Malaysia cabut undang-undang anti-berita palsu
Merdeka.com - Parlemen Malaysia kemarin mencabut undang-undang anti-berita palsu yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan mantan Perdana Menteri Najib Razak.
Undang-undang yang menggugurkan aturan itu disetujui oleh parlemen rendah Malaysia.
Laman Channel News Asia melaporkan, Jumat (17/8), perdebatan di parlemen Malaysia berlangsung selama tiga jam hingga akhirnya semua sepakat mengambil keputusan.
-
Apa yang diklaim dihapus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
-
Siapa yang cabut laporan? Meskipun Rinoa Aurora Senduk mencabut laporan dugaan penganiayaan yang menimpa dirinya.
-
Siapa pemimpin tertinggi di Malaysia? Kekuasaan tertinggi di negara Malaysia dipegang oleh seorang raja yang bergelar Sri Paduka Baginda Yang di-Pertuan Agongkan, dipilih oleh 9 sultan melayu dan menjabat selama 5 tahun.
-
Apa bentuk pemerintahan Malaysia? Bentuk pemerintahan Malaysia adalah Monarki Parlementer. Di mana parlementer di bawah pemerintahan monarki.
-
Kenapa Pertalite diklaim dihapus? Beredar unggahan di media sosial yang mengeklaim bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dihapus pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Berikut narasinya: '1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila, Kanjuruhan berdarah. Rakyat dibunuhi.17 Agustus Hari Kemerdekaan, pertalite dihapus.Rezim Jokowi anti sejarah! Ini penghinaan pada bangsa Indonesia.'
-
Bagaimana Perdana Menteri dipilih di Malaysia? Untuk urusan kepemerintahan, Malaysia diatur oleh seorang Perdana Menteri yang berasal dari Dewan Rakyat, melalui pemilihan langsung dari rakyat dan mendapatkan persetujuan dari raja.
Kelompok pegiat hak asasi menyambut baik keputusan parlemen itu.
"Ini undang-undang yang jelas ingin membungkam kritik terhadap pemerintah dan memberangus perdebatan di tengah publik, seharusnya aturan ini tidak disetujui sejak awal," kata Teddy Baguilat, anggota parlemen ASEAN untuk hak asasi dalam pernyataan.
Pemerintahan Najib sebelumnya memberlakukan undang-undang anti-berita palsu pada April lalu dengan ancaman hukuman berupa denda hingga 500 ribu ringgit atau setara Rp 1,7 miliar dan penjara maksimal enam tahun.
Banyak kalangan menilai undang-undang itu bersifat represif dan menuding Najib ingin memberangus kebebasan berpendapat warga Negeri Jiran sebelum perhelatan pemilu pada Mei lalu. Pemerintahan Najib selama ini dituduh korup dan menyalahgunakan kekuasaan, terlebih dalam kasus skandal megakorupsi di badan pemerintah 1MDB.
Malaysia termasuk negara yang paling awal menerapkan undang-undang anti-berita palsu di ASEAN. Singapura dan Filipina mengatakan mereka juga tengah berupaya mengatasi serbuan berita palsu di jagat maya.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi membeberkan alasan menghentikan kasus Aiman.
Baca SelengkapnyaSejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaAda tiga poin tuntutan organisasi pers pada aksi unjuk rasa ini.
Baca SelengkapnyaBelum lama ini Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Palestina, mendesak penangguhan keanggotaan Israel di PBB.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaMedia siber memiliki peran penting bagi masyarakat sebagai sumber akses berita atau informasi yang cepat dan menjangkau masyarakat luas.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya menghentikan penyidikan kasus dugaan penyebaran hoaks yang menjerat Juru Bicara (jubir) Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD,
Baca SelengkapnyaCak Imin ikut mengomentari rencana RUU Penyiaran melarang jurnalisme investigasi
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca Selengkapnya