Melawan Virus dengan Mikroba Demi Masa Depan Dunia
Merdeka.com - Pernah menonton film James Bond? Begitulah kira-kira latar laboratorium ini: Air jernih di bawah, Pegunungan Alpen Swiss yang tertutup salju di atas, dan fasilitas super aman yang meneliti patogen paling mematikan di dunia.
Spiez Laboratory, dikenal karena fungsinya untuk meneliti ancaman nuklir, kimia, dan biologi sejak Perang Dunia II, ditugaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun lalu untuk menjadi jaringan global pertama laboratorium dengan keamanan tinggi yang akan mengembangkan, menyimpan, dan membagikan temuan baru mikroba yang bisa menghentikan pandemi di masa yang akan datang.
Program BioHub WHO salah satunya lahir karena rintangan yang dihadapi para peneliti dalam mendapatkan sampel virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, yang pertama kali terdeteksi di China, untuk memahami bahayanya dan mengembangkan alat untuk melawannya.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Mengapa ilmuwan meneliti virus purba? Penelitian itu memberi gambaran singkat tentang bagaimana virus beradaptasi dengan perubahan iklim selama ribuan tahun.
-
Di mana para ilmuwan menemukan virus purba? Pada 2015 tim peneliti internasional menjelajah ke Gletser Guliya yang terpencil di Dataran Tinggi Tibet di Himalaya untuk mengumpulkan inti es sepanjang ratusan meter.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama ditemukan? Menurut pengumuman resmi dari Presiden Joko Widodo, kasus Covid-19 pertama di Indonesia terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, yang merupakan seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
-
Dimana virus ditemukan? Peneliti dari Universitas Northwestern telah mengidentifikasi lebih dari 600 jenis virus yang berbeda dalam 92 sampel pancuran dan 34 sampel sikat gigi, tanpa ada dua sampel yang sama.
Salah satu rintangannya adalah tidak ada jaminan untuk menerima sampel varian virus corona dari beberapa negara karena mereka tidak mau bekerja sama. Selain itu belum ada mekanisme untuk membagikan sampel untuk mengembangkan vaksin, pengobatan, atau tes tanpa melanggar perlindungan kekayaan intelektual.
"Jika kita menghadapi pandemi lain seperti virus corona, tujuannya adalah agar virus itu tetap di sana di mana dia muncul (tidak menyebar)," jelas kepala proyek BioHub di Spiez Laboratory, Isabel Hunger-Glaser, kepada Reuters.
Tersedianya sampel virus dapat membantu para ilmuwan di seluruh dunia menilai risikonya.
Eksterior Spiez Lab tidak memberikan petunjuk tentang pekerjaan berisiko tinggi di dalamnya. Arsitektur sudutnya menyerupai bangunan universitas Eropa yang didirikan pada 1970-an. Kadang-kadang, sapi merumput di halaman tengah yang hijau.
Tapi ada petugas yang ditugaskan agar tempat itu tetap terjaga keamanannya. Alarm berbunyi jika pintunya terbuka selama lebih dari beberapa detik. Petugas ini memantau beberapa layar yang menampilkan pantauan CCTV dari laboratorium dengan tindakan pencegahan Biosafety Level (BSL) terbesar.
SARS-CoV-2 diteliti di lab BSL-3, tingkat keamanan level dua. Isabel mengatakan sampel virus yang digunakan di BioHub disimpan di pembeku terkunci.
Para ilmuwan yang meneliti virus corona dan patogen lainnya mengenakan pakaian pelindung. Mereka bekerja dengan sampel di unit penahanan yang tertutup rapat. Limbah yang meninggalkan lab dipanaskan hingga 1.000 derajat Celcius untuk membunuh patogen yang menempel.
Menurut para tim, sampai saat ini belum pernah terjadi kebocoran. Reputasi itulah yang menjadi alasan utama mereka dipilih sebagai BioHub pertama WHO.
WHO dan pemerintah Swiss menggelontorkan anggaran tahunan sebesar 600.000 franc atau setara Rp 9,3 miliar untuk fase pertama.
Dikutip dari Al Arabiya, Senin (1/8), Luksemburg adalah negara pertama yang membagikan sampel varian virus corona dengan BioHub, disusul Afrika Selatan dan Inggris.
WHO mengatakan, Luksemburg mengirim sampel varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Sedangkan Afrika Selatan dan Inggris membagikan sampel varian Omicron.
Luksemburg mendapatkan sampel Omicron dari Afrika Selatan melalu laboratorium ini, kurang dari tiga pekan setelah pertama kali teridentifikasi. Hal ini memudahkan para peneliti Luksemburg mulai menilai seberapa besar risiko varian baru tersebut. Portugal dan Jerman juga menerima sampel Omicron.
Isabel mengatakan Peru, El Salvador, Thailand, dan Mesir, pada awal 2022 mengisyaratkan mereka ingin mengirim varian virus corona yang ditemukan di dalam negeri, namun mereka masih menunggu, utamanya karena tidak jelas pejabat mana di setiap negara yang harus memberikan jaminan hukum yang diperlukan.
Tantangan lainnya adalah bagaimana membagikan sampel yang digunakan dalam penelitian yang dapat menghasilkan keuntungan komersial, seperti pengembangan vaksin. Sampel BioHub dibagikan secara gratis untuk memberikan akses luas. Namun, ini menimbulkan masalah jika perusahaan farmasi menuai keuntungan dari penemuan peneliti tanpa kompensasi.
Isabel mengatakan pemikiran seputar ancaman pandemi yang muncul di masa depan harus berubah pasca-Covid.
"Jika ini benar-benar darurat, WHO bahkan harus memiliki pesawat (untuk mengirim virus ke para ilmuwan)," jelasnya.
"Jika Anda dapat mencegah penyebarannya, itu bermanfaat."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sepanjang 2023, Etana berhasil kembangkan produk bioteknologi dan vaksin.
Baca SelengkapnyaKonsumsi antibiotik sembarangan bisa menjadi penyebab terjadinya resistensi, seberapa cepat kondisi ini bisa terjadi di tubuh kita?
Baca SelengkapnyaSejumlah patogen dikhawatirkan bisa menjadi ancaman bagi munculnya pandemi baru sehingga jadi perhatian bagi Kemenkes.
Baca SelengkapnyaDari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca Selengkapnyaberhasil menghidupkan kembali virus prasejarah berusia 48.500 tahun yang terperangkap dalam permafrost (lapisan tanah beku) di Siberia.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaMeski begitu, banyak startup yang mampu bertahan karena memiliki produk yang dibutuhkan masyarakat.
Baca SelengkapnyaPenemuan ini menunjukkan virus mungkin memainkan peran lebih besar dalam evolusi kita daripada yang kita sadari.
Baca SelengkapnyaVirus adalah mikroorganisme yang sangat kecil dan tidak memiliki sel. Virus memiliki ukuran yang sangat kecil, yang hanya sampai 200 mikron.
Baca SelengkapnyaTerdapat berbagai macam virus yang dapat membawa penyakit serius.
Baca SelengkapnyaPeserta lomba yang diundang untuk mengikuti proses telah melewati seleksi yang cukup ketat, penilaian dilakukan mencakup formulir essay.
Baca Selengkapnya