Covid-19 di India: Pesan-Pesan yang Menentukan Antara Hidup dan Mati
Merdeka.com - Ketika gelombang kedua virus corona menghancurkan India, dengan lebih dari 350.000 kasus dilaporkan per hari, keluarga pasien putus asa mencari bantuan di media sosial.
Dari pagi sampai malam, mereka menjelajahi akun-akun Instagram, mengirim pesan di grup WhatsApp, dan berusaha melalui kontak telepon mereka. Mereka mencari ranjang rumah sakit, oksigen, obat Covid Remdesivir, dan plasma.
Sebuah pesan WhatsApp mulai beredar: “Dua kamar ICU gratis.”
-
Mengapa kejadian ini viral? Video penemuan tersebut dibagikan di platform Douyin (media sosial China) dan menarik perhatian publik.
-
Dimana kuman menyebar dengan cepat? 'Pada saat ini, mudahnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah membuat persebaran virus dan bakteri ke tempat lain lebih cepat terjadi,' terang Dana Hawkinson, M.D., asisten profesor di University of Kansas.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Siapa yang viral? Belum lama ini, aksi seorang wanita yang memberi kejutan pergi umrah untuk semua karyawannya viral di TikTok.
-
Kenapa rumah tersebut viral? Kabarnya rumah milik warga Amerika Serikat ini akan dijual oleh pemiliknya. Penasaran dengan bentuknya? Simak ulasannya berikut ini.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
Beberapa menit kemudian, kamar-kamar itu habis, didapatkan siapapun yang paling cepat.
Pesan lain berbunyi: “Sangat butuh konsentrator oksigen. Tolong bantu.”
Saat sistem kesehatan melemah, komunitas, swadaya, dan keberuntungan berdiri di antara hidup dan mati.Tetapi permintaan melebihi persediaan dan orang sakit tidak memiliki banyak waktu. Yang lain kelelahan dan tertekan setelah berhari-hari memikul beban untuk menemukan pengobatan yang menyelamatkan jiwa untuk orang yang mereka cintai.
“Jam enam pagi di India dan itulah saat ketika kami mulai menelpon. Kami mencari apa yang diperlukan kakekku pada hari itu – oksigen dan suntikan – dan kami membuka WhatsApp dan kami menelpon setiap orang yang kami kenal,” jelas Avani Singh, dikutip dari BBC, Selasa (27/4).
Kakeknya yang berusia 94 tahun di Delhi sakit parah setelah terinfeksi Covid-19. Dari rumahnya di AS, Avani dan ibunya, Amrita berusaha menghubungi orang-orang yang dikenalnya untuk meminta bantuan.
Akhirnya melalui seorang teman sekolah mereka menemukan sebuah rumah sakit dengan tempat tidur tetapi ternyata tidak ada oksigen. Kakek Avani sekarang sudah tidak sadarkan diri.
“Kemudian saya menunggah permohonan di Facebook dan seorang teman tahu ruang gawat darurat dengan oksigen - karena teman itu ayah saya selamat malam itu,” jelas Amrita.
Saat ayahnya mulai membaik, tugas selanjutnya bagi Avani dan Amrita adalah mendapatkan suntikan Remdesivir. Mereka menelepon dan saudara laki-laki Amrita di Delhi berkendara ke lokasi, menempuh jarak hingga 160 kilometer sehari.
“Kakek saya adalah sahabat saya. Saya sangat berterima kasih kepada orang-orang yang menjalankan halaman Instagram atas semua yang mereka lakukan,” kata Avani.
“Kami mendengar ada satu apotek yang memilikinya, tapi saat sepupu saya sampai di sana, sudah tidak ada yang tersisa. Buka pukul 8.30 pagi dan orang-orang sudah antri sejak tengah malam - hanya 100 yang pertama mendapat suntikan.”
Muncul juga kekhawatiran tentang obat palsu dan kedaluwarsa.
“Sekarang mereka menjual obat di pasar gelap - seharusnya 1.200 rupee dan mereka menjual 100.000 - dan Anda tidak bisa menjamin itu asli,” kata Amrita.
Bantu verifikasi informasi
Di tengah kekacauan, individu-individu mencoba untuk menertibkan dan memusatkan informasi, membentuk kelompok komunitas dan menggunakan akun Instagram untuk menyebarkan kontak.
Arpita Chowdhury (20) dan sekelompok mahasiswa di kampusnya di ibu kota India, Delhi, menjalankan basis data informasi online yang mereka kumpulkan dan verifikasi sendiri.
“Ada yang berubah setiap jam dan menit. Lima menit yang lalu, saya diberitahu bahwa ada rumah sakit dengan 10 tempat tidur yang tersedia, tetapi ketika saya menelepon tidak ada tempat tidur yang tersedia,” jelasnya.
Bersama rekan-rekannya, dia menghubungi nomor kontak yang diiklankan di media sosial yang menawarkan oksigen, tempat tidur, plasma atau obat-obatan dan menerbitkan informasi terverifikasi secara online. Dia kemudian mengajukan permintaan dari kerabat pasien Covid untuk meminta bantuan.
“Pada tingkat paling dasar, itu adalah sesuatu yang dapat kami lakukan untuk membantu,” ujarnya.
Datangi semua rumah sakit
Pada hari Jumat, Aditya Gupta mencari konsentrator oksigen untuk sepupunya yang sakit parah Saurabh Gupta di Gorakhpur, sebuah kota di negara bagian utara Uttar Pradesh.
“Kami mendatangi hampir semua rumah sakit di Gorakhpur. Rumah sakit besar penuh dan yang lain memberi tahu kami: 'Jika Anda dapat memasang oksigen sendiri, maka kami dapat menerima pasien’,” jelasnya.
Melalui WhatsApp, keluarga tersebut mendapatkan satu tabung oksigen tetapi membutuhkan konsentrator untuk membuatnya berfungsi. Stoknya habis pada hari Jumat tetapi mereka menerima jaminan dari pemasok bahwa mereka bisa mendapatkannya.
Tetapi alat yang sangat dibutuhkan tidak pernah tiba dan Saurabh tidak pernah dirawat di rumah sakit.
“Kami kehilangan dia kemarin pagi, dia meninggal di depan orang tuanya,” katanya pada Minggu.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyiar radio kaget mendapat pesan dari pendengar yang kesepian dan mengaku ingin bunuh diri.
Baca SelengkapnyaGelombang panas yang menghantam India membuat banyak orang menderita heat stroke atau gangguan kesehatan terkait panas.
Baca SelengkapnyaDua kasus kematian baru dari pasien Covid-19 pada Desember 2023.
Baca SelengkapnyaFasilitas pelayanan kesehatan, tenaga medis dan kesehatan diwajibkan memberi pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan gawat darurat atau bencana.
Baca SelengkapnyaSuhu Tembus 50 Derajat Celcius, Dalam 3 Hari 50 Orang Meninggal di Negara Ini
Baca Selengkapnya