Janji Kosong Pemimpin Dunia Tangani Krisis Iklim dan Ancaman Musnahnya Peradaban
Merdeka.com - Para pengkritik soal lambannya tindakan penanganan pemanasan global selama beberapa dekade menyuarakan skeptisisme yang mendalam ketika para pemimpin dunia berkumpul di Glasgow untuk menuntaskan kesepakatan penting guna segera menangani krisis iklim yang semakin memburuk.
Banyak aktivis mempertanyakan apakah negara-negara maju pada akhirnya akan bergerak untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca dan perusahaan-perusahaan besar yang bertanggung jawab atas emisi tersebut, dan jika negara-negara kaya – satu-satunya yang bertanggung jawab atas krisis tersebut – akan mendukung secara finansial negara-negara miskin beralih dari bahan bakar fosil.
Para ilmuwan mengatakan, KTT iklim PBB atau COP26 di Glasgow, Skotlandia, sepertinya menjadi kesempatan terakhir untuk menentukan tindakan serius dalam mencegah skenario bencana terburuk yang dihadapi planet ini, ketika suhu Bumi terus naik dan cuaca ekstrem menjadi hal yang biasa.
-
Mengapa para ilmuwan memperingatkan tentang krisis iklim saat ini? 'Sangat penting untuk tidak melupakan krisis iklim saat ini, yang merupakan akibat dari emisi gas rumah kaca manusia,' tegas Dr. Eunice Lo, peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan di Universitas Bristol.
-
Kenapa penanganan perubahan iklim penting? Hampir semua negara saat ini telah mengalami dampak dari perubahan iklim. Hal ini membuat langkah penanganan perubahan iklim menjadi salah satu agenda dalam negeri yang diprioritaskan oleh banyak negara.
-
Apa dampak kenaikan suhu global terhadap lingkungan? Kenaikan suhu global memiliki dampak yang luas dan serius terhadap lingkungan serta kesehatan manusia.
-
Apa yang terjadi pada suhu global? Data menunjukkan bahwa suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1,2 derajat Celsius sejak era pra-industri.
-
Kenapa kenaikan suhu global menyebabkan perubahan iklim? Kenaikan suhu global menyebabkan perubahan iklim yang ekstrem.
-
Apa dampak perubahan iklim bagi bumi? Hasil simulasi tersebut menyimpulkan bahwa dalam waktu 250 juta tahun, atmosfer bumi akan terkandung penuh oleh gas CO2. Kondisi ini ditambah dengan panas yang tak tertahankan dari sinar matahari yang akan membuat bumi tidak lagi menjadi tempat layak untuk mendukung kehidupan, termasuk bagi umat manusia.
Bangladesh, negara di Asia Selatan berpenduduk 165 juta orang, masuk peringkat negara ketujuh di dunia yang paling terdampak bencana iklim, dan naiknya suhu hanya akan membuat keadaan semakin buruk.
Migrasi massal dari daerah pesisir ke pusat kota sedang berlangsung karena naiknya air laut ke daratan, di mana sebanyak 30 juta orang bakal menjadi “pengungsi iklim” dalam beberapa dekade mendatang.
Negara-negara maju pada 2009 sepakat mereka akan menyumbang USD 100 miliar per tahun untuk membantu negara berkembang menghadapi dampak perubahan iklim dan mengubah sistem energi mereka. Namun negara-negara kaya gagal menepati janji mereka.
Wakil koordinator Fridays For Future-Bangladesh, Fariha Aumi (22), yang berasal dari Jamalpur di wilayah utara negara tersebut, menyampaikan kepada Al Jazeera, keengganan para pemimpin dunia bertindak mengatasi krisis iklim membuatnya skeptis terkait hasil COP26.
“Kita akan tunggu dalih-dalih yang akan dibuat negara-negara maju, dan berharap untuk melemparkan beberapa pertanyaan bagus terkait mitigasi (iklim) negara kami,” jelas mahasiswi kedokteran ini, dilansir Al Jazeera, Kamis (4/11).
“Jika mereka (pemimpin G20) memiliki rasa tanggung jawab terkait tindakan atau keputusan mereka, mereka akan mengingat Dunia Selatan dan memberikan uang kompensasi dengan benar. Tak satu pun dari ini terlihat.”
Aumi menambahkan, KTT iklim sebelumnya diklaim “berhasil” tapi janji-janji yang dibuat tidak ditepati.
“Jika mereka masih tidak paham bahwa “pandemi tersembunyi” masih berlangsung, saya rasa mereka tidak akan mengambil tindakan apapun untuk menghentikan emisi,” jelasnya.
Ada banyak alasan untuk meragukan para pemimpin dunia bakal bertindak dan berusaha mencegah bencana pemanasan global.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC), dibentuk pada 1988, baru-baru ini memperingatkan suhu rata-rata Bumi akan menjadi 1,5 derajat Celcius lebih panas pada 2030, lebih cepat satu dekade dari yang diprediksi tiga tahun lalu.
Musnahnya peradaban
Aktivis lingkungan dan iklim yang berbasis di Inggris, Rupert Read juga skeptis para pemimpin dunia, khususnya negara-negara kaya dan kuat, akan melakukan tindakan nyata setelah lebih dari 30 tahun tak melakukan apapun untuk mencegah memanasnya suhu Bumi karena aktivitas manusia.
“Kita berada di jalur musnahnya peradaban,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Jadi intinya adalah tidak ada orang dewasa di ruangan tersebut, tidak ada pasukan berkuda yang datang untuk menyelamatkan. Kita perlu bertindak bersama-sama dalam masalah ini dan kita perlu bertindak dalam hal ini tanpa berharap pemerintah kita akan menyelamatkan kita.”
