Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kabur dari Korea Utara, Para Perempuan Ini Dijual ke China Jadi Budak Seks Online

Kabur dari Korea Utara, Para Perempuan Ini Dijual ke China Jadi Budak Seks Online Perbatasan Korea Utara di Sinuiju. ©AFP PHOTO/JOHANNES EISELE

Merdeka.com - Memakai headphone hitam dan duduk di atas kasur bersprei bunga-bunga warna biru, warga Korea Utara yang kabur, Lee Yumi tengah melakukan obrolan video dengan orang asing, lingkaran hitam di bawah matanya nampak mengelilingi wajah pucatnya.

Selama lima tahun, Lee (nama diubah demi keamanan), mengatakan dia telah dipenjara bersama sejumlah gadis lainnya di sebuah apartemen kecil di timur laut China, setelah makelar yang dia percayai bisa membawanya kabur dari Korut menjualnya ke operator seks online.

Orang yang menawannya mengizinkan meninggalkan apartemen setiap enam bulan sekali. Upaya untuk melarikan diri telah gagal.

Kisah Lee dialami ribuan gadis dan perempuan Korea Utara, beberapa ada yang berusia 9 tahun, yang diculik atau diperdagangkan untuk bekerja di perdagangan seks jutaan dolar China, menurut sebuah laporan oleh organisasi nirlaba yang berbasis di London, Korea Future Initiative (KFI), dilansir dari CNN, Senin (10/6).

Berdasarkan temuan KFI, perempuan Korut kerap diperbudak di rumah-rumah bordil, dijual dengan dalih pemaksaan perkawinan atau dipaksa beraksi di depan kamera web di kota-kota satelit di perbatasan China dengan Korut.

Jika ditangkap otoritas China, mereka akan menghadapi repatriasi ke Korut dimana para pembelot akan menghadapi siksaan. CNN belum bisa memverifikasi temuan dalam laporan tersebut.

Lee, bagaimanapun, baru saja menemukan harapan hidup. Orang asing 28 tahun yang sedang berbicara dengannya bukan pelanggan seks online. Dia adalah seorang pendeta Korea Selatan - dan berjanji untuk menyelamatkannya.

"Jangan khawatir, kami akan menyelamatkanmu," katanya.Lee tersenyum lemah dan mulai menangis, sebelum mengetik kembali: "Terima kasih. Aku takut."

Kabur dari Korut

Belum ada laporan statistik resmi yang menunjukkan berapa jumlah warga Korut yang kabur dari negaranya, yang memiliki populasi 25 juta jiwa. Korsel menyampaikan telah menerima lebih dari 32 ribu warga Korut yang kabur sejak 1998. Tahun lalu, negeri ginseng tersebut menerima 1.137 warga Korut, dan 85 persen dari mereka adalah perempuan.

"Jauh lebih mudah bagi mereka untuk melarikan diri, karena mereka biasanya tidak terdaftar dalam pekerjaan formal di pabrik atau perusahaan negara di mana ketidakhadiran akan segera dilaporkan," kata Yeo Sang Yoon, dari Pusat Database Hak Asasi Manusia Korea Utara, sebuah LSM di Seoul. "Mereka bertanggung jawab atas rumah tangga dan dengan demikian bisa lolos tanpa diketahui," lanjutnya.

Lee tumbuh dalam keluarga kader partai tingkat rendah di Korea Utara.

"Kami punya makanan yang cukup. Kami bahkan memiliki beras dan gandum tersimpan di garasi," kata Lee.

Namun Lee merasa orang tuanya sangat ketat. "Saya harus berada di rumah sebelum matahari terbenam, dan mereka tidak mengizinkan saya sekolah kedokteran," ujarnya.

Suatu hari, setelah bertengkar dengan orang tuanya, dia memutuskan menyeberangi perbatasan China. Lee mengatakan bertemu dengan makelar yang memfasilitasinya melarikan diri dan berjanji mencarikannya pekerjaan di sebuah restoran. Namun janji itu ternyata palsu.

Biasanya, para perempuan seperti Lee membayar makelar dengan biaya USD 500 sampai USD 1.000 untuk mengatur perjalanan mereka ke China, menurut NGO dan sejumlah akun pembelot.

Untuk sampai di China, para pembelot menyeberangi Sungai Tumen yang memisahkan Korut dan China berjalan pada malam hari, terkadang dalam cuaca beku dengan air yang kadang menutupi pundak mereka.

