Kisah algojo terpidana mati di Nusakambangan
Merdeka.com - Menarik pelatuk hanya perkara gampang, kata seorang algojo penembak terpidana mati di Nusakambangan.
Yang lebih sulit adalah saat harus menyentuh korbannya langsung. Sang algojo harus mengikat tubuh calon korbannya di sebuah tiang dengan tali.
Seorang petugas yang jadi algojo penembak saat eksekusi gelombang pertama pada 8 Januari lalu mengisahkan pengalamannya.
-
Kenapa dibentuk peringatan anti hukuman mati? Alasan terakhir tersebut yang kemudian dibentuk peringatan khusus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penolakan hukuman mati untuk menghormati hak asasi manusia.
-
Siapa yang berpendapat hukuman mati melanggar hak asasi manusia? Amnesty International berpendapat bahwa hukuman mati melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup dan hak untuk hidup bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.
-
Siapa yang di sebut tersangka seumur hidup oleh Yusril? 'Kami patut mempertanyakan status Pak Bambang Widjojanto sendiri. Beliau itu kan tersangka, P21 dilimpahkan ke kejaksaan, di-deponer status beliau itu lagi. Apa sekarang ini? Tersangka selamanya, seumur hidup tersangka,' kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (4/4).
-
Mengapa siksaan neraka penting untuk diingat? 'Sering-seringlah merenungkan makna ini (tentang siksaan neraka), wahai hamba Allah, agar kita dapat menahan diri, tidak berbuat zalim kepada sesama, dan tidak mudah terjerumus ke dalam dosa,' serunya.
-
Siapa yang meneteskan air mata di persidangan? Di dalam ruang sidang, Ristya Aryuni, yang duduk bersama beberapa anggota keluarganya, tampak menangis saat saksi memberikan keterangannya di hadapan majelis hakim. Ristya beberapa kali terlihat mengelap air matanya dengan tisu.
-
Kenapa kata-kata mengenang orang yang sudah meninggal penting? Kata-kata sangat kuat. Kutipan adalah cara untuk mengungkapkan perasaan ketika Anda tampaknya tidak dapat membentuk kata-kata. Kata-kata mengenang orang yang sudah meninggal dapat memberikan inspirasi untuk pidato dan membantu memulai proses penyembuhan.
"Beban mental yang lebih berat itu adalah petugas yang harus mengikat terpidana, ketimbang algojo penembak," kata dia, seperti dilansir surat kabar the Guardian, pekan lalu. "Soalnya mereka bertanggung jawab untuk membawa terpidana dan mengikat kedua tangan mereka sampai akhirnya mereka mati."
Sang algojo yang juga anggota Brimob itu tidak mau disebutkan namanya karena kasus ini cukup sensitif.
Selain dibebani tugas rutin, anggota Brimob juga ditugasi menjadi eksekutor terpidana mati. Mereka dibayar kurang dari Rp 1,3 juta untuk menjalankan tugas ini.
Saat ditanya bagaimana perasaannya ketika menjadi salah satu algojo penembak, dia mengatakan "Ini akan jadi rahasia seumur hidup."
Ketika didesak lagi, dia terdiam beberapa saat.
"Sebagai seorang anggota Brimob saya harus melakukannya dan saya tak punya pilihan," kata dia seraya mengusap matanya dan menatap ke arah langit.
"Tapi sebagai manusia, saya tidak akan melupakan kejadian ini seumur hidup," kata dia, seperti dilansir news.com.au, Rabu (11/3).
Dalam pelaksanaan hukuman mati ini ada dua tim yang ditugaskan. Tim pertama adalah yang membawa terpidana ke tiang buat diikat. dan Tim kedua adalah penembak. Anggota Brimob itu mengatakan dia sudah pernah berada di kedua tim itu.
"Kami melihat terpidana itu dari dekat, dari saat mereka masih hidup, berbicara, hingga mereka mati. Kami tahu persis semua kejadian itu."
Lima anggota Brimob ditugaskan untuk mengawal setiap terpidana, dari mulai membawa mereka keluar sel hingga menggiring merek ke tiang.
