Data Vaksin Pfizer dan BioNTech Diretas
Merdeka.com - Perusahaan farmasi Amerika Serikat Pfizer dan partnernya dari Jerman, BioNTech kemarin mengatakan dokumen berisi data perkembangan vaksin Covid-19 diakses secara ilegal dalam sebuah serangan siber terhadap Badan Obat-obatan Eropa (EMA).
EMA yang selama ini bertugas mengawasi dan mengevaluasi obat-obatan dan vaksin untuk Uni Eropa mengatakan mereka menjadi target serangan siber. Namun EMA tidak merinci lebih jauh mengenai serangan itu.
Dikutip dari laman France24, Kamis (10/12), Pfizer dan BioNTech menuturkan mereka tidak percaya ada data pribadi dari peserta uji coba vaksin yang sudah dicuri dan EMA "meyakinkan kami serangan siber itu tidak akan berpengaruh terhadap penilaian dari EMA terhadap vaksin Pfizer."
-
Siapa saja hacker yang menyerang? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas serangan ini? SOPHOS menyebut serangan ini sebagai 'SEO poisoning,' sebuah teknik di mana peretas memanipulasi hasil pencarian untuk menempatkan situs mereka di posisi teratas.
-
Apa saja serangan yang dilakukan hacker? 'Terkadang, hampir setengah dari serangan ini menargetkan negara-negara anggota NATO, dan lebih dari 40 persen ditujukan terhadap pemerintah atau organisasi sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur penting,' jelas Tom Burt dari Microsoft.
-
Data apa yang diserang hacker? Kasus serangan hacker terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 membuka fakta lemahnya proteksi sistem di Indonesia.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas serangan? Seorang juru bicara Qualcomm menyatakan bahwa patch telah dikirimkan, namun kini tanggung jawab ada di tangan pengguna.
Belum diketahui kapan dan bagaimana serangan itu terjadi atau siapa yang bertanggung jawab atau data apa yang dicuri.
Kedua perusahaan farmasi itu mengatakan mereka diberi tahu oleh EMA bahwa "mereka menjadi target serangan siber dan sejumlah dokumen tentang data kandidat vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech yang diajukan telah diakses."
Para ahli menilai, dokumen semacam itu bisa sangat berharga bagi negara dan perusahaan lain yang kini sedang berlomba mengembangkan vaksin.
"Ketika data yang diajukan kepada badan penentu kebijakan semacam ini, kita berbicara soal vaksin dan bagaimana vaksin itu bekerja, efektivitasnya, penanganannya dan kemungkinan risiko serta aspek khusus lainnya," kata Marc Rogers, pendiri kelompok sukarelawan pelindung data Covid-19, CTI-League.
"Dokumen itu juga memuat informasi detil tentang pihak yang terlibat dalam rantai pasokan dan distribusi vaksin serta bisa membuka peluang untuk meningkatkan serangan siber berikutnya," kata Rogers. Selain itu, kata dia, data produksi dan formula vaksin juga bisa diretas atau dicuri.
Kedua perusahaan farmasi itu mengatakan "tidak ada sistem di Pfizer dan BioNTech yang dibobol dalam serangan ini dan kami tidak melihat ada data relawan yang diakses."
Juru bicara BioNTech dan Pfizer menolak berkomentar lebih jauh.
Vaksin buatan Pfizer dan BioNTech termasuk yang terdepan dalam perlombaan pembuatan vaksin di dunia dan kini sudah diberikan secara massal di Inggris.
EMA menuturkan mereka akan merampungkan penilaian pada 29 Desember meski jadwal itu bisa berubah.
"EMA tidak bisa memberikan detil informasi lainnya karena penyelidikan sedang berlangsung," kata pernyataan EMA.
Kantor berita Reuters sebelumnya melaporkan ada tuduhan para peretas yang terkait dengan Korea Utara, Korea Selatan, Iran, Vietnam, China, dan Rusia beberapa kali mencoba mencuri informasi soal virus dan penanganannya.
Reuters juga mendukomentasikan upaya mata-mata yang menyasar sejumlah perusahaan farmasi pembuat vaksin termasuk Gilead, Johnsob & Johnson, Novavax, dan Moderna. Badan penentu kebijakan dan organisasi internasional seperti Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga beberapa kali mengalami serangan siber.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Serangan siber ransomware Brain Chiper menyerang Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Surabaya.
Baca SelengkapnyaDalam catatan TB Hasanuddin, di kurun waktu lima tahun ini selalu mendapat laporan adanya serangan cyber.
Baca SelengkapnyaBadan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengidentifikasi bahwa ada kemungkinan laman tersebut telah diretas
Baca SelengkapnyaLembaga pemerintah pengguna PDSN 2 berangsur memulihkan sistem layanan yang terdampak.
Baca SelengkapnyaIndonesia geger, karena server Pusat Data Nasional (PDN) diretas ransomware dan pemerintah menyatakan hanya pasrah.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi I DPR RI RI Sukamta kembali mempertanyakan mengenai hal ini karena Pemerintah belum juga memberi jawaban yang pasti.
Baca SelengkapnyaBelanja anggaran Kominfo mencakup pemeliharaan dan operasional BTS 4G Rp1,6 triliun.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie memastikan keamanan data masyarakat.
Baca SelengkapnyaData BPJS Ketenagakerjaan diduga diretas dan diumumkan di forum internet.
Baca SelengkapnyaKelompok ransomware Brain Cipher mengakui bobol data PDNS 2 tak sulit.
Baca SelengkapnyaMenkominfo mengungkapkan, serangan siber server PDNS terdapat dua kemungkinan pelaku.
Baca SelengkapnyaMenko Polhukam menegaskan sedang melakukan mitigasi untuk mengantisipasi dampak lanjutan pasca kebocoran data tersebut.
Baca Selengkapnya