Kasus TPPO Meningkat, KBRI Ankara Ingatkan Turki Bukan Negara Tujuan Pekerja ART
Merdeka.com - Di awal 2021, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan WNI di Turki meningkat. Dari Januari sampai hari ini, KBRI di Ankara mencatat ada 19 kasus TPPO. Sementara tahun lalu, kasus TPPO hanya 20.
“Jadi sudah hampir sama dengan jumlah kasus tahun lalu,” jelas Dubes RI untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal dalam konferensi pers, Senin (5/4).
“Terjadi peningkatan yang sangat pesat kasus perdangangan manusia ini. Pada umumnya adalah mereka dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga di Turki, dan semua kasusnya tidak melibatkan orang Turki,” lanjutnya.
-
Bagaimana penangkapan para pelaku TPPO? Pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan dari masyarakat sekitar mengenai adanya aktivitas mencurigakan oleh ketiga pelaku.
-
Kenapa WNA tersebut ditangkap? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Siapa WNA yang ditangkap Imigrasi? HBR belakangan ditangkap Imigrasi Tanjung Perak dan terancam dideportasi ke negaranya lantaran izin tinggalnya sudah tidak berlaku.
-
Siapa yang terlibat dalam sindikat TPPO? Berdasarkan hasil penelusuran BP2MI para mafia besar diduga berkomplot dengan orang-orang yang diberikan kekuasaan oleh negara, seperti aparat penegak hukum atau APH.
-
Siapa yang ditangkap KPK tahun 2022? Awalnya Terbit dihukum 9 tahun penjara dan Iskandar divonis 7 tahun. Kasus ini berawal saat Terbit ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 18 Januari 2022 dan menyita barang bukti berupa uang tunai Rp786 juta.
-
Siapa yang terlibat dalam kasus ini? Terdakwa Fatia Maulidiyanti menjalani pemeriksaan dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini, Senin (28/8).
Iqbal menyampaikan, TPPO ini melibatkan warga negara dari negara-negara konflik di sekitar Turki yang menetap di negara tersebut. Hal yang menjadi persoalan ialah perlakuan warga negara asing di Turki ini sama dengan yang ada di negara asalnya.
“Kenapa tidak ada orang Turki yang terlibat disitu, karena memang di Turki sektor asisten rumah tangga itu bukan termasuk sektor yang boleh untuk orang asing,” jelasnya.
Alasan kedua ialah orang Turki tidak menggunakan ART. Turki juga tidak pernah menjadi negara tujuan pekerja sektor domestik sehingga tidak terdaftar sebagai negara tujuan pekerja ART.
“Kondisi ini cukup mengkhawatirkan,” tambahnya.
Iqbal melanjutkan, kepolisian Turki khususnya kepolisian khusus yang menangani perdanganan manusia sangat kooperatif. Iqbal juga berpesan kepada WNI agar tidak tergiur dengan tawaran bekerja sebagai ART di Turki.
“Di Turki sendiri, sektor asisten rumah tangga ini bukan sektor yang terbuka untuk orang asing. Karena itu hampir dipastikan semua orang yang ke Turki dengan tawaran sebagai asisten rumah tangga dipastikan ilegal, dan itu sangat rentan menjadi korban perdanganan manusia,” paparnya.
Menurut Iqbal, banyak warga dari negara konflik tinggal di Turki salah satunya karena mereka bisa mendapatkan hak sebagai warga negara Turki dengan berinvestasi misalnya dengan membeli apartemen seharga USD 250.000.
“Ini banyak dimanfaatkan oleh warga negara asing yang kaya di sekitar Turki untuk masuk. Begitu mereka masuk di sini, kulturnya sama. Mereka harus punya ART,” jelasnya.
Terkait siapa yang terlibat mengirim WNI yang menjadi korban TPPO ini, Iqbal menyampaikan ada keterlibatan perusahaan asing dan perusahaan Indonesia, dan individu atau sponsor dari Indonesia. Dalam sebagian besar kasus yang ditemukan, sponsornya adalah keluarga dekat korban yang memberangkatkan mereka ke Turki.
“Ada dua prosesnya, satu ada yang bekerja di Turki untuk orang asing di Turki. Kedua, menjadikan Turki sebagai batu lompatan,” ujarnya.
Biasanya mereka tinggal beberapa hari di Turki kemudian menuju negara lain seperti Irak dan negara-negara konflik di sekitarnya.
“Ini modus yang terjadi. Dan alhamdulillah sebagian besar sudah kita pulangkan,” kata Iqbal.
Selain bekerja sama dengan kepolisian Turki untuk proses hukum, pihak KBRI juga melakukan wawancara secara mendalam untuk mendeteksi kasus TPPO ini. KBRI juga selalu memastikan para korban tidak dikenai hukum keimigrasian.
Berdasarkan Protokol Palermo, yang menjadi dasar penanganan perdagangan manusia, jika seseorang melakukan pelanggaran pidana atau keimigrasian sebagai akibat langsung dari dia menjadi korban perdagangan manusia, maka pelanggaran keimigrasian dan pelanggaran pidananya bisa dikesampingkan.
“Dan itu yang selalu kita request ke pemerintah Turki dan itu selalu dipenuhi oleh pemerintah Turki sehingga semua kasus perdagangan manusia kita di Turki, walaupun kasus hukumnya berjalan di pengadilan tapi orangnya bisa langsung dipulangkan. Dan another proses hukum juga dilakukan di Indonesia oleh Polri,” pungkasnya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tren Kejahatan TPPO Meningkat Tiap Tahun, Ini Solusi Pemerintah
Baca SelengkapnyaKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan polisi membongkar 290 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Baca SelengkapnyaPolri saat ini menangani 175 kasus TPPO yang menjadikan para korban TPPO sebagai pekerja seks komersial.
Baca SelengkapnyaPemkab Kediri jamin warganya aman dari kasus perdangan orang.
Baca SelengkapnyaPara korban sempat disekap dan diancam di sebuah apartemen di Turki
Baca SelengkapnyaDalam rilis akhir tahun tersebut Polri mengungkap berbagai kejahatan yang terjadi pada tahun 2023.
Baca SelengkapnyaRibuan orang tersebut, terpengaruh iming-iming pemberian kerja di luar negeri secara ilegal atau non prosedural.
Baca SelengkapnyaUntuk modus para tersangka yakni menjadikan korban sebagai PMI hingga PSK.
Baca SelengkapnyaPara pelaku berupaya mengirimkan para PMI secara ilegal, khususnya cacat administrasi seperti menggunakan visa yang tidak sesuai.
Baca SelengkapnyaSebanyak empat tersangka ditangkap dalam operasi yang dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu di Bandara Ngurah Rai Bali dan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaPelaku TPPO seringkali mengiming-imingi korban dengan pekerjaan melalui rekrutmen sebagai pekerja migran
Baca SelengkapnyaPenangkapan ratusan tersangka dilakukan sejak periode 5-11 Juni 2023
Baca Selengkapnya