Pada KTT iklim 2015 di Paris, 191 negara sepakat untuk mencegah pemanasan global lebih dari 1,5 derajat Celcius dari level pra industri. Enam tahun kemudian, suhu Bumi terancam naik 2,7 derajat Celcius pada akhir abad ini – level yang bisa membawa menuju bencana besar bagi planet dan seluruh penghuninya.
Lonjakan suhu ini berarti akan ada badai atau angina kencang, banjir, kebakaran yang lebih intens dan meningkatnya permukaan air laut. Jutaan orang akan berpindah ketika wilayah di planet ini tidak bisa lagi dihuni.
Beberapa pengkritik mempertanyakan promosi emisi “nol bersih” oleh para pemimpin dunia sebagai obat mujarab krisis iklim. Nol bersih mengacu kepada keseimbangan antara gas rumah kaca yang dikeluarkan dan dihilangkan dari atmosfer.
“Nol bersih digunakan oleh para penghasil polusi terbesar dan pemerintah sebagai hiasan untuk mengelak dari tanggung jawab dan menyamarkan kelambanan mereka atau tindakan merugikan mereka terkait perubaahan iklim,” jelas Kim Bryan dari organisasi anti perubahan iklim, 350.org.
“Nol bersih bukan berarti pengurangan emisi. Dalam rangka menangkal dampak terburuk kerusakan iklim, kita perlu tetap di bawah 1,5 derajat kenaikan suhu. Itu berarti mengurangi emisi sekarang.”
Pendanaan kriminal perusak iklim
Kim Bryan juga menyoroti fakta bahwa bank-bank besar terus “mendanai kriminal” industri bahan bakar fosil “yang membunuh orang-orang di seluruh dunia saat ini”.
Dia juga menekankan, triliunan dolar masih mengalir ke sektor bahan bakar fosil, dan hanya ada beberapa komitmen untuk mengakhirinya.
“Bank-bank kita sakit jiwa tetap menopang sebuah industri yang menyebabkan krisis iklim,” jelasnya kepada Al Jazeera, menekankan JP Morgan Chase, Lloyds Bank, HSBC, dan Blackrock merupakan penyedia dana terbesar ekspansi bahan bakar fosil.
Sementara itu, pemerintah di dunia mensubsidi industri bahan bakar fosil dengan dana USD 11 juta per menit, menurut analisis IMF.
Pendiri dan CEO kelompok We Don’t Have Time, Ingmar Rentzhog, mengatakan mensubsidi sektor bahan bakar fosil adalah masalah iklim paling mendesak yang harus diatasi.
“Selama bertahun-tahun (negara-negara) ekonomi kuat ini telah berjanji untuk menghapus subsidi bahan bakar fosil, dan masih belum terjadi. Faktanya, subsidi tersebut diproyeksikan naik selama beberapa tahun ke depan,” jelasnya dalam sebuah pernyataan.
Oxfam, badan amal yang berbasis di Inggris, mengatakan 2020 disebut tahun terpanas dalam catatan dengan hampir 100 juta orang terkena dampak bencana terkait iklim yang menyebabkan kerugian ekonomi setidaknya USD 171 miliar.
Namun negara-negara di dunia masih belum melakukan tindakan yang terang dan nyata ketika semua indikasi bahwa umat manusia hanya memiliki delapan tahun lagi untuk mencegah dampak pemanasan global – atau menghadapi kiamat planet ini.
Artinya, para kritikus pemimpin dunia menyatakan sedikit KTT iklim di Skotlandia akan mencapai apa yang sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan Bumi ini.
“(COP26) hampir pasti akan gagal. Itu akan mengecewakan kita seperti mereka mengecewakan kita sebelumnya. Bahkan Perjanjian Paris pada tahun 2015 – yang merupakan pencapaian diplomatik yang luar biasa – adalah macan kertas,” pungkas Rupert Read.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan razia uji emisi akan tetap berlangsung hingga akhir tahun 2023.
Baca SelengkapnyaPerubahan lingkungan adalah salah satu isu paling mendesak yang dihadapi dunia saat ini.
Baca SelengkapnyaJokowi, di depan kepala daerah, blak-blakan ramalan mengenai kondisi dunia 5 tahun ke depan.
Baca SelengkapnyaJika tidak diantisipasi, tren gelombang panas ini dapat mendorong inflasi. Ini karena kelangkaan bahan pangan akibat turunnya produksi.
Baca SelengkapnyaDampak ini menunjukkan betapa pentingnya tindakan mitigasi dan adaptasi untuk melindungi lingkungan dan kesehatan dari efek negatif kenaikan suhu global.
Baca SelengkapnyaPimpinan BKSAP DPR memaparkan isu Pembangunan Berkelanjutan saat menghadiri Inter-Parliamentary Union (IPU) Parliamentary Forum at The United Nation.
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim adalah isu penting yang tidak boleh diabaikan.
Baca SelengkapnyaEfek rumah kaca menjadi salah satu hal yang membuat bumi menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Baca SelengkapnyaDibutuhkan komitmen setiap negara untuk mengurangi gas polutan.
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca.
Baca SelengkapnyaManusia punah menjadi misteri. Teknologi ini meramalkan kiamat kapan terjadi.
Baca SelengkapnyaMenjaga lingkungan sebagai sebuah pondasi dalam beragama dengan baik.
Baca Selengkapnya