Gara-gara Ujaran Kebencian di Jerman, Facebook Didenda Rp31 Juta
Merdeka.com - Jejaring media sosial raksasa, Facebook, dikenai sanski oleh Kementerian Kehakiman Jerman pada Selasa, 2 Juli 2019, lantaran dinilai kurang transparan soal ujaran kebencian di platform mereka.
Perusahaan yang dipimpin oleh Mark Zuckerberg itu dijatuhi denda senilai 2 juta euro atau setara dengan sekitar Rp31,8 juta. Tagihan tersebut dikirim langsung ke kantor pusat Facebook Eropa di Irlandia.
Kementerian Kehakiman Jerman menganggap Facebook tidak terbuka sesuai dengan aturan kewajiban melaporkan pengaduan berdasarkan UU Penanggulangan Ujaran Kebencian yang dalam bahasa Jerman disebut Netzwerkdurchsetzungsgesetz (NetzDG) dan mulai diberlakukan awal 2018.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Apa yang digugat dari TikTok? Keluarga-keluarga ini mengambil langkah hukum secara kolektif di pengadilan Crteil, dan Boutron-Marmion menyatakan bahwa ini merupakan kasus kelompok pertama di Eropa.
-
Siapa yang menggugat TikTok? Tujuh keluarga di Prancis telah mengajukan gugatan terhadap TikTok, raksasa media sosial, dengan tuduhan bahwa platform ini telah mengekspos anak-anak remaja kepada konten berbahaya.
-
Bagaimana TikTok atasi konten negatif di FYP? TikTok memperkenalkan Level Konten yang menyortir konten yang tidak sesuai dengan pengguna remaja, menggunakan pembatasan pengaturan privasi secara default, dan mengatur agar konten yang dibuat oleh pengguna remaja tidak masuk ke dalam deretan konten FYP.
-
Bagaimana cara TikTok menindak pelanggaran aturan? Selain itu, pihak TikTok juga menegaskan bahwa setiap pelanggaran yang punya potensi membahayakan kesejahteraan anak, seperti misalnya menggunakan anak untuk berjualan dan yang lain sebagainya, akan ditindak tegas.'Kalau misalnya ada konten yang bisa mengancam kesejahteraan anak, itu akun bisa kena blokir permanen.
-
Apa yang dilarang dalam nama Facebook? Selain itu, ada konten yang dilarang untuk digunakan dalam nama, seperti:Gelar profesional (misalnya: Dr., Prof., dll).Gelar keagamaan.Kata-kata umum yang bukan merupakan nama.Frasa deskriptif.Kata-kata yang ofensif atau tidak pantas.
Menurut UU itu, semua perusahaan media sosial yang beroperasi di Jerman diwajibkan menghapus laman yang memuat ujaran kebencian atau hasutan dalam waktu 24 jam. Sedangkan semua halaman yang memuat 'hal-hal yang terlarang secara hukum' wajib dilumpuhkan kurun 7 hari.
Selain itu, mereka juga harus memberi Laporan Transparansi, secara berkala tentang jumlah pengaduan mengenai ujaran kebencian yang mereka terima dari pengguna dalam periode tertentu.
Laporan Facebook Diragukan
Kementerian Kehakiman menuduh Facebook tidak memberi Laporan Transparansi yang benar dan memberikan "gambaran keliru" mengenai jumlah pengaduan yang diterimanya.
Pada paruh pertama 2018, Facebook melaporkan telah menerima 888 pengaduan yang terkait dengan 1704 posting. Dari pengaduan dan pemeriksaan, ada 362 konten yang kemudian dihapus.
Sedangkan Youtube pada periode yang sama melaporkan ada 215.000 konten yang mereka periksa setelah ada pengaduan, dan hampir 29.000 konten dihapus. Twitter menerima hampir 265.000 pengaduan dan sekitar 58.000 konten dihapus.
Jauhnya perbedaan jumlah pengaduan antara Facebook dan media-media sosial lain membuat Kementerian Kehakiman menyimpulkan bahwa Facebook hanya melaporkan "sebagian kecil dari seluruh pengaduan tentang konten yang melanggar hukum yang diterimanya".
Lokasi Formulir Pengaduan disitus Facebook juga dinilai "terlalu tersembunyi" sehingga menyulitkan pengguna menemukannya dan melakukan prosedur pengaduan dengan benar sesuai UU Penanggulangan Ujaran Kebencian.
Facebook membantah tuduhan itu dan mengatakan akan meninjau kemungkinan jalur hukum untuk menentang sanksi denda terhadapnya.
"Kami yakin bahwa Laporan Transparansi yang kami publikasi sudah memenuhi tuntutan hukum", kata seorang juru bicara Facebook kepada kantor berita epd. Namun dia menambahkan, seperti yang "sudah sering disampaikan pengeritik, UU itu dalam banyak hal masih kurang jelas."
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
JPU sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.
Baca SelengkapnyaBenarkah Jerman larang suporter peserta Euro menggunakan jersei palsu? Simak penelusurannya
Baca SelengkapnyaTernyata, ngomongin bos lewat media sosial adalah tindakan yang melanggar hukum, begini penjelasannya dari pengacara terkenal.
Baca SelengkapnyaTuntutan itu dibacakan JPU dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (5/9).
Baca SelengkapnyaPerkara ujaran kebencian dengan terdakwa Andi Pangerang Hasanuddin memasuki agenda tuntutan. Mantan peneliti BRIN itu dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara
Baca SelengkapnyaKartika Putri meminta maaf kepada publik soal pernyataannya tentang capres mengaji.
Baca SelengkapnyaMenkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.
Baca SelengkapnyaTikTok tak terima dengan besarnya biaya yang harus dibayarkan karena kesalahan ini.
Baca SelengkapnyaDalam laporan yang telah teregister dengan nomor LP/B/3462/2024/SPKT/Polres Metro Jakarta Selatan/Polda Metro Jaya terungkap penyebab perseteruan panas itu
Baca SelengkapnyaKasus Dugaan Ujaran Kebencian Senator Bali Arya Wedakarna, Polisi Akan Periksa Ahli Bahasa dan Pidana
Baca SelengkapnyaPelaporan ke Polda DIY ini berkaitan dengan statement Ade Armando tentang politik dinasti di DIY.
Baca SelengkapnyaTingginya tingkat polusi udara di Indonesia, khususnya Jakarta, masih jadi perhatian pemerintah.
Baca Selengkapnya