Buku Karya Penyintas Uighur Beberkan Kekejaman China di Kamp Konsentrasi Xinjiang
Merdeka.com - Setelah tiga tahun yang mengerikan berada di kamp pendidikan ulang China, Gulbahar Haitiwaji, seorang perempuan Uighur dipikat agar kembali ke China dari Prancis hanya untuk ditangkap, diinterogasi, dan disiksa, seperti diceritakan dalam sebuah buku yang baru terbit.
"Di kamp, hidup dan mati tak berarti sama seperti yang berlaku di tempat lain. Ratusan kali lebih saya pikirkan, ketika hentakan kaki penjaga membangunan kami pada malam hari, bahwa saatnya kami dieksekusi. Ketika sebuah tangan dengan kejam menekan gunting di seluruh tengkorakku, dan tangan lain merenggut rambutku yang rontok di pundakku, saya tutup mata, kabur dengan air mata, berpikir akhir hidupku begitu dekat," tulis Gulbahar Haitiwaji dalam bukunya, “Rescapée du Goulag Chinois” (“Penyintas Penjara China”).
Buku ini ditulis bersama jurnalis Le Figaro, Rozenn Morgat dan diterbitkan dalam Bahasa Prancis pada 13 Januari.
-
Siapa yang membuat kitab ini? Menurut para ahli kitab ini ditulis oleh setidaknya tiga biarawan berbeda.
-
Apa karya Munawir Aziz tentang Tionghoa? Ia telah menulis dua karya buku berjudul: 'Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan' pada tahun 2020 dan 'Melawan Antisemitisme' pada tahun yang sama.
-
Apa isi dari Majalah Al-Munir? Majalah ini berisikan rubrik tajuk rencana seputar Islam, forum tanya jawab yang berkaitan dengan ilmu-ilmu fikih, perkembangan Islam di dunia, serta kronik terjemahan dari bahasa Timur Tengah.
-
Kapan kitab itu dibuat? Para ahli berpendapat Kitab Kells dibuat di Iona sekitar tahun 800-an M oleh para biarawan yang mengabdikan diri kepada misionaris Irlandia abad ke-6 di mana St. Columba diyakini menyebarkan agama Kristen ke seluruh Skotlandia.
-
Siapa penulis Babad Cina? Penulis naskah Babad Cina yang tersimpan di Museum Mpu Tantular diketahui bernama Tan Joe Liang, peranakan Cina asal Kediri, Jawa Timur.
-
Apa yang diterbitkan Jyllands-Posten? Surat kabar Denmark, Jyllands-Posten, menerbitkan kartun satir nabi Muhammad pada tanggal 30 September 2005.
Selama tiga tahun, Haitiwaji, penutur Bahasa Turki, seorang Muslim, minoritas Uighur, mengalami penyiksaan di kamp pendidikan ulang China. Dalam bukunya, ibu dua putri ini mengisahkan interogasi, penyiksaan, kelaparan, pencucian otak, dan pemaksaan KB yang dia alami dan saksikan.
Menghilangkan Orang
Haitiwaji lahir pada 1966 di provinsi barat laut China. Seorang insinyur seperti suaminya, dia mulai bekerja pada 1980 di sebuah perusahaan minyak di Karamay. Diskriminasi terhadap Uighur sudah sangat mengakar pada saat itu, dan secara profesional di dunia kerja, prospek mereka kecil.
Semuanya berubah
Pada 2002, suami Haitiwaji tak bisa lagi menghadapi situasi demikian, kemudian memutuskan mengundurkan diri dan mencari kerja ke luar negeri. Pertama, suaminya ke Kazakhstan dan kemudian ke Norwegia, sebelum menetap di Paris, di mana dia mengajukan suaka dan empat tahun kemudian membawa istri dan putrinya.
Selama bertahun-tahun, keluarganya secara bertahap beradaptasi. Namun pada November 2016, semuanya berubah.
