Belakangan Makin Banyak Warga AS Ubah Sikap Jadi Anti-Vaksin, Alasannya Mengejutkan
Merdeka.com - Semakin banyak orang tua di Amerika Serikat (AS) mempertanyakan perlunya vaksinasi rutin untuk anak-anak. Orang dewasa juga melewatkan vaksinasi, bahkan untuk vaksin yang memiliki perlindungan panjang.
Tren ini muncul di tengah gelombang misinformasi dan disinformasi terkait Covid-19 dan vaksin yang membantu membendung kematian saat pandemi. Politisasi penyuntikan vaksin Covid memperkuat gerakan anti-vaksin, berkontribusi pada penurunan tingkat imunisasi rutin untuk campak, polio, dan penyakit berbahaya lainnya.
"Mereka bertanya apakah ini benar-benar diperlukan, atau apakah kita bisa memberikannya nanti saja," jelas dokter anak di Texas dan juru bicara Akademi Pediatrik Amerika, Jason Terk.
-
Kenapa anak harus divaksinasi? Vaksinasi atau imunisasi adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan anak-anak kita.
-
Siapa saja yang berisiko karena anak tidak divaksinasi? Anak yang tidak divaksinasi juga membawa risiko bagi anggota keluarga lainnya.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
-
Apa dampaknya jika anak tidak divaksinasi? Tidak memberi vaksin pada anak bisa menyebabkan sejumlah dampak kesehatan yang tidak diinginkan.
-
Mengapa vaksin kanker penting bagi masyarakat? Putin menggambarkan pencapaian ini sebagai langkah penting menuju terobosan medis yang bisa membawa manfaat besar bagi masyarakat.
-
Kenapa vaksin dalam negeri penting? Hal ini disampaikannya saat meresmikan fasilitas produksi vaksin PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia di Kabupaten Bogor, pada Rabu (11/9). Menkes Budi menekankan bahwa pengalaman sukses dalam mengembangkan Vaksin Merah Putih menunjukkan betapa krusialnya memiliki berbagai jenis vaksin untuk memastikan keamanan kesehatan masyarakat.
"Ini bukan mayoritas orang tua, tapi kami melihat jumlahnya semakin banyak," lanjutnya, dikutip dari South China Morning Post, Senin (4/7).
Gerakan anti-vaksin di Amerika menjamur karena pesan-pesan di media sosial, lalu diperkuat oleh para tokoh politik konservatif juga pengaruh asing, yang upaya penyebaran disinformasi vaksinnya telah ada sebelum pandemi.
Dengan turunnya angka imunisasi rutin, kekhawatiran munculnya penyakit-penyakit tersebut meningkat yang sebagian besar berhasil diberantas di banyak negara di dunia.
Di AS, persentase anak-anak TK dengan imunisasi yang direkomendasikan turun menjadi 94 persen pada tahun ajaran 2020-2021, mewakili sekitar 35.000 anak yang tidak divaksinasi.
"Saya menyebutnya sebagai penularan paralel," kata Terk.
"Ini tampaknya berasal dari keraguan pada vaksinasi Covid-19 dan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap vaksin dan tubuh yang kita andalkan untuk membuat kita tetap sehat dan sehat."
Misinformasi vaksin
Perubahan dramatis terlihat di beberapa negara bagian, khususnya selama puncak pandemi: peneliti menemukan penurunan angka imunisasi sebanyak 47 persen di Texas di antara anak berusia lima bulan dan 58 persen penurunan di antara anak berusia 16 bulan antara 2019 dan 2020.
Para peneliti yang menulis di jurnal ilmiah Vaccine mengatakan penurunan itu salah satunya disebabkan "gerakan anti-vaksin yang agresif di Texas".
Negara bagian Washington melaporkan 13 persen penurunan angka imunisasi pada anak-anak di 2021 dibandingkan dengan saat sebelum pandemi. Sedangkan angka vaksinasi anak-anak di Michigan turun menjadi 69,9 persen tahun lalu, angka terendah dalam satu dekade.
