Ilmuwan: Mumifikasi Mesir Kuno Bukan untuk Mengawetkan Jasad Firaun, Ada Tujuan Lain
Merdeka.com - Mumifkasi atau pengawetan mayat mungkin tidak pernah bertujuan untuk mengawetkan jasad orang-orang Mesir kuno setelah kematiannya. Pernyataan terbaru para ahli ini bertentangan dengan pemahaman populer terkait praktik tersebut.
Semakin banyak para arkeolog yang mengatakan dampak pengawet dari mumifikasi kemungkinan tidak sengaja dan menyalahkan para ahli ilmu Mesir modern karena menyebarkan kesalahpahaman berdasarkan sedikit bukti.
Menurut para ahli, orang Mesir bertujuan untuk mengubah jasad raja atau firaun mereka menjadi patung, karya seni dengan makna religius.
-
Bagaimana cara mengawetkan mumi Mesir Kuno? Para ilmuwan telah mengungkap rincian praktik pembalseman yang telah lama dicari-cari yang digunakan orang Mesir kuno untuk mengawetkan mayat.
-
Mengapa mumifikasi alami terjadi di Mesir kuno? Mumifikasi alami 'adalah proses yang tidak disengaja yang disebabkan oleh kondisi penguburan yang menguntungkan,' seperti dikubur di pasir yang panas dan kering, kata Buckley.
-
Bagaimana proses mumifikasi buatan di Mesir kuno? Pengujian menunjukkan resin ini dibuat dari berbagai bahan seperti minyak nabati, lemak hewani, lilin dan getah tanaman. Resin serupa juga digunakan pada periode waktu berikutnya oleh orang Mesir kuno untuk mumifikasi, kata para ilmuwan.
-
Mengapa mumi terawetkan? Pengawetan mumi ini berkat kandungan garam yang tinggi di tambang, yang pada dasarnya membuat tubuh mereka dehidrasi dan mencegah pembusukan.
-
Kapan orang Mesir kuno mulai membuat mumi? 'Asal-usul mumifikasi Mesir, yang memiliki bukti ilmiah yang jelas, berada pada masa [sekitar] 4.300 SM,' kata Stephen Buckley, seorang peneliti di Universitas York, Inggris, yang turut menulis dua makalah tentang topik ini.
-
Bagaimana mumi tertua di dunia diawetkan? Sejumlah besar mumi tertua yang telah ditemukan terawetkan secara alami melalui berbagai faktor, ditelusuri kembali hingga sekitar 5000 SM, ribuan tahun sebelum praktik pengawetan jasad dimulai di Mesir.
Para ahli Mesir Kuno yang mengemukakan pandangan ini mengatakan bahwa orang-orang Victoria yang pertama kali mempelajari mumi menyimpulkan bahwa tujuan pengawetan adalah karena ketertarikan mereka terhadap alam baka.
Pendekatan tersebut menunjukkan orang Mesir percaya bahwa raja dan ratu adalah dewa yang hidup, dan mengubah tubuh mereka menjadi patung setelah kematian adalah cara untuk memulihkan bentuk aslinya.
Ahli Mesir Kuno mengatakan, topeng emas yang ditemukan di sarkofagus para bangsawan kemudian akan diidealisasikan, versi mendiang yang mirip dewa, bukan potret seperti aslinya.
"Ini perbedaan yang halus, tapi ini penting," kata Campbell Price, seorang kurator di Museum Manchester di Inggris, dikutip dari Science Alert, Minggu (1/1).
"Gagasan bahwa roh kembali ke tubuh, atau dalam arti tertentu menjiwai tubuh, tidak diartikulasikan secara eksplisit seperti yang Anda bayangkan," lanjut Price dalam wawancaranya dengan Insider.
Salah satu argumen yang mendukung teori ini adalah bahwa mumi dari beberapa kelas penguasa terkemuka tampaknya tidak terlalu peduli dengan pengawetan.
Contohnya, jasad Raja atau Firaun Tutankhamun ditemukan di bawah peti matinya.
"Menghasilkan gambar yang hidup, gambar yang dapat dikenali, sebenarnya tidak pernah menjadi niat sejak awal," kata Price.
Patung dipandang oleh orang Mesir kuno sebagai dewa.
Catatan arkeologi menunjukkan bahwa patung dewa diurapi dengan minyak dan parfum. Mereka juga terkadang dibungkus dengan linen, sehingga perban itu dianggap memberikan semacam keilahian.
Dengan meletakkan organ tubuh dalam toples kanopik (guci yang dihiasi dengan kepala dewa) selama proses pembalseman, orang Mesir mungkin bermaksud agar dapat mengilhami mereka dengan semangat kesalehan dari mendiang raja tersebut, tidak terkait dengan kehidupan setelah kematian.
Namun, tidak semua orang setuju bahwa aspek pengawetan mumifikasi harus dibuang.
"Pelestarian fisik tubuh sangat penting. Tidak diragukan lagi," kata Stephen Buckley, seorang arkeolog dan ahli kimia analitik di Universitas York.
Beberapa mumi memang terlihat seperti patung, seperti Tutankhamun, Amenhotep III, dan Akhenaten. Tetapi yang lain, kata Buckley, seperti Tuthmosis III, Tuthmosis IV, Amenhotep II, dan Ratu Tyi dimumikan agar terlihat lebih "seperti tidur", yang menunjukkan perhatian yang lebih dekat dengan tubuh fisik di dalamnya.
"Mungkin agar rohnya dapat mengenali diri mereka sendiri dan karena itu memiliki 'rumah' untuk kembali secara berkala," jelasnya.
Buckley mengakui bahwa mumifikasi bukan hanya tentang pengawetan, tetapi mengabaikannya sama sekali akan menghilangkan maksud atau intinya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Misteri Kutukan Firaun, Benarkah Orang yang Membuka Makamnya akan Mati Sebelum Waktunya?
Baca SelengkapnyaMana Lebih Dulu Ada di Mesir: Mumi atau Piramida? Ilmuwan Punya Jawabannya
Baca SelengkapnyaPeradaban Mesir kuno terkenal dengan mumi-mumi mereka. Namun ternyata, mumi tertua bukan berasal dari Mesir.
Baca SelengkapnyaDiketahui sisa-sisa mumi berukuran kecil ini diambil dari Cusco, Peru.
Baca SelengkapnyaAwalnya situs Gunung Padang disebut sebagai "piramida" yang dibangun 25.000 tahun lalu.
Baca SelengkapnyaTutankhamun adalah salah satu firaun Mesir kuno yang paling terkenal.
Baca SelengkapnyaMesir Kuno adalah peradaban pertama yang menggunakan kondom.
Baca SelengkapnyaSalah satu dari tiga piramida utama di Nekropolis Giza direstorasi pemerintah Mesir, namun menuai kecaman.
Baca SelengkapnyaHal itu seperti yang diungkap dalam sebuah penelitian.
Baca SelengkapnyaPeneliti University of York menemukan bukti bahwa topeng kematian Raja Tutankhamun mungkin awalnya dibuat untuk ratu atau wanita bangsawan lainnya.
Baca SelengkapnyaBagian Telinga Topeng Firaun Tutankhamun Ternyata Ditindik, Arkeolog Punya Dugaan Mengejutkan
Baca Selengkapnya