Haitiwaji, yang saat itu berusia 50 tahun, suatu hari menerima telepon dari bekas perusahaannya di China, memanggilnya untuk menandatangani beberapa dokumen resmi yang diperlukan untuk pensiunnya. Dia memiliki firasat buruk, mengetahui orang-orang Uighur yang diasingkan sedang diawasi dan di Xinjiang, perburuan sedang berlangsung. Tetapi perusahaan bersikeras dan terlepas dari firasatnya, dia memutuskan untuk pergi ke China, hanya selama dua minggu.
Benar saja, itu jebakan. Tak lama setelah tiba, Haitiwaji ditangkap dan dibawa ke kantor polisi Karamay, di mana dia ditunjukkan foto seorang perempuan muda yang sangat dia kenal - salah satu putrinya, Gulhumar.
"Dia berpose di depan Place du Trocadéro di Paris, terbungkus mantel hitamnya, yang akan saya berikan padanya. Dalam foto itu, dia tersenyum, sebuah miniatur bendera Turkestan Timur (nama yang digunakan oleh orang Uighur untuk menyebut Xinjiang) di tangannya, sebuah bendera yang dilarang oleh pemerintah China. Bagi orang Uighur, bendera itu melambangkan gerakan kemerdekaan daerah itu. Itu adalah akhir dari salah satu demonstrasi yang diselenggarakan oleh Kongres Uiuughur Dunia cabang Prancis, yang mewakili Uighur di pengasingan dan berbicara menentang penindasan China di Xinjiang," tulis Haitiwaji dalam bukunya, dikutip dari France 24, Senin (18/1).
Pihak berwenang China menuduh putri Gulmuhar melakukan terorisme dan ibunya harus bertanggung jawab.
Haitiwaji ditahan dan dipisahkan dari keluarganya.
"Tak ada seperti Xinjiang di seluruh wilayah China lainnya. Membuat seseorang hilang sangat mungkin. Lebih buruk lagi: itu mudah," ungkapnya.
Selama beberapa pekan, dia dikunci di sebuah dan penyiksaan dimulai. Dia dinilai seorang kriminal, tanpa tahu alasannya.
"Penjaga datang pada suatu pagi dan mengikatku dengan rantai ke jeruji ranjang, tanpa kata. Itu dua pekan lalu. Sejak saat itu, saya hidup duduk bersandar di sisi ranjang besi, pantat saya berdebu. Saya bisa naik ke kasur untuk malam ini."
Dipindah ke Kamp
Pada Juni 2017, pihak berwenang memindahkan Haitiwaji pusat pendidikan ulang di mana para guru berusaha "menghapus terorisme Islam" dari pikiran warga Uighur. Menurut Amnesty International dan Human Rights Watch, lebih dari 1 juta Uighur sedang atau telah dipindahkan ke kamp-kamp ini.
Para tahanan menjadi target pencucian otak intensif. Mereka dilarang berbicara bahasa asli mereka dan kamera mengawasi mereka setiap saat di dalam sel mereka, koridor, dan bahkan toilet.
Hari-hari mereka dihabiskan dengan belajar sejarah China dan deklarasi untuk mengglorifikasi Presiden China Xi Jinping.
Sterilisasi Perempuan dengan Dalih Vaksinasi
Perempuan juga dikirim untuk divaksinasi, tapi menurut Haitiwaji, mereka malah disterilkan. Dia menyadari hal ini saat berbicara dengan tahanan lain.
"Selama waktu luang, banyak yang curhat kepada saya, malu karena tidak mendapat menstruasi lagi. Mereka bilang menstruasi mereka berhenti tepat setelah vaksinasi. Saya yang sudah berhenti menstruasi mencoba menenangkan mereka. Tapi jauh di lubuk hati, sebuah pemikiran buruk sudah mulai terbentuk: Apakah mereka mensterilkan kami?"
Menurut penyelidikan yang diterbitkan Juni lalu oleh AP, pemerintah China telah melakukan tes kehamilan kepada perempuan Uighur di Xinjiang dan memaksa mereka untuk memakai IUD, menjalani sterilisasi atau menggugurkan kandungan mereka.
