Fakta kejinya perlakuan perompak Somalia pada sandera WNI
Merdeka.com - Tanggal 26 Maret 2012 merupakan hari di mana kehidupan empat anak buah kapal asal Indonesia berubah. Kapal Naham 3, tempat mereka bekerja sebagai pencari ikan, tiba-tiba saja ditembak membabi buta oleh para perompak di perairan Seychelles.
Perompak yang akhirnya diketahui berasal dari Somalia ini dalam waktu kurang dari sejam melumpuhkan kapal berisi 29 awak kapal itu. Dalam penyerangan, sang kapten tewas di tangan perompak, sementara sisanya disandera mereka.
Adalah Sudirman (24) asal Batam, Supardi (34) asal Cirebon, Adi Manurung (32) asal Medan, dan Elson Pesireron (32) asal Ambon. Sementara lainnya berasal dari berbagai negara di Asia, seperti Vietnam dan China.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Apa yang terjadi pada korban? Korban pun akan terpanggang di dalamnya. Sebagai bagian dari desain hukuman yang kejam, saat perunggu yang panas membakar korban dan membuatnya berteriak.
-
Siapa yang menjadi korban? Renu Singh, salah satu korban yang terjebak, telah melapor ke polisi dengan klaim bahwa ia telah ditipu sebesar USD 21.000 dan mengungkapkan bahwa ratusan orang lainnya juga mengalami kerugian total mencapai USD 4,1 juta.
-
Siapa yang sakit? Ibunda Nia Ramadhani, Chanty Mercia kini tengah terbaring di rumah sakit.
-
Bagaimana korban meninggal? 'Dalam proses dari Lampung ke Jakarta ini (korban) pendarahan hebat. Pelaku juga mengetahui bahwa si korban sedang pendarahan. Pelaku ini mengetahui bahwa korban sedang pendarahan hebat, namun dibiarkan saja, sehingga korban kehabisan darah dan meregang nyawa,' kata dia.
Seorang sandera asal Indonesia lainnya, Nasirin, warga Cirebon, meninggal dunia dalam sekapan bajak laut Somalia itu. Pria malang tersebut menderita demam berdarah dan akhirnya menghembuskan napas terakhir pada 2014 lalu.
Perlakuan buruk yang mereka alami berlangsung hampir lima tahun lamanya. Selama satu setengah tahun para sandera terombang-ambing di lautan, baru tiga tahun setelahnya mereka menjalani masa sekapan di darat.
Pekan lalu, para ABK ini berhasil dibebaskan oleh perompak Somalia. Setelah melakukan rangkaian tes kesehatan di Nairobi, Kenya, akhirnya mereka dipulangkan ke Indonesia.
Kemarin, tepatnya Senin (31/10), para eks sandera perompak Somalia ini diserahkan kembali kepada keluarga oleh Kementerian Luar Negeri. Berikut rangkuman curahan hati para bekas sandera yang berhasil dihimpun merdeka.com:
Diberi air minum yang ada kotoran hewan
Hampir lima tahun, para anak buah kapal asal Indonesia disandera oleh perompak Somalia. Mereka menghabiskan waktu satu setengah tahun di lautan sebelum kemudian disekap di darat selama tiga tahun.
Selama dalam masa penyekapan, para sandera ini mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka bahkan jarang diberi makan ataupun minum. Sekalinya minum, para WNI ini diberikan air yang ada kotoran unta atau kambing.
"Kami hanya diberi minum setengah liter dalam sehari. Minuman ini kami bagi-bagi dan satu orang hanya hanya kebagian setengah gelas saja. Itu pun air mentah yang kadang ada kotoran unta atau kambing di dalamnya," kata Sudirman, salah satu sandera asal Batam, di Kementerian Luar Negeri Jakarta Pusat, Senin (31/10).
