Konflik sebab alasan klasik

Merdeka.com - Dua kali lebaran sudah dilalui muslim Myanmar dengan kecemasan. Tahun lalu perang di tengah Ramadan bahkan pecah. Ratusan muslim tewas dan bangunan-bangunan mereka dirusak. 

Kedamaian seperti enggan beranjak dari Burma. Kemarin segerombolan massa disinyalir penganut Buddha berkonvoi di Kota Mandalay. Mereka melempari masjid dan toko milik warga muslim di tengah santap sahur. Dua orang tewas masing-masing dari pihak dua keyakinan itu, demikian lansiran stasiun televisi ABC News (3/7).

Kemarin menjadi sahur terakhir bagi U Tin Aung. Pemuda muslim itu beranjak menuju masjid terdekat saat peristiwa pelemparan itu terjadi. Dia diserang ketika hendak salat subuh oleh puluhan orang. Tin Aung terkapar dan ditinggalkan dalam keadaan sekarat. Dia pun akhirnya menghembuskan nafas terakhir tanpa sempat merukuk pada Tuhannya.

Sementara warga Buddha yang juga tewas belum diketahui identitasnya. Hingga kini polisi masih mencari tahu siapa dia dan apa penyebab kematiannya lantaran tak satu pun perlawanan dari komunitas muslim.

Ini bukan pertama kali serangan umat Buddha pada muslim terjadi. Baru Selasa lalu kerusuhan dialami di kota terbesar kedua di Myanmar itu. 

Seluruh penyebab konflik ini hanya kabar burung dan benar-benar tudingan ditujukan untuk 'burung' alias pemerkosaan. Sekretaris Pusat Pemuda Muslim Myanmar Khin Maung Oo mengatakan kasus ini bermula saat ada selentingan seorang pemilik kedai muslim memperkosa perempuan Buddha.

Alasan ini tiba-tiba menjadi klasik. Dua tahun lalu pecahnya sektarian antara muslim Rohingya dan umat Buddha lantaran ada beberapa pemuda Rohingya melakukan kekerasa seksual pada perempuan Buddha di Kota Rakhine yang akhirnya menjadi pembantaian besar-besaran pada etnis minoritas sejagat ini.

Tahun lalu konflik juga di bulan Ramadan terjadi sebab seorang pengusaha muslim memperkosa gadis Buddha. Kedamaian retak bahkan lebih sadis dari sebelumnya. Ratusan muslim tewas, ada yang dibakar atau dibantai ramai-ramai. Mereka juga didukung para biksu ekstremis untuk melakukan kekerasan.

Tahun ini, juga di bulan suci persinggungan terjadi dan masih dengan alasan yang sama, pemerkosaan. Padahal belum ada sama sekali penyelidikan atas ini namun warga Buddha nampaknya sudah malas berbicara dengan kewelasan asih. 

Meski demikian persinggungan baru terjadi ini cepat ditanggapi oleh pihak berwenang. Ratusan polisi dikerahkan setelah sekitar 300 warga Buddha berkerumun menuju kedai teh diduga pelaku pemerkosaan sambil menyanyikan lagu kebangsaan Myanmar. Mereka tak mau lagi terjadi pertumpahan darah yang bisa menyorot sinisme dunia pada negaranya.

Aparat telah melakukan antisipasi dan memikirkan pelbagai kemungkinan terjadi jika memang tudingan warga Buddha it benar. Namun anarkisme tentu tak bisa disetujui. Petugas menghalau mereka dengan menembakkan peluru karet. (mdk/din)