Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Janji Kekasih Demonstran Myanmar, "Saya akan Tetap Berjuang Agar Revolusi Ini Menang"

Janji Kekasih Demonstran Myanmar, Potret Mya Thwate Thwate Khaing, demonstran pertama yang menjadi korban kebrutalan aparat Myanmar.. ©AFP

Merdeka.com - Hein Yar Zar meringis saat seniman tato menggores tinta di dadanya, membentuk gambar yang mengingatkannya pada cinta pertamanya, seorang demonstran muda yang kematiannya telah menjadi simbol perlawanan terhadap junta Myanmar.

Mya Thwate Thwate Khaing ditembak di kepala saat berunjuk rasa di ibu kota negara, Naypyidaw. Dia menjadi korban tewas pertama akibat kebrutalan aparat pada 19 Februari setelah 10 hari dirawat di rumah sakit.

Bagi Hein Yar Zar (21), akhir hidup tragis kekasihnya membuatnya berjanji untuk tetap berunjuk rasa, bahkan saat dia masih dalam keadaan berduka.

“Kami punya banyak rencana untuk tahun ini. Dia meninggal menjelang ulang tahunnya,” ujarnya kepada AFP, dikutip dari Channel News Asia, Senin (8/3).

“Saya punya tato fotonya karena saya merindukannya – ini sebuah kenangan bagi kami.”

Dua hari setelah ditembak, Mya Thwate Thwate Khaing menginjak usia 20 tahun saat dia tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit - gambar yang dibagikan oleh para demonstran anti-kudeta saat mereka berunjuk rasa di jalanan.

Beberapa hari kemudian, spanduk sepanjang 15 meter mengilustrasikan saat dia ditembak digantung di atas jembatan di Yangon, sementara beberapa pengunjuk rasa menyebutnya sebagai seorang “martir”.

Kematiannya memicu kecaman global terhadap junta, dengan sejumlah negara menjatuhkan sanksi terhadap para jenderal yang memimpin kudeta.

“Tak ada yang seperti dia,” kata Hein Yar Zar.

Dia menunjukkan tato yang doa buat beberapa tahun lalu di lengannya bertuliskan "Together forever" – pengingat optimisme pemuda.

Saya akan tetap berjuang

Pada 9 Februari, pasangan tersebut berada di garda depan unjuk rasa masif di Naypyidaw, kemudian terpisah karena ramainya massa.

“Saya kirim pesan ke dia, ‘Tolong telepon balik,’ karena saya tak punya pulsa di ponsel saya tapi dia enggak telepon,” ujarnya, yang kemudian mendengar pacarnya ditembak dari saudara perempuan Mya Thwate Thwate Khaing.

“Saya berada di sampingnya di rumah sakit dan saya berdoa setiap hari dia akan sembuh.”

Awalnya militer mengatakan sedang menyelidiki kematiannya, tapi media pemerintah kemudian melaporkan otopsi jasadnya menunjukkan peluru tidak ditembakkan polisi.

Sejak kematian kekasihnya, hidup Hein dipenuhi kesedihan, kemarahan, dan ketetapan hati. Menunjukkan tato sebelumnya bertuliskan "17.11.2015", menandakan hari pertama mereka jadian lima tahun lalu – dia berjanji tak akan pernah melupakan Mya Thwate.

“Dia mengorbankan hidupnya untuk revolusi ini – sebagai pacarnya, saya akan tetap melakukan itu untuknya,” ujarnya.

“Saya akan tetap berjuang agar revolusi ini menang.”

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP