“Rahim Orang Tigray Seharusnya Tidak Pernah Melahirkan"
Merdeka.com - Akberet (nama samaran) tahu dia tidak lagi aman.
Pejuang Amhara yang bertanggung jawab di kampung halamannya di Humera dan wilayah konflik lainnya di Tigray barat baru saja memerintahkan warga Tigray atau disebut Tigrayan di lingkungannya untuk meninggalkan rumah dalam waktu 24 jam.
“Para pria milisi yang telah meneror kami selama berbulan-bulan, mengatakan kepada kami bahwa kami tidak diizinkan lagi tinggal di sana, karena kami orang Tigray,” jelas perempuan 34 tahun dan ibu tiga anak itu.
-
Bagaimana pelaku memperkosa korban? Ketiganya dilakukan penahanan selama proses pemeriksaan berlangsung. Berkas perkara tiga tersangka anak di bawah umur dipercepat prosesnya guna mempercepat persidangan di peradilan.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Siapa yang disekap dan diperkosa? Penyidik Satreskrim Polres Lampung Utara, Lampung, segera merampungkan berkas enam tersangka penyekapan dan perkosaan siswi SMP inisial NA (15).
-
Kenapa korban disekap dan diperkosa? Setiap informasi dan dugaan terkait keberadaan pelaku, petugas langsung meluncur.'Kami masih terus melakukan pengejaran terhadap keempat pelaku yang belum tertangkap,' kata Umi.
-
Apa yang dilakukan pelaku kepada korban? Mereka melakukan tindakan kekerasan fisik kepada korban.
“Mereka memerintahkan kami untuk pergi dengan tangan kosong. Mereka mengatakan semua harta benda yang kami punya milik Amhara, bukan untuk kami,” lanjutnya, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (22/4).
Pasukan Amharan memasuki Tigray barat dari wilayah Amhara yang berdekatan untuk mendukung pasukan federal Ethiopia pada November tahun lalu, ketika Perdana Menteri Abiy Ahmed memerintahkan serangan pada Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Sejak saat itu, warga etnis Amhara, kelompok etnis terbesar kedua di Ethiopia, mengambil alih beberapa kawasan di wilayah itu – mereka mengklaim tanah di wilayah itu secara historis merupakan milik mereka.Akberet tidak membuang-buang waktu setelah menerima ultimatum tersebut.
Esok pagi, pada 8 Maret, dia melarikan diri dari rumahnya berjalan kaki, anaknya yang baru berusia enam bulan dia ikat ke punggungnya, dan dua putranya – berusia empat dan tujuh tahun – dan adik laki-lakinya yang berusia 14 tahun berada di belakangnya.
Sekitar tujuh jam kemudian, saat mereka tiba di sebuah jembatan di Sungai Tekeze yang digunakan pasukan Amhara sebagai perbatasan informal antara apa yang mereka sebut Amhara saat ini dan Tigray, empat milisi Amhara menghentikan mereka. Para pria Amhara itu memisahkan Akberet dengan anak-anaknya dan adiknya dan membawanya ke sebuah rumah petani yang terbengkalai, hanya beberapa meter.
Empat pria itu secara bergiliran memperkosanya. Setelah selesai, para pria itu memasukkan batang besi panas ke vaginanya yang membakar rahimnya.
“Saya memohon agar mereka berhenti,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Saya meminta mereka, menangis, mengapa mereka melakukan itu pada saya. Apa salah saya kepada kalian?”
“Kamu tidak melakukan hal buruk pada kami,” kata pria tersebut kepadanya.
“Masalah kita adalah dengan rahimmu. Rahimmu melahirkan Woyane (istilah buruk untuk menyebut TPLF). Rahim seorang Tigray seharusnya tidak pernah melahirkan.”
Setelah pria milisi itu pergi, Akberet ditinggalkan tak sadarkan diri. Adiknya datang menjemputnya, dan dengan bantuan beberapa orang yang telantar, dia dibawa ke sebuah kota di wilayah timur.
“Pemerkosaan itu membuatnya mandul,” kata seorang dokter yang merawatnya di sana mengonfirmasi ke Al Jazeera.