Petugas mengatakan terpidana bisa memilih untuk menutup wajah mereka sebelum diikat supaya posisi mereka tidak bergerak saat berdiri di tiang.
Dengan tali tambang mereka mengikat terpidana ke tiang dalam keadaan berdiri atau berlutut sesuai keinginan mereka.
"Saya tidak berbicara dengan terpidana. Saya perlakukan mereka seperti keluarga sendiri. Saya hanya bilang, "Maaf, saya hanya menjalankan tugas."
Para terpidana mati itu akan memakai baju berwarna putih dan jika mau mata mereka bisa ditutup.
Di tengah kegelapan malam, cahaya obor akan menerangi lingkaran berdiameter 10 sentimeter tepat di jantung mereka.
Pasukan penembak yang terdiri dari 12 orang akan berdiri sekitar lima hingga sepuluh meter dan menembakkan senapan M16s saat diperintah.
Para algojo itu dipilih berdasarkan kemampuan menembak dan kondisi mental serta kebugaran fisik. Mereka menembak secara bergiliran.
"Semua beres kurang dari lima menit," kata dia. "Setelah ditembak, terpidana itu akan lemas karena sudah tidak bernyawa."
Seorang dokter memeriksa korban untuk memutuskan apakah dia sudah mati atau belum. Jika belum maka petugas akan menembak terpidana di kepala dalam jarak dekat. Korban kemudian akan dimandikan dan dimasukkan ke dalam peti mati.
Algojo itu mengatakan dia hanya menjalankan tugas berdasarkan aturan hukum.
"Saya terikat sumpah prajurit. Terpidana sudah melanggar hukum dan kami hanya algojo. Soal apakah ini berdosa atau tidak kami serahkan kepada Tuhan.
Setelah melaksanakan eksekusi, petugas menjalani bimbingan spiritual dan psikologi selama tiga hari.
Seorang algojo juga diberi batas maksimal jumlah eksekusi yang bisa dilakukannya.
"Kalau cuma sekali atau dua kali tidak masalah, tapi kalau harus berkali-kali bisa mempengaruhi secara psikologi," kata dia.
"Saya inginnya tidak terus-terusan menjadi algojo. Saya juga tidak suka melakukannya. Jika ada anggota lain, biar mereka saja."
Suatu hari dia berharap bisa melupakan semua ini.
"Saya harap mereka beristirahat dengan tenang," kata dia. "Begitu pula saya."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kekasih Brigadir J terlihat mengunjungi makam sang pujaan hati.
Baca SelengkapnyaVonis itu dibacakan majelis Pengadilan Militer dalam sidang digelar di Pengadilan Militer II-8, Jakarta, Senin (11/12).
Baca SelengkapnyaSeorang prajurit TNI asal Merauke menceritakan pengalamannya saat hidup tanpa tempurung kepala selama 7 bulan.
Baca SelengkapnyaDua hakim agung mengatakan Ferdy Sambo layak dihukum mati, namun tiga hakim agung lainnya menyatakan seumur hidup.
Baca SelengkapnyaTerdakwa Serda Pom Adan Aryan Marsal dituntut penjara seumur hidup.
Baca SelengkapnyaOktaviandi mengungkapkan, peristiwa tersebut terjadi pada Senin 20 Febuari 2023 sekitar pukul 10.00 WITA.
Baca SelengkapnyaTerdakwa tampak menangis tersedu-sedu dengan tangan bergetar di hadapan hakim.
Baca SelengkapnyaMayjen Kunto Arief dibuat terharu mendengar cerita dari ayah mendiang Serda TNI Rizal, tentara AD yang gugur tertembak KKB.
Baca SelengkapnyaBabak baru para terpidana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kembali bergulir.
Baca SelengkapnyaDua pelaku merencanakan pembunuhan korban karena jengkel dengan sikapnya yang tidak mau ikut aturan tahanan senior.
Baca SelengkapnyaPelaku menyerahkan diri ke kantor polisi karena merasa bersalah membunuh sahabatnya.
Baca SelengkapnyaPutusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto ini karena berdasarkan beberapa aspek.
Baca Selengkapnya