Menurut konsultan kesehatan Avalere yang menganalisis klaim nasabah asuransi, tingkat imunisasi pada orang dewasa dan remaja juga turun, untuk vaksinasi terhadap penyakit seperti influenza, hepatitis, campak, tetanus, dan herpes.
Avalere menemukan, diperkirakan 37 juta dosis vaksinasi terlewatkan dari Januari 2020 sampai Juli 2021 untuk orang dewasa dan anak-anak usia tujuh tahun ke atas.
Managing director Avalere, Jason Hall mengatakan penurunan angka imunisasi di awal pandemi disebabkan perintah tinggal di rumah dan jarak sosial, tapi juga dipengaruhi misinformasi terkait vaksin Covid yang juga berdampak pada vaksin lainnya yang sejak lama dikenal aman.
Profesor David Broniatowski dari Universitas George Washington mengatakan media sosial membantu terbentuknya koalisi para kelompok anti-vaksin, libertarian, dan tokoh politik konservatif. Segmen ini diperkuat aktor disinformasi dari Rusia dan negara lainnya.
Menurutnya, orang telah lama menentang vaksin sejak vaksin diciptakan, tapi semakin populer dalam 10 tahun terakhit salah satunya karena media sosial yang bisa mengorganisir orang-orang dari berbagai negara.
"Salah satu perubahan utama yang kami lihat adalah pergeseran dari fokus pada vaksin itu sendiri sebagai masalah kesehatan menjadi hak-hak sipil dan masalah politik," jelasnya.
Pengaruh buzzer
Dalam makalah tahun 2018 yang diterbitkan American Journal of Public Health yang salah satu penulisnya adalah Broniatowski menemukan aktivitas para anti-vaksin di Twitter diperkuat buzzer Rusia dari 2014 sampai 2017. Salah satu tujuannya untuk menghancurkan kepercayaan dalam sistem kesehatan.
Peneliti dari Pusat Analisis Kebijakan Eropa menunjukkan baik China dan Rusia menggalakkan misinformasi vaksin Covid-19, salah satu tujuannya ingin menunjukkan pemerintah Barat tidak kompeten dan tidak bisa dipercaya.
"Ada upaya bersama dari para aktor ini untuk mengurangi kedudukan sains karena itu sesuai tujuan politik mereka," kata Broniatowski.
Masalah ini marak secara global. Laporan PBB tahun lalu menemukan 23 juta anak-anak di seluruh dunia tidak divaksinasi rutin pada 2020. Di Amerika, persentase anak-anak yang telah divaksinasi lengkap turun menjadi 82 persen dari 91 persen pada 2016 karena sejumlah faktor kekurangan dana, misinformasi vaksin, dan stabilitas.
Hal ini kemungkinan akan menciptakan lebih banyak risiko kesehatan di kemudian hari.
"Semakin banyak orang yang menolak, semakin besar kemungkinan kita akan memiliki kantong-kantong kerentanan," pungkas Terk.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Badan Pengawas Obat Eropa juga telah melarang peredaran vaksin ini.
Baca SelengkapnyaMelewatkan atau tidak memberi imunisasi pada anak bisa berdampak buruk pada kesehatannya.
Baca SelengkapnyaKomnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca SelengkapnyaPemkot Tasikmalaya memulai program vaksinasi rotavirus (RV) dan human papillomavirus (HPV) pada Rabu (9/8).
Baca SelengkapnyaTotal jenis vaksin yang diberikan pada anak saat ini adalah 14.
Baca SelengkapnyaBelakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaImbauan ini untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 jelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaHebohnya kasus TTS berawal dari gugatan yang dilayangkan Jamie Scott ke Pengadilan Tinggi Inggris.
Baca SelengkapnyaJika 1 provinsi saja ada 10 anak yang menderita hepatitis, maka 34 provinsi lain bisa mengalami hal serupa.
Baca SelengkapnyaDokter anak menegaskan bahwa imunisasi polio tetap aman diberikan pada anak berkebutuhan khusus kecuali pada penderita masalah kesehatan tertentu.
Baca Selengkapnya