Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jaksa Sidang Rakyat 1965 dakwa pemerintah RI atas 9 pelanggaran HAM

Jaksa Sidang Rakyat 1965 dakwa pemerintah RI atas 9 pelanggaran HAM Suasana Sidang Rakyat Internasional 1965 di Den Haag. ©2015 Merdeka.com/dok/1965tribunal.org

Merdeka.com - Sidang Rakyat Internasional (IPT) dengan agenda menguak pembantaian warga dituding komunis sepanjang 1965-1966 telah dimulai sejak kemarin di Niewekerk, Kota Den Haag, Belanda. Tujuh hakim dan enam jaksa mulai menggali kesaksian sejarawan, penyintas pembantaian, eksil politik, bekas tahanan politik di Pulau Buru, maupun saksi ahli peristiwa pemberangusan Partai Komunis Indonesia.

Sebelum memulai sidang, Kepala Tim Jaksa, Todung Mulya Lubis, membacakan pidato. Dia mengatakan alasan para pegiat lintas negara menggelar sidang tersebut adalah menegakkan kebenaran yang selama ini ditutup-tutupi.

"Kenapa kita semua berkumpul di sini? Jawabannya adalah kita ingin memperoleh kebenaran. Bangsa Indonesia ingin mencari kebenaran," ujarnya seperti dikutip dari laman tribunal.org, Rabu (11/11). Jalannya sidang rakyat ini dapat disaksikan lewat mekanisme streaming dari situs tersebut.

Perwakilan Jaksa, Uli Parulian Sihombing - pegiat Yayasan Lembaga Hukum Indonesia - membacakan dakwaan sementara dari kesaksikan yang telah dikumpulkan. Para terdakwa adalah pemerintah Indonesia, khususnya Pangkostrad Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi presiden; para perwira yang terlibat penculikan serta pembunuhan 6 jenderal; serta perwira dan pimpinan regu paramiliter yang memerintahkan pembantaian rakyat sipil terduga komunis selama 1965-1966.

Para terdakwa disebut melakukan sembilan pelanggaran HAM berat. Rinciannya, para pelaku disokong pemerintah Indonesia, terlibat dalam pembunuhan, perbudakan, penahanan, penyiksaan, kekerasan seksual, penganiayaan, penghilangan paksa, penganiayaan dan propaganda, dan dugaan keterlibatan negara lain dalam kejahatan kemanusiaan.

Todung mengatakan fakta pembantaian antara 500 ribu hingga tiga juta terduga simpatisan komunis di Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur tidak bisa terus dikubur. Agar bangsa ini bisa menjadi besar, pengacara senior ini menyatakan dosa masa lalu wajib diakui. Apalagi Komnas HAM pada 2003 sebetulnya sudah menyimpulkan peristiwa setengah abad lalu itu merupakan pelanggaran hak asasi berat.

suasana sidang rakyat internasional 1965

"Peristiwa 1965 bukan semata pembantaian anggota PKI atau simpatisan komunis. Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa lebih banyak orang yang tewas secara tragis tanpa terkait partai komunis. Mereka bisa saja cuma teman, saudara, istri, atau anak dari terduga anggota PKI," urai Todung.

Ketua Panitia IPT Nursyahbani Katjasungkana, dalam pidato terpisah, berharap sidang rakyat dapat mendorong proses hukum lebih konkret serta kasus pembantaian 1965. Harapan lainnya, kasus ini di masa mendatang bisa dibicarakan lebih bebas.

"Inilah waktunya memutus rantai penyangkalan yang menyandera bangsa Indonesia setengah abad ini," kata Nursyahbani.

Mengungkit pembantaian PKI di Tanah Air sampai sekarang masih dianggap tabu terlarang, khususnya bagi pemerintah dan TNI. Tak kurang Wakil Presiden Jusuf Kalla kemarin menganggap acara ini merusak kredibilitas Indonesia dan tidak berfaedah. JK mengancam akan memperkarakan Belanda karena mendukung terselenggaranya IPT.