Setelah Kim Jong Un berkuasa pada 2011, keamanan perbatasan diperketat untuk mencegah publikasi buruk yang berhubungan dengan pembelotan dan mencegah informasi tentang Korut masuk ke negara itu, menurut Tim Peters, seorang pendeta Amerika yang ikut mendirikan sebuah LSM yang disebut Helping Hands yang membantu para pembelot melarikan diri. Pagar listrik dan kamera ditambahkan di perbatasan.

Dua poster Kim Il Sung dan Kim Jong Il digantung di pintu masuk di atas sebuah jembatan yang menghubungkan kedua negara. Begitu berada di tanah China, para pembelot harus mencapai kota Tumen yang berada tepat di atas sungai es, di lanskap bukit-bukit tandus.

Lee menyeberangi Sungai Tumen dengan delapan gadis lainnya. Ketika dia sampai di China, Lee bercerita dirinya dibawa ke lantai empat sebuah bangunan apartemen bercat kuning pucat di Yanji, sebuah kota di Provinsi Jilin sekitar 50 kilometer dari Tumen, dimana sebagian besar rambu di kota itu ditulis dalam aksara Korea dan China dan sejumlah restoran menjual bibimbap dan kimchi, karena populasi besar etnis Korea.

Saat di apartemen itulah Lee menyadari tak ada pekerjaan di restoran sebagaimana yang dijanjikan. Sebaliknya, Lee mengatakan makelarnya telah menjualnya seharga 30.000 yuan (sekitar USD 4.500) kepada operator ruang obrolan seks siber.

"Ketika saya tahu, saya merasa terhina. Saya mulai menangis dan meminta pergi, tapi bosnya mengatakan dia telah membayar sejumlah uang demi saya dan saya sekarang berutang kepadanya," bisik Lee.

NGO Korea memperkirakan 70 persen sampai 80 persen perempuan Korut yang sampai ke China diperdagangkan dengan harga antara 6,000 dan 30,000 yuan (USD 890 sampai USD 4,500), berdasarkan usia dan kecantikan mereka. Beberapa dijual untuk dinikahkan dengan petani China; baru-baru ini, menurut KFI, sejumlah gadis telah dijual ke industri siber seks.

Berdasarkan laporan KFI, meningkatnya upah di kota-kota China utara menyebabkan permintaan prostitusi meningkat di antara populasi pria. Di China selatan, perempuan yang diperdagangkan dari Vietnam, Laos dan Kamboja biasanya untuk memenuhi permintaan itu. Namun di provinsi timur laut, pria telah beralih ke pengungsi Korut.

Juru bicara pemerintah China mengatakan kepada CNN: "Saya ingin menekankan bahwa pemerintah Cina menaruh perhatian besar pada hak-hak warga negara yang sah menurut hukum, juga memerangi kegiatan perdagangan perempuan dan anak-anak."

Direktur KFI, Michael Glendinning, mengatakan pemerintah China tak melakukan perlindungan cukup untuk perempuan dan gadis remaja Korut di wilayah perbatasannya.

"China harus berupaya menindak jaringan dan individu - termasuk pejabat publik China - yang bertanggung jawab atas perdagangan perempuan dan gadis Korut. Tetapi itu harus dilakukan dengan cara yang memastikan bahwa perempuan dan para gadis ini tidak dipulangkan ke Korut di mana mereka akan menghadapi siksaan, penjara, dan mungkin pembunuhan di luar hukum," jelasnya.

Gadis lainnya bernama Kwang Ha-Yoon, namanya diubah untuk melindungi identitasnya. Kwang berusia 19 tahun dan dikunci selama dua tahun sejak Lee datang.

"Orang tua saya berpisah sejak saya kecil dan saya tinggal bersama ibu dan kakek nenek saya. Kami tak pernah punya makanan cukup," kata Kwang. Kwang kabur dari negaranya untuk mencari uang yang akan dikirim ke keluarganya.

"Ibu dan nenek saya terkena kanker dan butuh pengobatan," ujarnya.

Namun uang yang dihasilkan Kwang di China diambil bosnya. Bos mereka adalah seorang pria keturunan Korea Selatan yang tidur di ruang tamu untuk mengawasi mereka.

Pada 2015, Lee mencoba melarikan diri dengan keluar dari jendela dan turun melalui pipa namun jatuh yang membuatnya agak pincang sampai saat ini. Uang pun tak pernah dibayarkan. Jika ditagih, bos mereka akan merah dan mengeluarkan sumpah serapah.