Saat ini pendarahannya telah berhenti, tapi Akberet saat ini sedang dalam proses penyembuhan di rumah seorang kerabat, tidak bisa berjalan, dan harus tetap melebarkan kakinya. Dia juga kesulitan tidur pada malam hari.
Ratusan korban pemerkosaan
Ratusan perempuan telah melaporkan kisah mengerikan pemerkosaan dan pemerkosaan massal sejak awal konflik di Tigray hampir enam bulan lalu. Tim medis melaporkan mengangkat kuku, batu, dan sejumlah gumpalan plastik dari dalam vagina korban pemerkosaan. Pekan lalu PBB menyampaikan perempuan dan gadis di wilayah pinggiran berbukit wilayah itu menjadi korban kekerasan seksual “dengan tingkat kekejaman di luar akal sehat”.
Tenaga kesehatan di beberapa klinik di Tigray mencatat kasus baru setiap hari, walaupun mereka dihantui rasa takut akan balasan dan serangan, menurut pejabat tinggi PBB bidang kekerasan seksual di wilayah konflik, Pramila Patten.
Kasus-kasus yang dilaporkan melibatkan tentara Ethiopia dan tentara Eritrea yang menjadi sekutunya, termasuk pejuang Amhara dan anggota kelompok bersenjata lainnya atau yang terkait dengan milisi.
Di ibu kota Tigray, Mekelle, para dokter di Rumah Sakit Ayder Referral mengatakan angka kasus pemerkosaan pada 1 April sebanyak 272. Selama sepekan, naik menjadi 330.
“Secara keseluruhan, 829 perempuan telah melaporkan kekerasan seksual ke rumah sakit utama Tigray. Angkanya sebanyak 518 pada 1 April,” kata kepala direktur eksekutif Rumah Sakit Ayder Referral, Hayelom Kebede.
Para dokter takut angka sebenarnya jauh lebih tinggi, menduga ada banyak kasus yang tak dilaporkan karena pertempuran terus berlanjut dan sebagian besar wilayah Tigray masih tidak bisa diakses.
Sejak Desember, tiga perempuan lain dari daerah yang diperebutkan di Tigray barat telah melaporkan serangan pemerkosaan keji seperti yang dialami Akberet, menurut para dokter. Di Tigray utara, pasukan dari negara tetangga Eritrea juga dituduh melakukan pemerkosaan dan penyiksaan yang sama.
“Pada 22 Februari, rumah sakit kami menerima panggilan darurat bahwa seorang gadis 21 tahun diperkosa secara massal dan ditemukan dicampakkan di Edaga Hamus,” jelas Hayelom, yang saat ini berada di luar Ethiopia tapi tetap berkomunikasi rutin dengan stafnya.
“Laporannya adalah tentara Eritrea telah membakar bagian alat kelamin bagian luar dan dalamnya menggunakan korek api dan batang besi panas. Kami tidak bisa mengirim ambulans dengan cepat karena masalah keamanan. Lalu, komunikasi hilang. Mungkin gadis itu telah meninggal,” lanjutnya.
Pengakuan pemerintah federal
PM Abiy memerintahkan pasukan federal memasuki Tigray pada 4 November setelah menuduh para pemimpin TPLF meluncurkan serangan untuk mengambil alih Komando Utara Militer Ethiopia. Seorang pejabat senior TPLF menuduh pemerintah federal dan Eritrea yang sebelumnya merupakan musuh lama negara itu, meluncurkan sebuah “serangan terkoodinasi” terhadap mereka.
Saat pertempuran dimulai, Tigray, wilayah dengan populasi 6 juta orang, berada di bawah pemadaman total jaringan komunikasi. Wartawan dilarang mengunjungi wilayah itu, sehingga sulit untuk memverifikasi informasi. Tapi sekarang mulai berubah, dengan penyelidikan kelompok HAM dan sejumlah laporan kredibel yang mendokumentasikan dugaan kekejaman di Tigray.
Setelah berbulan-bulan penyangkalan, bulan lalu PM Abiy mengakut bahwa pasukan Eritrea memasuki wilayah pertempuran itu. Dalam pidato panjangnya di parlemen, dia juga untuk pertama kalinya mengakui kekejaman di wilayah itu termasuk pemerkosaan, dan berjanji pelaku akan dimintai pertanggungjawaban.