Untuk menunjukkan keseriusan IPT mencari celah hukum soal gugatan atas pembantaian itu, dihadirkan tujuh hakim. Mereka di antaranya Sir Geoffrey Nice, Helen Jarvis, dan Cees Flinterman.

Satu jaksa asing dalam forum IPT bertugas mengusut kemungkinan pidana pada pembantaian 1965-1966 adalah Silke Studzinsky. Dia pernah bekerja sebagai pengacara sipil keluarga korban pembantaian Kamboja.

IPT digelar selama empat hari. Seluruh agenda kegiatan bisa disaksikan lewat sambungan internet di situs resmi mereka. Pada hari pertama kemarin, fakta-fakta soal pembantaian massal 1965 akan diungkap. Sedangkan hari ini, sidang fokus membahas penyiksaan tahanan politik terduga komunis dan kekerasan seksual bagi tapol perempuan.

Untuk hari ketiga dan keempat, penghilangan paksa terduga komunis dan keterlibatan negara lain dalam pembantaian massal ini turut dibahas. Negara-negara yang dinilai turut menanggung dosa itu adalah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

(mdk/ard)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto
Deretan Jenderal Berani Tantang Soeharto

Sejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.

Baca Selengkapnya
Daftar Tiga Operasi Militer yang Membuat Soeharto Diangkat Jadi Jenderal Besar Bintang Lima
Daftar Tiga Operasi Militer yang Membuat Soeharto Diangkat Jadi Jenderal Besar Bintang Lima

Hanya ada tiga jenderal besar dalam sejarah Indonesia. Apa yang membuat Soeharto menjadi salah satu penerimanya?

Baca Selengkapnya
Mengenang Petisi 50, Surat Protes Kepada Presiden Soeharto yang Ditandatangani 50 Tokoh di Indonesia
Mengenang Petisi 50, Surat Protes Kepada Presiden Soeharto yang Ditandatangani 50 Tokoh di Indonesia

Ini merupkan sebuah peristiwa sejarah di era Orde Baru yang mungkin tidak banyak orang ketahui.

Baca Selengkapnya
Momen Lawas HUT RI di Istana Tahun 1991, Presiden & Wapres Sama-sama Jenderal TNI
Momen Lawas HUT RI di Istana Tahun 1991, Presiden & Wapres Sama-sama Jenderal TNI

Potret lawas Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Soedharmono saat menghadiri Upacara HUT RI ke-46 mencuri perhatian warganet.

Baca Selengkapnya
Sosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5
Sosok 2 Jenderal TNI Beda Bintang Dulu Atasan & Bawahan, Kemudian Hari si Anak Buah Melejit Sama-sama Bintang 5

Dua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.

Baca Selengkapnya
Potret Langka Para Jenderal TNI AD Kumpul Sebelum Tragedi G30S PKI, Presiden Soekarno Hadir
Potret Langka Para Jenderal TNI AD Kumpul Sebelum Tragedi G30S PKI, Presiden Soekarno Hadir

Para petinggi TNI hingga jajaran pejabat nampak hadir di lokasi.

Baca Selengkapnya
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media
6 Tokoh Pahlawan Nasional dari Jateng Beserta Jasanya bagi Indonesia, dari Tokoh Militer hingga Pendiri Media

Walaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah

Baca Selengkapnya
Tiga Jenderal TNI, Polri dan Udara Jebolan Akabri 73, Pernah Punya Pengaruh Besar di RI
Tiga Jenderal TNI, Polri dan Udara Jebolan Akabri 73, Pernah Punya Pengaruh Besar di RI

Berikut potret tiga Jenderal TNI, Polri dan Udara jebolan Akabri 1973 yang pernah punya pengaruh besar di RI.

Baca Selengkapnya
Pasukan Pembawa Maut dari Lubang Buaya di Pagi Buta 1 Oktober 1965
Pasukan Pembawa Maut dari Lubang Buaya di Pagi Buta 1 Oktober 1965

1 Oktober 1965, pukul 03.00 WIB, belasan truk dan bus meninggalkan Lubang Buaya. Mereka meluncur ke Pusat Kota Jakarta untuk menculik tujuh Jenderal TNI.

Baca Selengkapnya