Seberkas Cahaya

Pada musim panas 2018, Lee akhirnya melihat sebuah kesempatan untuk melarikan diri.

"Salah satu pelanggan saya menyadari bahwa saya adalah orang Korea Utara dan ditawan," kata Lee."Dia membeli laptop dan membiarkan saya mengendalikan layar dari jarak jauh, sehingga saya bisa mengirim pesan tanpa diketahui bos saya," kata Lee.

Pria itu juga memberikan nomor telepon pendeta Korea Selatan bernama Chun Ki-Won.

Chun, kerap menolong perempuan Korut melarikan diri dari China. Melalui organisasinya, Durihana, dia telah membantu lebih dari 1.000 pembelot mencapai Seoul sejak 1999. Media Korea menjulukinya Asian Schindler, setelah industrialis Jerman dan anggota Partai Nazi yang menyelamatkan nyawa 1.200 orang Yahudi.

Pada bulan September 2018, Lee menghubungi Pastor Chun melalui KakaoTalk, sebuah layanan pengiriman pesan Korea. Pada pertengahan Oktober, Chun mengirim tim ke Yanji untuk menyelamatkan Lee dan Kwang.

Pada 26 Oktober, ketika bos mereka pergi, anggota Durihana tiba di lantai bawah gedung apartemen. Kedua gadis itu menyatukan seprai mereka dan menjatuhkannya dari jendela. Tim ekstraksi kemudian mengikatkan tali ke seprai, yang ditarik Lee dan Kwang dan digunakan keduanya turun dari lantai empat.

Mereka hanya bisa membawa tas punggung kecil dengan beberapa barang penting - sebungkus tisu basah dan sisir. Mereka melompat ke dalam mobil dan pergi. Seluruh operasi memakan waktu beberapa menit.

Perjalanan ke Selatan

Setelah melarikan diri dari Yanji, Lee dan Kwang menjelajah China dengan bus dan kereta api menggunakan paspor Korea palsu. Perhentian terakhir mereka adalah Kunming, di barat daya China.

Dari sana, sebagian besar pembelot menyeberangi perbatasan secara ilegal ke Laos atau Myanmar dan menuju Kedutaan Korea Selatan di ibu kota negara-negara tersebut, atau melanjutkan ke Bangkok, di Thailand. CNN tak mengungkapkan ke negara mana Lee dan Kwang melakukan perjalanan karena alasan keamanan.

Lee dan Kwang bertemu dengan seorang pria China yang membawa mereka melintasi pegunungan ke negara tetangga.

"Kami berjalan selama lima jam melalui hutan, sebelum mencapai jalan di mana sebuah mobil sedang menunggu kami," kata Kwang. Chun kemudian bertemu mereka di tengah malam di sisi jalan. "Saya langsung menangis begitu melihatnya," kata Kwang, yang kini berusia 24 tahun. "Untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, saya merasa aman."

Setelah dua hari dalam perjalanan dengan mobil dan bus, mereka mencapai ibu kota.

Pada pukul 5.30 malam, Lee, Kwang ditemani Chun berjalan ke kantor perwakilan diplomatik Seoul.Beberapa menit kemudian, Chun berjalan keluar - sendirian.

Kedutaan, yang menerima sekitar 10 pembelot sebulan, menurut pejabat, menahan dua perempuan itu selama 10 hari untuk diinterogasi. Mereka yang berhasil melewati proses interogasi akan terbang ke Korea Selatan.

Setibanya di Korea Selatan, para pembelot akan ditempatkan di Hanawon selama tiga bulan untuk menjalani sejumlah pelatihan. Mereka kemudian diberikan paspor Korea Selatan, apartemen bersubsidi dan hak untuk mendaftar di universitas secara gratis.

Sebelum memasuki Kedutaan Besar Korea Selatan, Lee telah banyak memikirkan kehidupan barunya."Saya ingin belajar bahasa Inggris dan China dan mungkin menjadi guru," katanya.

Kwang, yang telah meninggalkan sekolah pada usia 12, berharap bisa lulus dari sekolahnya.

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jual Warga Sumbar Jadi Wanita Penghibur di Malaysia, Dua Pelaku TPPO Ditangkap
Jual Warga Sumbar Jadi Wanita Penghibur di Malaysia, Dua Pelaku TPPO Ditangkap

Dua wanita asal Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), ditangkap polisi. Mereka diduga terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) antarnegara.

