Komnas HAM: fakta dari IPT penting untuk rekonsiliasi korban-pelaku
Merdeka.com - International People's Tribunal (IPT) untuk pengungkapan tragedi 1965 telah menyelesaikan sidang hari kedua. Sidang kemarin (11/11) fokus membahas penyiksaan tahanan politik terduga komunis dan kekerasan seksual bagi tapol perempuan.
Seperti dikisahkan ulang oleh Joss Wibisono, yang hadir dalam sidang di Den Haag, Belanda, salah satu momen paling menggetarkan saat saksi Tintin Rahaju, namanya disamarkan, menceritakan penyiksaan yang dia terima di Kantor Corps Polisi Militer, Yogyakarta.
"Rambutnya dibakar, dia digampar dengan sepeda, kepala ditempelengi, ditelanjangi dan ... banyak lagi pelecehan seksual lain yang tak tega kutulis di sini. Dia dituduh melakuken gerilya politik," tulis Joss dalam akun Facebook pribadinya menggunakan ejaan lama.
-
Siapa yang diperiksa Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Apa yang digali Komnas HAM? Usman ditanya seputar peran Pollycarpus dan peran orang lain di tempat kejadian perkara kematian Munir. Komnas HAM juga bertanya sosok yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
-
Siapa yang disurati Komnas HAM? Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tewasnya Vina dan kekasihnya, Eky di Cirebon.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Apa yang ditandatangani oleh Menkum HAM? Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Supratman Andi Agtas mengaku sudah menandatangani surat keputusan (SK) kepengurusan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dihasilkan dari Muktamar PKB di Bali pada 24-25 Agustus 2024.
Sedangkan seperti dilansir BBC Indonesia, penyiksaan tapol perempuan menyerupai pemerkosaan. Saksi, yang dituding anggota PKI padahal statusnya saat itu adalah mahasiswa aktivis PMKRI, ditelanjangi dan dipaksa melayani syahwat polisi militer yang menginterogasinya.
"Dalam keadaan telanjang itu, saya dipegang oleh dua orang. Mengarah ke setiap pemeriksa itu, saya disuruh menciumi kelamin mereka," kata saksi itu dalam sidang, yang kemudian diapresiasi Hakim Ketua Zak Yacoob karena bersedia merekonstruksi ulang peristiwa menyakitkan di masa lalu.
Menandai jalannya sidang hari kedua, yang semakin banyak memberi bukti adanya pelanggaran HAM berat selepas 65, Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi berharap kebenaran terus diungkap. Dia mengatakan pihaknya sudah melakukan penelusuran soal isu serupa sejak 2003 sampai 2012. Namun hasil penelitian serta rekomendasi Komnas HAM ditolak Kejaksaan Agung.
Artinya, selain penyelesaian hukum yang masih mandeg, maka solusi lain menuntaskan pelanggaran HAM berat seperti kasus 1965 adalah dengan rekonsiliasi korban dan pelaku.
"Satu faktor penting yang harus terpenuhi dalam proses rekonsiliasi itu adalah pengungkapan kebenaran," kata Bachriadi.
Walau memperoleh dukungan Komnas HAM, pemerintah Indonesia secara umum tidak menyambut baik pelaksanaan Sidang Rakyat 1965 di Belanda. Wapres Jusuf Kalla menuding Pemerintah Belanda membantu IPT, kendati secara resmi penyelenggara sidang adalah upaya swadaya WNI di Belanda disokong pegiat HAM lintas negara.
"Kalau mau begitu (gelar pengadilan rakyat), kita adili Belanda juga (sebab) berapa yang dibunuh Belanda di sini (Indonesia). Lebih banyak lagi," kata wapres.
Senada dengan JK, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menanggapi sinis pelaksanaan sidang peradilan rakyat tersebut. Dia menyebut tahun 1965 rakyat bergerak membantai komunis secara spontan, merespon pergerakan pasukan diduga suruhan PKI yang menculik enam jenderal dan satu perwira TNI AD.
"Begini ya, tahun '65 itu yang duluan siapa? Kalau dulu tidak ada pemberontakan tidak ada masalah ini, jadi yang memulai duluan itu jelas melanggar HAM," tegas Ryamizard.
Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, mengatakan Pemerintah Belanda maupun Pemerintah Indonesia tidak terlibat kegiatan IPT. Karena sidang di Den Haag itu di luar mekanisme hukum nasional maupun internasional, pemerintah memutuskan isu 1965 sebaiknya diselesaikan lewat pendekatan lain.
"Sebagai bangsa kita harus dapat melihat ke depan dengan tetap menghormati dan mencari penyelesaian sejarah kita bersama," kata Arrmanatha. (mdk/ard)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mahfud berharap kepada gubernur menyerahkan data-data Korban Para Pihak Peristiwa 1965 untuk diverifikasi oleh Tim Menko Polhukam.
Baca SelengkapnyaBuku diterbitkan bertepatan gerakan melawan lupa 17 tahun aksi Kamisan terhadap 13 korban aktivis 97-98
Baca SelengkapnyaAdik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, sesuai Undang-Undang (UU) dan TAP MPR, hanya Komnas HAM yang boleh menentukan suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM RI menduga kuat terjadi perintangan penyidikan atau "obstruction of justice" dalam kasus kematian Afif Maulana.
Baca SelengkapnyaPemantauan Komnas HAM menghasilkan tiga kesimpulan dan sejumlah poin rekomendasi bagi empat kementerian/lembaga.
Baca SelengkapnyaLaporan ke Bareskrim Polri dilakukan keluarga korban setelah tidak ada perkembangan penyidikan dari Polda Kalteng.
Baca SelengkapnyaEks Ketua Komnas HAM mengatakan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bukan isu lima tahunan yang kerap muncul ketika Pemilu.
Baca SelengkapnyaEks Bupati Langkat Divonis Bebas dalam Perkara Kerangkeng Manusia, Ini Respons LPSK
Baca SelengkapnyaAktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca Selengkapnya