Sudirman menambahkan, jika hujan turun mereka akan menggali tanah sebesar kolam yang kemudian mereka gunakan untuk menampung air. Air tersebut yang kemudian mereka gunakan untuk minum.
"Di Somalia itu jarang sekali terjadi hujan, setahun dua kali saja itu sudah syukur. Kami biasanya gali tanah buat menampung air, meskipun air itu tidak layak tapi kami terpaksa minum," kenang Sudirman.
Dia dan teman-temannya tidak pernah memasak air yang diminum karena menurut mereka air tersebut malah jadi bau jika dimasak.
"Mungkin karena kondisi air tidak layak. Kalau dimasak, malah membuat kami jadi ingin memuntahkannya lagi. Jadi kami minum begitu saja," pungkasnya.
Diberi makan roti basi
Kondisi para sandera anak buah kapal Naham 3 yang dibajak oleh perompak Somalia dinyatakan baik. Mereka pun sudah kembali ke Tanah Air dan bertemu keluarga tercinta.
Tidak ada penyakit serius yang diderita para sandera. Namun mereka mengaku beberapa kali terkena diare lantaran tidak adanya pasokan makanan layak yang diberikan oleh para perompak.
"Kami hanya dikasih roti yang hampir basi. Siang tidak beri makan dan malam hanya makan nasi kacang merah dan itu juga jarang sekali," kata Sudirman, salah satu sandera asal Batam, di gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Senin (31/10).
Sudirman menyebutkan, mereka terkadang meminta teh dan gula pada para perompak untuk mengganjal perut lapar. Itu saja harus diminta dengan susah payah. Karena itulah penyakit yang paling sering diderita adalah gangguan pencernaan.
Dihukum jika ketahuan berburu hewan liar
Sudirman, salah satu sandera perompak Somalia asal Indonesia, bercerita dia dan kawan-kawannya harus siap dihukum jika ketahuan berburu hewan liar sebagai santapan.
Beberapa teman Sudirman sesama sandera juga terkadang berburu binatang liar seperti tikus, kucing, ataupun burung untuk dimakan. Namun, hal itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Jika tidak terlihat oleh para perompak tidak masalah, namun lain halnya jika sampai ketahuan.
"Kalau ketahuan (berburu hewan liar) harus siap terima hukumannya. Diikat tangan dan kaki dalam posisi membungkuk, lalu digulingkan ke tanah berkali-kali. Itu sakit sekali," kata Sudirman sambil tersenyum pahit.
Pasalnya, mereka hanya mendapat makanan berupa roti basi setiap pagi. Sementara itu, jika siang mereka tidak makan, sedangkan malamnya terkadang mereka bisa makan nasi kacang merah.
Sudirman mengaku, penyakit yang biasanya mereka derita adalah gangguan pencernaan.
Tidak boleh sholat
Disekap selama hampir lima tahun membuat iman para sandera semakin menipis. Mereka mengungkapkannya dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri.
Adalah Sudirman, salah satu eks sandera perompak Somalia yang dibebaskan pekan lalu, bercerita kepada awak media mengenai apa yang dia rasakan selama berada dalam sekapan para bajak laut.
Sudirman yang baru tiba di Tanah Air mengaku yang sebenarnya bisa dia lakukan hanya berdoa. Sebagai seorang muslim, dia seharusnya melakukan sholat wajib lima waktu. Namun, hal tersebut tidak bisa dia lakukan.
"Selama di sana iman saya sudah tidak ada lagi. Sudah habis. Saya tidak pernah shalat karena putus asa," kata Sudirman di gedung Kementerian Luar Negeri, Senin (31/10).
Sudirman mengaku kecewa dengan perlakuan para perompak Somalia yang notabene mayoritas muslim kepada para sandera yang dinilai tidak mencerminkan sikap seorang muslim.
"Sesama muslim seharusnya tidak saling menyakiti. Kepada yang bukan sesama (muslim) saja enggak boleh, apalagi ke sesama," ungkap Sudirman.