Namun, katanya, ada kampanye “propaganda” dan “pernyataan berlebih-lebihan”, sebelum menambahkan: “Perempuan (di Tigray) diperkosa para pria, tapi para tentara kami (di Komando Utara) diserang dengan bayonet. Tidak ada yang mengangkat isu ini.”
Pemerintah Ethiopia telah membentuk satuan tugas untuk menyelidiki laporan kekerasan seksual di Tigray, menegaskan pemerintah serius menangani masalah itu.
Terpisah, Komisi HAM Ethiopia yang dibentuk pemerintah dan Kantor Komisi Tinggi HAM PBB pada akhir Maret mengumumkan mereka sepakat untuk melakukan penyelidikan bersama “terhadap pelanggaran HAM dan pelecehan yang diduga dilakukan semua pihak” di Tigray.
1,7 juta orang telantar
Ribuan orang diyakini telah terbunuh dalam konflik tersebut, sementara sebanyak 4,5 juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan.
Menurut pemerintahan sementara Tigray yang ditunjuk pemerintah, ada 1,7 juta orang telantar di wilayah itu, diperkirakan 60 persen berasal dari kawasan yang berselisih di Tigray barat.
Tapi juru bicara pemerintahan sementara, Etenesh Nigusse, mengatakan kepada Al Jazeera orang-orang yang terusir atau kehilangan tempat tinggal masih berlangsung.
“Setiap hari, kami menerima kasus baru pengusiran paksa dari wilayah konflik Tigray barat,” ujarnya.
Pada akhir Maret, kepala pemerintahan sementara mengatakan kepada Reuters bahwa Tigray barat “diduduki milisi Amhara dan pasukan khusus, dan mereka memaksa warga meninggalkan rumahnya.”
Mulu Nega juga menuding Amhara memanfaatkan situasi genting di Tigray untuk mencaplok wilayah yang diperebutkan itu.
“Mereka yang melakukan kejahatan ini harus dimintai pertanggungjawaban,” tegasnya.
Pembersihan etnis
Medhin (nama samaran), perempuan 65 tahun dan seorang pemilik restoran di Humera, di antara mereka yang terpaksa melarikan diri. Dia mengatakan lima milisi Amhara mendobrak rumahnya pada 27 Februari malam dan mengancam akan membunuhnya jika dia tidak meninggalkan kawasan itu.
Tapi para pria itu tidak berhenti sampai di situ. Mereka memperkosa dua putrinya, berusia 24 dan 28 tahun, di depannya.
“Mereka memukul putri-putriku setelah memperkosanya ramai-ramai. Mereka memukul mereka di bagian kelaminnnya,” kisahnya kepada Al
“Mereka memerintahkan saya untuk meninggalkan tempat tersebut. Mereka mengambil semua yang saya miliki. Mereka mengancam agar saya menulis cek sejumlah uang untuk mereka.”
Cerita pemerkosaan itu tidak bisa diverifikasi secara independen tapi orang yang terusir lainnya yang berada di tempat pengungsian yang sama mengonfirmasi kepada Al Jazeera bahwa putri-putri Medhin mengalami kesulitan berjalan.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken menegaskan “pembersihan etnis” terjadi di Tigray barat, dan menyerukan penarikan pasukan Eritrea dan Amhara dari wilayah itu.
Menurut Komisi Ahli PBB, pembersihan etnis merujuk pada kebijakan dengan maksud tertentu yang dirancang untuk secara paksa menghilangkan populasi sipil dari kawasan geografi tertentu dengan kekerasan dan teror, termasuk pembunuhan, penyiksaan, penangkapan, pemerkosaan, dan kekerasan seksual.
Al Jazeera mewawancarai 11 orang dari Tigray barat yang menggambarkan metode berbeda yang digunakan oleh milisi Amhara dan Fano - kelompok pemuda bersenjata Amhara – di kawasan Tigray barat yang mereka kendalikan.
Kadang-kadang, mereka melibatkan anggota milisi Amhara memberikan warga Tigray waktu 24 jam untuk meninggalkan wilayah itu. Dalam kasus lain, warga Tigray diperintahkan untuk menerima kartu identitas baru yang menandai mereka sebagai Amhara, bukan Tigray, atau pergi. Beberapa juga melaporkan ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.
