Institut Reuters: Pandemi Picu Khalayak Inginkan Berita Terpercaya
Merdeka.com - Pandemi virus corona memicu rasa lapar untuk mengonsumsi berita tepercaya di masa krisis global dan kebanyakan orang menginginkan organisasi media tidak memihak dan objektif, kata Institut Reuters untuk Studi Jurnalisme, Rabu.
Kepercayaan pada berita tumbuh selama pandemi, terutama di Eropa Barat, membantu keberadaan nama-nama (media) dengan reputasi pelaporan yang andal --meskipun ketidakpercayaan terutama terlihat pada media yang terpolarisasi di Amerika Serikat.
Mayoritas orang di seluruh negara percaya bahwa penyalur berita harus mencerminkan berbagai pandangan dan mencoba untuk bersikap netral, kata lembaga itu dalam Laporan Berita Digital tahunannya (https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/digital-news- laporan/2021).
-
Kenapa Facebook jadi media sosial terbesar? Dengan kerja keras dan visi yang jelas, Mark Zuckerberg dan timnya berhasil mengembangkan Facebook menjadi salah satu jejaring sosial terbesar di dunia, mengubah cara orang berinteraksi dan berkomunikasi secara online.
-
Bagaimana media sosial bisa berdampak negatif? Remaja yang menghabiskan waktu berlebihan di media sosial sering kali mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak terlalu aktif di platform tersebut.
-
Apa saja dampak dari penipuan WhatsApp? 'Phising ini di mana kita akan dikirimkan sebuah informasi yang sifatnya urgent, biasanya mengaku dari pihak bank yang meminta konfirmasi pilihan biaya transaksi, di mana di dalam wa tersebut akan ada link ke sebuah website yang kita harus isi data diri kita termasuk data perbankan dan lainnya,' ungkap dia kepada Merdeka.com, Kamis (31/8).
-
Mengapa Facebook Web populer? Facebook memungkinkan Anda mengelola daftar teman dan memilih pengaturan privasi untuk menyesuaikan siapa yang dapat melihat konten di profil Anda.
-
Kenapa media sosial penting untuk globalisasi komunikasi? Dengan adanya media sosial, orang dapat berbagi informasi, pemikiran, dan pengalaman mereka dengan orang-orang dari berbagai negara di seluruh dunia.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
"Kami telah melalui masa yang sangat gelap dan sebagian besar publik menyadari bahwa sejumlah organisasi berita sering menjadi cahaya terang dalam kegelapan itu," kata Rasmus Nielsen, direktur Institut Reuters, seperti dilansir Antara mengutip Reuters, Rabu (23/6).
"Ada apresiasi yang lebih besar terhadap berita yang dapat dipercaya secara keseluruhan," katanya kepada Reuters. "Sangat jelas dalam penelitian kami, di sejumlah negara, dalam beberapa kelompok usia, bahwa mayoritas besar menginginkan jurnalisme berupaya netral."
Laporan ini didasarkan pada survei yang mencakup 46 wilayah dan lebih dari setengah populasi dunia.
Revolusi teknologi yang semakin cepat berarti 73 persen orang sekarang mengakses berita melalui ponsel pintar, naik dari 69 persen pada 2020, sementara banyak yang menggunakan jaringan media sosial atau aplikasi perpesanan untuk mengonsumsi atau mendiskusikan berita. TikTok sekarang mencapai 24 persen terkait pengguna di bawah usia 35-an, dengan tingkat penetrasi yang lebih tinggi di Asia dan Amerika Latin.
Demo di Indonesia
Facebook dipandang sebagai saluran utama untuk menyebarkan informasi palsu, meskipun aplikasi perpesanan seperti WhatsApp juga berperan.
Tetapi, para raksasa teknologi itu juga menjadi jalan untuk perbedaan pendapat, kata Institut Reuters itu, mengutip protes-protes di Peru, Indonesia, Thailand, Myanmar, dan Amerika Serikat.
Di AS, lebih banyak orang tidak memercayai berita daripada memercayainya. Saat Donald Trump kalah dalam pemilihan presiden AS pada 2020, permintaan akan berita berkurang.
Secara umum, mereka yang merasa media tidak adil adalah kalangan yang berpandangan politik condong ke kanan. Orang-orang muda berusia 18-24 tahun, orang Amerika kulit hitam dan Hispanik, orang Jerman Timur, dan kelas sosial ekonomi Inggris tertentu merasa mereka diberitakan secara tidak adil.
Tetapi, pesan keseluruhannya adalah bahwa kebanyakan orang menginginkan berita yang adil dan berimbang, dan meskipun ada masalah yang semakin mendalam bagi model bisnis berita cetak, banyak orang akan membelinya.
"Sementara jurnalisme yang tidak memihak atau objektif semakin dipertanyakan oleh beberapa orang, secara keseluruhan orang sangat mendukung cita-cita tentang berita yang tidak memihak," tulis Craig T. Robertson, seorang peneliti pascadoktoral di Institut tersebut, dalam laporannya.
"Orang-orang menginginkan hak untuk memutuskan sendiri."
Institut Reuters untuk Studi Jurnalisme adalah pusat penelitian di Universitas Oxford yang melacak tren media. Yayasan Thomson Reuters, cabang filantropisThomson Reuters, mendanai Institut Reuters.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
YouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaAhli menyebut ada potensi indoktrinisasi dari China yang terjadi di konten-konten TikTok.
Baca SelengkapnyaBuzzer sering dikaitkan dengan orang yang membuat pencitraan.
Baca SelengkapnyaStudi Pew juga menemukan bahwa konsumen berita reguler di Nextdoor, Facebook, Instagram, dan TikTok lebih cenderung adalah perempuan.
Baca SelengkapnyaMenurut Bery, hoaks menggunakan kecerdasan buatan memang sudah cukup meresahkan.
Baca SelengkapnyaCekFakta merupakan kolaborasi antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).
Baca SelengkapnyaSurvei: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Baca SelengkapnyaBNPT menyebut aktivitas propaganda kelompok teroris dan simpatisan di ruang siber secara signifikan yang terdeteksi dari tahun ke tahun.
Baca Selengkapnya