Mayoritas Masyarakat AS Salahkan Perusahaan Minyak sebagai Penyebab Perubahan Iklim
Merdeka.com - Mayoritas orang yang tinggal di Amerika Serikat memandang perubahan iklim sebagai masalah prioritas tinggi, dan banyak yang menyalahkan perusahaan minyak besar, menurut dua jajak pendapat terbaru.
Jajak pendapat yang dirilis pada Selasa dilakukan ketika Presiden AS Joe Biden berjuang mendapatkan dukungan yang cukup dari rekan-rekan Demokratnya untuk meloloskan paket program sosial besar-besaran yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk memerangi perubahan iklim.
Jajak pendapat ini juga dirilis sebelum para pemimpin dunia hadir dalam KTT Iklim PBB atau COP26 di Glasgow, Skotlandia pekan depan.
-
Apa penyebab utama dari perubahan iklim? Lebih lanjut, Rheza menambahkan bahwa terjadinya perubahan iklim juga bersumber dari aktivitas umat manusia yang banyak menyumbang karbon dioksida yang menghasilkan efek gas rumah kaca.
-
Apa yang paling sering jadi penyebab perubahan lingkungan? Salah satu penyebab perubahan lingkungan yang paling umum, yaitu kegiatan pembangunan.
-
Siapa yang paling terdampak polusi udara? 'Polusi udara yang terjadi di kota-kota besar termasuk di Jakarta memang sangat memprihatinkan. Udara yang seharusnya bersih untuk dihirup dan memenuhi paru-paru tiap individu yang hidup, apalagi anak-anak itu harus bersih,'
-
Apa yang menyebabkan perubahan iklim global? Peristiwa ini dikenal sebagai peristiwa jenkyns, di mana lava dan gas vulkanik meledak melalui celah besar di permukaan bumi, menyebabkan pemanasan global dan kepunahan tumbuhan besar-besaran.
-
Apa masalah utama pencemaran lingkungan? Sampah plastik masih menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut.
-
Apa dampak perubahan iklim bagi bumi? Hasil simulasi tersebut menyimpulkan bahwa dalam waktu 250 juta tahun, atmosfer bumi akan terkandung penuh oleh gas CO2. Kondisi ini ditambah dengan panas yang tak tertahankan dari sinar matahari yang akan membuat bumi tidak lagi menjadi tempat layak untuk mendukung kehidupan, termasuk bagi umat manusia.
Dalam peluncuran laporan iklim terbaru PBB, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres pada Selasa (26/10) mengatakan kepada wartawan, waktu hampir habis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencegah pemanasan global yang dapat merusak planet ini.
"Jam terus berdetak," jelasnya di New York, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (27/10).“Kesenjangan emisi adalah hasil dari kesenjangan kepemimpinan. Tetapi para pemimpin masih dapat menjadikan ini titik balik menuju masa depan yang lebih hijau daripada titik kritis bencana iklim.”
Jajak pendapat menunjukkan sekitar 59 persen orang Amerika menilai perubahan iklim sangat penting bagi mereka, naik dari 49 persen pada 2018.
Sementara itu, 75 persen dari mereka yang disurvei mengatakan mereka percaya perubahan iklim sedang terjadi, dan hanya 10 persen yang mengatakan tidak. Secara keseluruhan, 55 persen dari mereka yang disurvei mengatakan mereka percaya perubahan iklim sebagian besar atau seluruhnya disebabkan oleh manusia.
Sebuah survei terpisah yang dilakukan oleh YouGov dan ditugaskan oleh Guardian, Vice News, dan Covering Climate Now, menunjukkan 60 persen orang Amerika percaya perusahaan minyak dan gas "sepenuhnya atau sebagian besar" bertanggung jawab atas perubahan iklim.
Sekitar 57 persen dari mereka yang disurvei mengatakan perusahaan minyak dan gas harus membayar kerusakan yang disebabkan oleh cuaca ekstrem, sementara 60 persen mengatakan perusahaan tersebut harus membayar untuk meningkatkan infrastruktur agar lebih tahan terhadap cuaca ekstrem.
Jajak pendapat menunjukkan meningkatnya tekanan publik pada perusahaan energi, yang telah menghadapi sejumlah undang-undang terkait perubahan iklim dari pemerintah lokal dan negara bagian di seluruh AS.
Laporan PBB yang dirilis pada Selasa memberikan penilaian suram lainnya tentang perjuangan global melawan perubahan iklim.
Janji sejumlah negara untuk mengurangi emisi tidak cukup berhasil mencegah peningkatan suhu melebihi 1,5 derajat Celcius (2,7 derajat Fahrenheit) pada akhir abad ini.
Jika negara-negara di dunia menerapkan sepenuhnya tujuan emisi “net-zero” mereka saat ini pada tahun 2050, peningkatan emisi dapat dipertahankan hingga 2,2 derajat Celcius. Itu adalah target yang lebih sederhana yang ditetapkan oleh Kesepakatan Iklim Paris.
Namun, laporan tersebut mencatat banyak negara yang masih belum pasti bagaimana mereka berencana untuk mencapai janji mereka, menimbulkan keraguan tentang seberapa serius mereka mendekati tantangan tersebut.
Reporter Magang: Ramel Maulynda Rachma
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam potongan klip tersebut terdapat dua orang laki-laki yang tengah mengobrol
Baca SelengkapnyaTransisi energi menuju energi batu terbarukan bakal berdampak pada konsumsi energi fosil yang dinilai tidak ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi mengakui adanya tekanan dari sektor energi khususnya tambang
Baca SelengkapnyaBerikut cara mencegah pemanasan global demi bumi yang lebih baik di masa depan.
Baca SelengkapnyaIlmuwan meyakini bahwa poros Bumi telah bergeser dari tempatnya. Ada penyebab yang masih misteri.
Baca SelengkapnyaGolkar Institute konsisten mengangkat isu lingkungan hidup dan keberlanjutan sebagai salah satu topik yang harus menjadi perhatian pemimpin politik muda.
Baca SelengkapnyaPerubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenko Marves dan sejumlah pihak, kualitas udara di Jakarta sangat buruk pada 2019. Namun kemudian membaik saat pandemi.
Baca SelengkapnyaSelama kurang lebih dua dekade terakhir, industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara setelah pajak.
Baca SelengkapnyaTingginya polusi di Indonesia, khususnya di Jakarta, masih jadi perhatian pemerintah.
Baca SelengkapnyaPerubahan lingkungan adalah salah satu isu paling mendesak yang dihadapi dunia saat ini.
Baca SelengkapnyaArifin tak menapikkan jika kenaikan harga minyak mentah dunia bakal semakin membebani pemerintah memberikan subsidi untuk sejumlah produk BBM.
Baca Selengkapnya