mengatakan 5,5 miliar vaksin virus corona yang diberikan pada saat itu, 80 persen diberikan kepada negara-negara kaya dan menengah.
Para ahli mengatakan alasan utama di balik perbedaan ini adalah produksi vaksin yang terbatas dan persediaan yang tidak didistribusikan secara adil.
Menurut penasihat senior WHO, Dr Bruce Aylward, kelangkaan stok vaksin untuk negara miskin adalah akibat dari negara-negara kaya yang melakukan kesepakatan dengan produsen vaksin untuk mengamankan sebagian besar kapasitas produksi jangka pendek mereka.
“Saat ini, jika Anda melihat bagaimana vaksin digunakan secara global, tingkat penyerapan oleh negara-negara berpenghasilan tinggi, negara-negara berpenghasilan menengah ke atas, mengambil terlalu banyak persediaan global untuk negara-negara berpenghasilan rendah,” kata Aylward di akhir bulan.
Pimpinan Pfizer, Albert Bourla, membantah argumen rencana perusahaan untuk suntikan booster di AS akan mengalihkan dosis yang didedikasikan untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
“Pemberian dosis booster seharusnya tidak mengubah jumlah dosis yang diterima setiap negara,” tulisnya dalam surat terbuka yang diterbitkan pada Kamis, menambahkan komitmen perusahaannya untuk memberikan dosis vaksin kepada negara lain tidak akan berubah.
Sementara itu, beberapa badan amal dan LSM mendesak perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin untuk melepaskan hak kekayaan intelektual dan berbagi pengetahuan mereka dengan produsen di negara-negara miskin, untuk memungkinkan mereka memproduksi salinan generik vaksin dan meningkatkan persediaan global.
“Negara-negara kaya harus berhenti menghalangi kemampuan negara berkembang untuk dapat memproduksi vaksin mereka sendiri,” jelas Max Lawson, kepala kebijakan ketidaksetaraan di Oxfam, kepada Al Jazeera.
“Kami memiliki situasi di mana beberapa perusahaan farmasi memonopoli vaksin yang sukses ini, dan mereka gagal membagikan teknologi mereka. Jadi, booster yang diberikan kepada orang tua di Israel adalah vaksin yang telah diambil dari pabrik orang di Afrika Selatan.
“Satu-satunya alasan yang kami miliki adalah karena kelangkaan buatan yang tercipta ketika Anda memiliki monopoli, dan Anda hanya memiliki beberapa perusahaan yang memiliki lisensi untuk dapat memproduksi vaksin ini,” tambah Lawson.
Tak perlu menimbun vaksin
Direktur Jenderal Federasi Internasional Produsen dan Asosiasi Farmasi (IFPMA), Thomas Cueni mengatakan awal bulan ini perusahaan farmasi sekarang memproduksi sekitar 1,5 miliar dosis vaksin setiap bulan dan negara-negara kaya tidak perlu lagi menimbun stok vaksin.
IFPMA menjelaskan, proyeksi menunjukkan 12 miliar dosis dapat tersedia pada akhir tahun, dan 24 miliar pada Juni 2022.
Pemodelan yang dihasilkan oleh perusahaan analisis data Airfinity menunjukkan negara-negara kaya dapat memvaksinasi populasi mereka, termasuk menawarkan booster kepada populasi berisiko, dan memiliki sekitar 1,2 miliar dosis tambahan yang dapat didistribusikan kembali pada akhir tahun.
Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan pekan lalu, beberapa negara kaya telah berjanji untuk menyumbangkan 1 miliar dosis ke negara-negara berpenghasilan rendah, namun kurang dari 15 persen dari itu telah terwujud.
“Kami tidak ingin ada janji lagi. Kami hanya ingin vaksinnya,” katanya, mengulangi permintaan untuk moratorium suntikan booster.
“Saya meminta perpanjangan moratorium hingga setidaknya akhir tahun untuk memungkinkan setiap negara memvaksinasi setidaknya 40 persen dari populasinya,” katanya.
Reporter Magang: Ramel Maulynda Rachma
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Vaksin booster masih gratis dan dapat ditemukan di puskesmas atau faskes terdekat.
Baca SelengkapnyaRencana pemberian booster ketiga ini buntut kembali meningkatnya kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaBeberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah mengimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi Covid-19 sampai dosis kelima atau booster ketiga.
Baca SelengkapnyaTotal jenis vaksin yang diberikan pada anak saat ini adalah 14.
Baca SelengkapnyaImbauan ini untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaKemenkes merekomendasikan masyarakat untuk melengkapi vaksinasi Covid-19 di tengah kasus yang kembali melonjak.
Baca SelengkapnyaUntuk mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB), pemerintah terus mendorong program imunisasi polio dengan menggelar PIN.
Baca SelengkapnyaAdapun beberapa atlet terkenal telah dinyatakan positif COVID-19 di Olimpiade Paris 2024.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin menyebut, pihaknya telah mendatangkan 1.000 dosis vaksin Mpox.
Baca Selengkapnya