Bebas dan Kembali ke Prancis
Pada November 2018, dua tahun setelah penangkapannya dan di akhir persidangan selama sembilan menit, Haitiwaji dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.
Tapi ribuan kilometer jauhnya, keluarganya berjuang untuk mendapatkan kabarnya dan, yang lebih penting, berusaha membebaskannya. Putrinya Gulhumar memutuskan untuk berbicara di depan umum. Pada Februari 2019, Gulhumar meluncurkan pengajuan banding pertama di France 24.
"Putri saya belum mengetahuinya, tapi dia baru saja memicu permusuhan. Dia berbicara secara terbuka dan menuduh China melakukan perlakuan tidak manusiawi," tulis Hatiwaji.
Masalah ini sekarang ditangani Kementerian Luar Negeri Prancis. Diplomasi akhirnya dimulai, karena suami dan anak perempuan Haitiwaji berstatus pengungsi di Prancis. Negosiasi berlangsung lama, namun akhirnya Haitiwaji dipindahkan ke sebuah apartemen dan dijadikan tahanan rumah.
Pada Agustus 2019, setelah persidangan singkat, hakim dari Karamay menyatakan dia tidak bersalah dan diizinkan meninggalkan Xinjiang dan berkumpul kembali dengan keluarganya di Prancis tanpa menjalani hukuman. Kelegaannya terlihat jelas, tetapi bekas lukanya permanen.
"Saya kehilangan akal sehat di kamp, itu benar. Tapi ini semua sangat nyata. Apa yang saya alami adalah bukan ekspresi fantasi tidak wajar dari seorang tahanan yang melebih-lebihkan kondisinya. Saya terbawa, seperti ribuan orang lainnya, dalam kegilaan China. China yang mendeportasi. China yang menyiksa. China yang membunuh warga Uighurnya."
Setelah tiga tahun “kegilaan” ini, Haitiwaji telah memilih untuk berbicara secara terbuka, meskipun membahayakan dirinya dan, terutama, kepada kerabatnya yang masih tinggal di China. Dia sekarang ingin menjadi suara bagi warga Uighur yang menjadi korban penindasan brutal China.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cerita Warga Uighur Hilang Kontak Tujuh Tahun dengan Keluarga Akibat Aksi Genosida
Baca SelengkapnyaMassa AMI menuntut PBB agar membawa kasus tindakan kekerasan China terhadap muslim Uighur ke Mahkamah Internasional.
Baca SelengkapnyaBuku diterbitkan bertepatan gerakan melawan lupa 17 tahun aksi Kamisan terhadap 13 korban aktivis 97-98
Baca SelengkapnyaKomite Nobel akan mengumumkan peraih Nobel Perdamaian pada Oktober mendatang.
Baca SelengkapnyaKisah-Kisah Mencekam dari Penjara Israel, Tahanan Palestina Alami Penyiksaan Terburuk, Dipukuli Sampai Disetrum
Baca SelengkapnyaAl Jazeera menyampaikan kedua jurnalisnya reporter dan juru kamera dibunuh di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza.
Baca SelengkapnyaIran menembakkan rudal ke Israel pada 1 Oktober lalu, dalam Operasi Janji Sejati 2.
Baca SelengkapnyaBerikut potret reporter cilik Palestina berusia 9 tahun bernama Lama Jamous.
Baca SelengkapnyaSetiap tahun, pada tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Pencegahan Genosida sebagai suatu bentuk komitmen bersama untuk mencegah tragedi kemanusiaan.
Baca SelengkapnyaJurnalis cantik di Jalur Gaza ini berusia 11 tahun.
Baca SelengkapnyaTak tanggung-tanggung, ribuan hektar disediakan Bangladesh untuk para pengungsi.
Baca SelengkapnyaPeristiwa kelam ini cukup memberikan luka mendalam bagi masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI di era konflik Aceh.
Baca Selengkapnya