Ilmuwan AS Bantah Temuan Manusia Paling Awal Bisa Berjalan Tegak
Merdeka.com - Penelitian tulang dari fosil Sahelanthropus tchadensis yang berusia 7 juta tahun oleh ilmuwan Prancis menunjukkan nenek moyang manusia mungkin sudah dapat berjalan dengan dua kaki atau berjalan tegak namun tetap memanjat pohon seperti kera.
Awalnya ilmuwan meyakini penemuan tulang yang digali 21 tahun lalu di padang gurun Chad, Afrika Tengah itu akan membawa perubahan besar. Tulang itu diyakini mampu mendorong kembali garis leluhur hominid (manusia atau kerabat yang lebih dekat dari pada simpanse) hingga sejuta tahun kebelakang.
Namun tidak seluruh ilmuwan meyakini temuan peneliti Universitas Poitiers Prancis itu, termasuk ilmuwan dari Amerika Serikat (AS).
-
Bagaimana manusia purba berjalan tegak? Jejak kaki itu menunjukkan kedua spesies tersebut berjalan tegak tetapi memiliki gaya berjalan dan posisi yang berbeda. Meski begitu, Herries mengatakan sulit untuk mengungkap bagaimana manusia purba berjalan tegak tanpa ada perbandingan dari spesies dari manusia purba lain.
-
Bagaimana nenek moyang manusia dan kera bergerak? Meskipun beberapa kera tidak sepenuhnya mengadopsi perilaku ini, LCA diyakini memiliki karakteristik serupa. Namun, tidak seperti kera lainnya yang lebih suka bergantung di bawah atau di antara dahan pohon, LCA tidak memiliki jari panjang melengkung dan telapak kaki melengkung atau bahu dan pinggang yang sangat fleksibel, kata Gilbert.
-
Apa bukti tertua makhluk pra-manusia berjalan tegak? Jejak kaki ini diperkirakan berusia 6 juta tahun, menurut tim peneliti internasional dari Jerman, Swedia, Yunani, Mesir, dan Inggris.
-
Siapa yang menemukan jejak kaki manusia purba? Dalam penelitian awal, sekelompok arkeolog mengklaim telah menemukan jejak kaki manusia yang berusia 23.000 hingga 20.000 tahun di Taman Nasional White Sands, New Mexico.
-
Di mana jejak kaki manusia tertua ditemukan? Peneliti menemukan jejak kaki manusia purba di pantai di Maroko.
-
Apa ciri khas tulang rahang manusia purba ini? Ilmuwan mengungkapkan dalam penelitiannya, kekhasan tulang rahang atau mandibula pada khususnya, “menunjukkan pola morfologi mosaik.“ Karakteristik mandibula yang tidak biasa termasuk tepi bawah berbentuk segitiga dan sudut tikungan yang unik.
Profesor Bernard Wood dari Universitas George Washington AS, yang pernah menerbitkan penelitian bahwa spesies Sahelanthropus itu tidak bipedal mengungkapkan "fosil yang sangat penting ini layak mendapatkan perawatan yang lebih baik daripada yang diberikan makalah jelek ini."
"Studi ini mengambil bukti, mengabaikan studi terbaru yang menunjukkan kesimpulan berbeda dari yang penulis coba pertahankan, dan gagal untuk mengeksplorasi interpretasi fungsional lainnya yang setara, jika tidak lebih mungkin, dari fosil-fosil ini," jelasnya, dikutip dari The Guardian, Jumat (26/8).
Dia mengatakan, ketiga tulang yang diteliti ilmuwan Prancis itu lebih mirip simpanse daripada kera besar, termasuk manusia modern.
"Itu tidak berarti Sahelanthropus adalah seekor simpanse, tetapi kemungkinan terkait erat dengan simpanse, dan gaya hidupnya mirip simpanse. Itu bukan kera tegak yang hidup di tanah dari jenis yang mungkin merupakan nenek moyang kita yang paling awal," paparnya.
Ilmuwan lain yang menunjukkan ketidaksetujuan dan keberatan atas studi itu menimbulkan perdebatan atas bidang tersebut yang mana dapat mendorong temuan-temuan baru.
Tim ilmuwan asal Prancis sangat meyakini bahwa spesies Sahelanthropus adalah benar bipedal (makhluk yang bergerak dengan dua tungkai belakang atau kaki).
Untuk mencari tahu apakah spesies itu menggunakan dua kaki untuk berjalan atau tidak, tim ilmuwan Prancis meneliti tulang paha, dua tulang lengan bawah, dan 23 fitur tulang lainnya. Hasil penelitian itu menunjukkan spesies Sahelanthropus berjalan dengan kedua kakinya sehingga menjadikan spesies itu lebih dekat kepada spesies manusia dibandingkan kera.
"Kita dapat menyimpulkan dari bukti bahwa spesies ini memiliki kebiasaan bipedalisme (berjalan dua kaki), ditambah arborealisme kaki empat (berhubung dengan pohon), yang diamati pada hominid awal (manusia atau kerabat yang lebih dekat dari pada simpanse) dan kemudian secara bertahap berubah menjadi bipedalisme pada Homo (manusia)," jelas Jean Renaud Boisserie, salah satu penulis penelitian dari Universitas Poitiers.
"Apa yang kami tunjukkan adalah pola morfologi tulang paha (spesies itu) lebih mirip dengan yang kita ketahui pada manusia, termasuk fosil manusia, daripada pada kera," kata peneliti lainnya, Franck Guy.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penelitian terbaru di jurnal Innovation ungkap evolusi pergerakan manusia. Tim ilmuwan gunakan fosil kera prasejarah, Lufengpithecus 6 juta tahun. Simak disini
Baca SelengkapnyaJejak kaki ini ditemukan di pulau Kreta, Mediterania.
Baca SelengkapnyaFosil yang dianalisis peneliti milik Lufengpithecus, yang ditemukan di Yunan, China.
Baca SelengkapnyaPenemuan fosil kera di sebuah situs arkeologi di Turki yang berusia 8,7 juta tahun mengguncang teori-teori lama tentang asal-usul manusia.
Baca SelengkapnyaPara ilmuwan terus mengungkap misteri tentang nenek moyang terakhir yang menghubungkan manusia dengan kera.
Baca SelengkapnyaTulang ini ditemukan di situs Paleolitikum terluas, yang ada di Prancis.
Baca SelengkapnyaMelalui rekonstruksi digital otot-otot nenek moyang manusia awal, penelitian memberi petunjuk bagaimana evolusi manusia.
Baca SelengkapnyaKerangka manusia purba ini, yang dikenal sebagai tulang Jebel Irhoud, ditemukan di Maroko
Baca SelengkapnyaSepatu tertua yang ditemukan berusia 10.000 tahun, tapi manusia diduga telah memakai alas kaki jauh sebelum itu.
Baca SelengkapnyaKapan tepatnya nenek moyang manusia meninggalkan Afrika dan menyebar ke seluruh dunia masih menjadi perdebatan para arkeolog.
Baca SelengkapnyaTemuan baru ini membantah keyakinan sebelumnya bahwa manusia pertama yang mampu menggunakan alat atau perkakas adalah manusia purba jenis Homo.
Baca SelengkapnyaTemuan ini menunjukkan dua spesies manusia purba hidup di lanskap dan waktu yang sama.
Baca Selengkapnya