Sementara itu, sandera lain yang bernama Supardi asal Cirebon mengaku meskipun tidak melakukan shalat, dia masih rutin menjalani puasa wajib selama lima tahun.
Tidak ada perawatan saat sakit
Salah satu sandera asal Indonesia, Nasirin, meninggal dunia saat masih dalam sekapan perompak Somalia. Nasirin meninggal pada 2014 lantaran penyakit demam berdarah.
Sakitnya Nasirin hanya diduga-duga oleh temannya, sesama anak buah kapal asal Indonesia. Mereka mengatakan tanda-tanda sakit pria asal Cirebon tersebut sama dengan demam berdarah.
"Awalnya Nasirin mengeluh sakit panas dingin. Dia kehausan, minta air untuk minum tapi kami tidak punya. Akhirnya dia meninggal. Dari ciri-cirinya kami simpulkan dia sakit demam berdarah, tapi kami tidak tahu pasti karena tidak pernah diperiksa dokter," ujar Sudirman di Jakarta, Senin (31/10).
Sudirman dan ABK WNI lain mengubur Nasirin di sana sesuai dengan syariat Islam. Pada saat dibebaskan, para sandera itu juga berkunjung ke rumah keluarga Nasirin untuk menyampaikan bela sungkawa sekaligus memberikan barang-barang milik Nasirin yang mereka simpan dengan baik.
Kendala yang mereka terima selama disekap adalah kendala bahasa. Kala itu, seorang ABK berniat buang air, namun karena ucapan ABK tersebut membuat perompak tersinggung, maka dia ditembak di kaki dan tidak bisa berjalan selama beberapa pekan.
Dia menjelaskan kalau ada salah satu dari mereka tersiksa, maka semua harus ikut merasakan.
"Kenapa mereka tidak tembak kepala aja? Kenapa harus di kaki? Itu namanya menyiksa secara perlahan."
Minimnya tenaga kesehatan dan tidak tersedianya obat-obatan membuat ABK yang terkena tembakan itu harus menahan sakit selama berminggu-minggu.
"Ada petugas medis tapi obat enggak ada. Jadi luka itu cuma dibersihkan saja agar tidak infeksi," ungkap Sudirman.
Â
(mdk/che)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peristiwa tersebut terjadi di Kampung Kalimo, Distrik Waris, Kabupaten Keroom, Papua.
Baca SelengkapnyaSeorang kru yang selamat mengaku sempat melihat temannya meninggal dunia di tengah lautan
Baca SelengkapnyaPeristiwa Gerbong Maut adalah insiden di mana 100 pejuang Indonesia yang ditawan Belanda dipindahkan dari Bondowoso ke Surabaya.
Baca SelengkapnyaKeluarga korban mendapat kabar duka dari saudara di Jakarta.
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaPelaku ditangkap pada Jumat (28/7) dini hari di sebuah rumah di kecamatan Batujaya setelah pelariannya selama 10 hari.
Baca SelengkapnyaMereka tidak mendapat fasilitas kehidupan yang layak oleh serdadu Jepang. Banyak dari mereka yang mati tersiksa.
Baca SelengkapnyaNakhoda dan ABK langsung dibawa ke Polres Tapanuli Tengah untuk diminta keterangannya.
Baca SelengkapnyaSeorang ABK kapal asal Indonesia mengaku bahagia ketika kapal tempatnya bekerja ditangkap oleh KKP.
Baca SelengkapnyaPomdam Jaya/Jayakarta mengungkap motif pelaku terlibat dalam kasus dugaan penculikan, penyiksaan hingga tewas terhadap IM karena ekonomi.
Baca SelengkapnyaKorban digendong beberapa pria berpakaian seragam taruna.
Baca SelengkapnyaHanya satu tersangka yang dipenjara di lapas anak dengan waktu separuh masa hukuman orang dewasa.
Baca Selengkapnya