Bhutan Vaksinasi 470.000 Penduduk Hanya dengan 37 Dokter dalam Sembilan Hari
Merdeka.com - Bhutan telah menyuntikkan hampir setengah juta dosis vaksin Covid-19 hanya dalam sembilan hari setelah meluncurkan program vaksinasi. Capaian ini diapresiasi UNICEF dalam unggahan Facebook-nya pada Kamis (8/4).
Dilansir dari laman Mothership, Jumat (9/4), keberhasilan Bhutan ini dijuluki program imunisasi tercepat di dunia, percepatan peluncuran vaksinasi baru dimulai pada 27 Maret, ketika vaksin Covid-19 pertama diberikan kepada seorang birokrat untuk memperkuat kepercayaan warga.
Pada 6 April, hampir 469.664 dari total populasi 735.553 telah menerima satu dosis vaksin, seperti dilaporkan The Telegraph. Capaian ini mewakili 85 persen penduduk berusia dewasa Bhutan, sementara anak-anak dikecualikan dari program ini.
-
Kapan vaksin kanker Rusia diluncurkan? Lebih dari itu, pemerintah Rusia menyatakan bahwa vaksin ini akan didistribusikan secara gratis kepada pasien mulai awal 2025.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Siapa yang mengumumkan penemuan vaksin kanker? Presiden Vladimir Putin mengungkapkan bahwa mereka kini selangkah lebih dekat untuk penemuan vaksin kanker.
-
Apa tujuan produksi vaksin dalam negeri? Kemandirian dalam produksi vaksin merupakan salah satu kebijakan utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meningkatkan ketahanan kesehatan nasional.
-
Apa itu vaksin kanker Rusia? Vaksin kenker berteknologi mRNA ini diklaim tidak hanya mampu menekan pertumbuhan tumor, tetapi juga mencegah penyebarannya (metastasis).
Secara keseluruhan, sekitar 62 persen warga Bhutan yang memenuhi syarat divaksinasi hanya dalam tujuh hari.Bhutan dianggap sebagai salah satu negara paling tidak berkembang di dunia, tetapi terkenal karena mengukur kemajuan melalui indeks Kebahagiaan Domestik Bruto. Bhutan mengandalkan sukarelawan warganya yang berdedikasi, yang dikenal sebagai "desuup", untuk menjalankan program vaksinasi.
Para sukarelawan melaksanakan program vaksinasi ke pusat perawatan kesehatan, terkait memberikan edukasi tentang jarak sosial dan pemakaian masker.
Sebelum pandemi, Bhutan hanya memiliki 37 dokter dan kurang dari 3.000 perawat penuh waktu.
Untuk menjangkau sekitar 3.000 penduduk Bhutan yang tinggal di desa-desa di pegunungan di distrik barat laut Gasa, tim yang terdiri dari empat staf medis didampingi oleh enam desuup, yang bekerja sebagai guru sekolah dasar setempat.
Mereka mengunjungi enam desa dalam enam hari, melewati medan berat dan bahkan menggunakan helikopter untuk membawa perbekalan.
Salah satu faktor yang mendorong capain Bhutan ini adalah kepercayaan masyarakat yang tinggi pada pemerintah dan penolakan terhadap vaksinasi rendah. Perdana Menteri Bhutan, Lotay Tshering, adalah seorang dokter yang berkualifikasi dan telah memimpin manajemen penanganan pandemi.
Negara tetangga Bhutan, India, mengirim 600.000 dosis vaksin AstraZeneca / Universitas Oxford yang diproduksi oleh Serum Institute of India secara gratis.
Sampai saat ini, Bhutan hanya mencatat 886 kasus Covid-19 dan hanya melaporkan satu kematian.
Keberhasilan awal Bhutan dengan program vaksinasinya didorong oleh sains. Walaupun negara ini juga masih tradisional dan mempercayai takhayul.
ZME Science melaporkan, astrolog Buddha menyarankan pemerintah bahwa seorang perempuan yang lahir di tahun monyet harus dipilih sebagai orang pertama yang menerima vaksin. Kemudian dipilih seorang perempuan berusia 30 tahun, Ninda Dema.
Ninda Dema menerima suntikan di pusat vaksinasi sekolah di ibu kota Thimphu diiringi nyanyian doa Buddha.
Selain itu, Bhutan tidak memulai vaksinasi pada Januari ketika menerima gelombang pertama vaksin. Namun menunggu "waktu yang tepat".
Kantor perdana menteri Bhutan mengeluarkan pernyataan pada bulan pertama 2021 yang mengatakan "penting bagi kami meluncurkan vaksinasi nasional pada tanggal yang menguntungkan."
Artinya pemerintah Bhutan menunda dan menunggu sampai lewatnya bulan yang "tidak menguntungkan" untuk memulai vaksinasi.
"Setelah berkonsultasi dengan Zhung Dratshang (Komisi Urusan Biarawan), kami diberi tahu tentang dana (bulan tidak menguntungkan) yang jatuh antara 14 Februari dan 13 Maret. Kami akan menunggu sampai periode itu selesai," jelas pernyataan itu.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengiriman bantuan vaksin produksi PT Bio Farma tersebut secara simbolis dilakukan oleh Sri Mulyani
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi memberikan arahan agar disiapkan karantina khusus berdekatan dengan lokasi di mana tuberkulosis itu terjadi.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini kasus cacar monyet di Indonesia masih tercatat 88 sejak tahun 2022 dan di tahun 2023 sempat naik, kemudian turun lagi pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaIntroduksi vaksin dengue bertujuan mencegah penyebaran demam berdarah.
Baca SelengkapnyaVaksin booster masih gratis dan dapat ditemukan di puskesmas atau faskes terdekat.
Baca SelengkapnyaPenerima vaksin ini adalah laki-laki yang dalam dua minggu terakhir melakukan hubungan seksual berisiko dengan atau tanpa status ODHIV.
Baca SelengkapnyaKelompok orang yang rawan tertular cacar monyet diminta untuk sadar dalam mencegah penyakit ini.
Baca SelengkapnyaTotal jenis vaksin yang diberikan pada anak saat ini adalah 14.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaBeberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBupati Bandung mengungkapkan rasa bangganya atas pencapaian UHC di daerahnya.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Budi menyatakan vaksin cacar monyet masih menyasar kelompok tertentu, seperti penderita HIV.
Baca Selengkapnya