Baca Selengkapnya
Rumah Prostitusi Online di Karawaci Digerebek, Pasutri Perdagangkan Anak di Bawah Umur ke Pria Hidung Belang
Rumah Prostitusi Online di Karawaci Digerebek, Pasutri Perdagangkan Anak di Bawah Umur ke Pria Hidung Belang

DL berperan sebagai mucikari/mami dibantu RA sebagai operator menyediakan dua wanita UYN dan AF dengan tarif Rp500ribu sekali kencan.

Baca Selengkapnya
Polisi Bongkar Kasus TPPO Modus Pengantin Pesanan, WNI di Bawah Umur Dinikahkan dengan Warga China
Polisi Bongkar Kasus TPPO Modus Pengantin Pesanan, WNI di Bawah Umur Dinikahkan dengan Warga China

Terduga pelaku mengambil keuntungan melalui pernikahan dengan cara menyediakan pengantin wanita Warga Negara Indonesia (WNI) untuk Warga Negara China.

Baca Selengkapnya
WNA Tanzania di Bali Terlibat Prostitusi Online Bertarif Rp1,5 Juta Per Jam
WNA Tanzania di Bali Terlibat Prostitusi Online Bertarif Rp1,5 Juta Per Jam

SEK (34) dan AFM (29) terlibat dalam kasus overstay hingga prostitusi online di Bali.

Baca Selengkapnya
Muncikari di Jepara Dibekuk Usai Tawarkan Bocah Kembar
Muncikari di Jepara Dibekuk Usai Tawarkan Bocah Kembar

Polisi membongkar praktik prostitusi online terhadap dua remaja di bawah umur.

Baca Selengkapnya
Miris, ABG jadi Muncikari dan Jerumuskan 2 Anak di Bawah Umur ke Prostitusi Online
Miris, ABG jadi Muncikari dan Jerumuskan 2 Anak di Bawah Umur ke Prostitusi Online

Dengan memasarkan dua anak tersebut, dua muncikari itu mendapat keuntungan Rp50 ribu-150 ribu.

Baca Selengkapnya
Viral 2 WNI Diborgol di Kamar Mandi di Perbatasan Vietnam, 3 Hari Tak Diberi Makan & Dipaksa Jadi Scammer
Viral 2 WNI Diborgol di Kamar Mandi di Perbatasan Vietnam, 3 Hari Tak Diberi Makan & Dipaksa Jadi Scammer

Heboh pasutri asal Purwakarta, Jawa Barat disekap dan diborgol hingga tak diberi makan saat bekerja di Kamboja.

Baca Selengkapnya
Bisnis Prostitusi Online di Banda Aceh Terbongkar, Muncikari dan Dua PSK Online Terancam Dicambuk 100 Kali
Bisnis Prostitusi Online di Banda Aceh Terbongkar, Muncikari dan Dua PSK Online Terancam Dicambuk 100 Kali

Tiga perempuan ditangkap karena terlibat prostitusi online di Kota Banda Aceh. Mereka diringkus polisi yang menyamar sebagai pria hidung belang.

Baca Selengkapnya
ABG 15 Tahun Dijual Lewat MiChat, Satu Hari Layani 4 Pria Hidung Belang
ABG 15 Tahun Dijual Lewat MiChat, Satu Hari Layani 4 Pria Hidung Belang

Untuk tarif sekali kencan antara Rp250 ribu hingga Rp400 ribu.

Baca Selengkapnya
Anak SD yang Hilang 1 Bulan di Bandung Sempat Diperkosa dan Dijual Lewat Aplikasi Kencan
Anak SD yang Hilang 1 Bulan di Bandung Sempat Diperkosa dan Dijual Lewat Aplikasi Kencan

D pun menjual korban melalui berbagai aplikasi kencan (dating apps) dan aplikasi pesan singkat dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.

Baca Selengkapnya
Diajak Berlibur ke Bromo, Remaja Putri Dijual Pacar Lewat MiChat
Diajak Berlibur ke Bromo, Remaja Putri Dijual Pacar Lewat MiChat

Pelaku berkomplot menjual korban kepada lelaki hidung belang dengan tarif berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp700 ribu melalui aplikasi media sosial MiChat.

Baca Selengkapnya
Jual Siswi SMP untuk Kencan Seharga Rp1 Juta, Dua Wanita Muda Ditangkap Polisi
Jual Siswi SMP untuk Kencan Seharga Rp1 Juta, Dua Wanita Muda Ditangkap Polisi

Keduanya diamankan polisi saat berada di sebuah kamar hotel di Baturaja, Ogan Komering Ulu.

Baca Selengkapnya