“Pada 16 Februari, mereka datang (ke rumah kami) dan mengatakan kami harus meninggalkan tempat itu; bahwa Humera berada di wilayah Amhara dan mereka tidak memerlukan warga Tigray,” kata Negisti (nama samara), perempuan 40 tahun yang juga terusir dari rumahnya yang telah tinggal di Humera bersama ibunya.
“Mereka menangkap ibuku. Dia 67 tahun yang menderita sakit ginjal. Sebelum mereka mulai menangkap, mereka menerbitkan kartu identitas Amhara untuk beberapa warga Tigray. Tapi kemudian mereka mengatakan mereka berhenti menerbitkan kartu identitas,” jelas Negisti, yang meninggalkan Humera setelah ibunya dibebaskan setelah ditahan sepekan.
"Saya mulai takut dengan hidup saya"
Tsgay (nama samaran), seorang pendeta Kristen Ortodoks Ethiopia, ditangkap dua kali sebelum dia memutuskan meninggalkan Humera pada 24 Maret, setelah mengetahui pembunuhan empat orang yang dia kenal, termasuk seorang tetangganya yang dibantai.
“Mereka menjarah segala yang dimiliki para pria yang tewas ini,” jelas ayah tiga anak ini kepada Al Jazeera.
“Saya mulai takut dengan hidup saya. Pada malam hari, mereka selalu datang dan menembakkan senjata. Mereka tidak punya pemimpin. Mereka membunuh, memperkosa, menjarah, dan melakukan apapun yang mereka suka. Saya lebih baik lari daripada hidup dalam teror.”
Al Jazeera berusaha meminta pernyataan Presiden Negara Bagian Amhara, Agegnehu Teshager dan pendahulunya Temesgen Tiruneh, yang sekarang menjabat Dirjen Badan Keamanan Intelijen Nasional Ethiopia, terkait dugaan kejahatan yang dilakukan milisi Amhara di Tigray barat. Tapi tidak satu pun yang berhasil dimintai komentarnya.
Eritrea telah membantah tiduhan pemerkosaan dan kejahatan lainnya terhadap para tentaranya, menyebutnya “menghina” dan “sebuah serangan keji atas budaya dan sejarah rakyat kami.”
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Semua pelaku pemerkosaan sudah ditetapkan sebagai tersangka
Baca SelengkapnyaTiga pria memperkosa anak di bawah umur yang setelah menuduh korban dan pacarnya melakukan aksi perbuatan asusila di Demak.
Baca SelengkapnyaEmpat orang pelaku yang diamankan yakni seorang perempuan IN (20), dan tiga orang laki-laki yakni ER (22), HE (23), dan EY (19).
Baca SelengkapnyaTerduga pemerkosa gadis keterbelakangan mental hingga hamil enam bulan asal Banyuasin, Sumatera Selatan, IN (23), bertambah menjadi 10 orang.
Baca SelengkapnyaPrengki menyebut sebelumnya sudah dilakukan mediasi dengan beberapa terlapor.
Baca SelengkapnyaKetiga tersangka merupakan buruh pembuat batubata yang tinggal di satu kontrakan. Kepolosan korban dimanfaatkan untuk melampiaskan nafsu mereka.
Baca SelengkapnyaKorban lebih dulu dicekoki miras dengan alasan agar proses mentato tidak sakit.
Baca SelengkapnyaTiga pemuda memakai jaket hitam berboncengan menggunakan motor pelat EA 3243 EE. Tiba-tiba saja korban didekati dan diremas bokongnya.
Baca SelengkapnyaKejadian itu berawal ketika korban diajak keluar rumah oleh salah seorang pelaku inisial R yang juga merupakan teman korban.
Baca SelengkapnyaKorban dan pelaku merupakan anak di bawah umur yang sama-sama berstatus sebagai pelajar SMP.
Baca SelengkapnyaPara pelaku ditembak di bagian kaki karena melawan.
Baca SelengkapnyaPerkosaan pertama berawal saat korban main masak-masakan bersama anak tersangka.
Baca Selengkapnya