Arab Saudi bangun tembok raksasa nyaris 1.000 km halau ISIS
Merdeka.com - Keluarga Kerajaan Arab Saudi memerintahkan pembangunan tembok penghalang sepanjang 966 kilometer untuk membentengi perbatasan utara. Hal ini mereka lakukan untuk melindungi negara kaya minyak itu dari ISIS.
Keputusan ini diambil setelah pekan lalu sebuah bom bunuh diri dan serangan senjata terjadi di perbatasan Saudi, menewaskan dua tentara. Diduga pelakunya adalah ekstremis ISIS.
Tembok raksasa yang dibangun tersebut dilengkapi pagar dan parit serta menara pengawas radar, pos komando dan pos-pos penjaga. Hal tersebut bertujuan melindungi wilayah kaya minyak Saudi dari para ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
-
Bagaimana bentuk benteng itu? 'Eksplorasi arkeologi mengungkap keberadaan (kira-kira 14,4 kilometer) tembok benteng yang sampai sekarang tidak diketahui, (sekitar 5 kilometer) di antaranya merupakan bagian dari jaringan luar yang mengelilingi kawasan oase,' kata para arkeolog.
-
Siapa yang membangun benteng ini? Penjajahan Bangsa Belanda di Indonesia menyisakan peninggalan-peninggalan yang hingga kini masih bisa kita jumpai keberadaannya.
-
Siapa yang membangun benteng? Dikenal sebagai Helpideburg, 'benteng berbentuk cincin yang sangat besar' ini didirikan selama periode Karoling, sekitar akhir abad ke-8.
-
Kenapa benteng itu dibangun? Para peneliti mengatakan, jaringan benteng ini fungsinya tidak hanya untuk melindungi permukiman dari penyerang dan penjarah, tapi juga dari bencana alam dan sebagai batas wilayah.
-
Bagaimana bentuk benteng ini? Benteng Redoute de Baros memiliki bentuk persegi dengan bastion di sudut utara dan selatan. Bastion tersebut berbentuk setengah lingkaran.
-
Mengapa benteng ini penting? Benteng ini merupakan salah satu saksi sejarah masa lampau era penjajahan di tanah Sumatra.
Tembok ini diresmikan tahap pembangunan pertamanya pada September 2014 oleh Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz al-Saud. Pemimpin Negeri Petro Dollar ini meresmikan pembangunan tembok tak lama setelah ISIS menyerang Irak.
Seperti yang dilansir oleh Daily Mail, Jumat (16/1), ekstremis ISIS diyakini sulit menembus tembokyang berlapis-lapistersebut. Pagar raksasa ini membentang di sepanjang perbatasan Saudi dan Irak, dari Yordania hingga Kuwait. Di dalam tembok tersebut terdapat 78 menara pemantau, delapan pusat komando, 10 kendaraan pemantau, 32 pos pusat cepat tanggap, dan tiga regu intervensi cepat.
Saat ini, hubungan Irak dan Arab Saudi sangat tegang. Riyadh menuduh mantan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki menciptakan kondisi untuk pemberontakan jihad di negaranya dengan menyingkirkan Golongan Islam Sunni. Sedangkan Maliki sendiri menuduh Arab Saudi mendukung terorisme di Irak dan Suriah.
(mdk/ard)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Foto-foto satelit memperlihatkan tembok beton setinggi 7 meter tampak dibangun di sisi penyeberangan Rafah di Mesir.
Baca SelengkapnyaSebuah tembok tinggi berdiri sebagai pembatas antara wilayah Mesir di Rafah dengan Gaza.
Baca SelengkapnyaMBS juga menyerukan "kejahatan brutal" Israel di Gaza dihentikan.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini, arkeolog menggali dan menganalisis reruntuhan benteng kuno tersebut.
Baca SelengkapnyaPengerahan puluhan tank perang Mesir dilakukan di tengah pertempuran pasukan Hamas Palestina dan militer Israel.
Baca SelengkapnyaBela Israel, AS "Umumkan Perang" dengan Pasukan Houthi Yaman di Laut Merah
Baca SelengkapnyaArab Saudi mengerahkan berbagai satuan militernya demi menjamin keamanan dan kelancaran pelaksanaan ibadah haji.
Baca SelengkapnyaTentara Saudi Diizinkan Bunuh Warga Desa yang Menolak Digusur untuk Pembangunan Kota Futuristik Neom
Baca SelengkapnyaKelompok pemberontak Suriah akhirnya berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad setelah upaya dilakukan sejak 2011.
Baca SelengkapnyaDelegasi Israel melakukan perjalanan ke Mesir untuk membicarakan rencana pembangunan tembok ini.
Baca SelengkapnyaPara pemimpin Arab ini mengungkapkan keinginannya saat bertemu Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken.
Baca SelengkapnyaPenambahan jumlah tentara dilakukan sebelum tumbangnya rezim Bashar Al-Assad.
Baca Selengkapnya