Menyerah atau mati, pemberontak Suriah kini berharap pada Turki
Merdeka.com - Pemberontak Suriah di Provinsi Idlib kini kian terpojok. Setelah berperang selama tujuh tahun kini mereka harus menghadapi gempuran pasukan Suriah disokong Iran dan Rusia hingga titik darah penghabisan.
Kali ini cuma ada dua pilihan: menyerah atau mati.
Di Idlib saat ini ada puluhan ribu anggota pemberontak, termasuk kelompok radikal atau cabang Al Qaidah di Suriah yang sebelumnya bertempur untuk menggulingkan rezim Basyar al-Assad.
-
Siapa yang terlibat dalam perseteruan ini? Keputusan ini muncul sebagai bagian dari perseteruan panjangnya dengan mantan suaminya, Atalarik Syach.
-
Siapa yang terpengaruh tekanan dari luar? Individu yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) tinggi umumnya tidak mudah terpengaruh oleh tekanan dari luar.
-
Siapa yang menjadi target serangan? Sebuah laporan baru yang diterbitkan menyatakan bahwa 1,46 miliar pengguna aktif iPhone di seluruh dunia menghadapi serangan siber yang ditujukan pada ID Apple mereka.
-
Bagaimana Mesir dan Suriah menyerang Israel? Mesir akan menyerbu melalui SInai, sementara Suriah akan menyerang Israel melalui Dataran Tinggi Golan.
-
Siapa yang terlibat? Konflik pribadi adalah konflik yang melibatkan satu individu dengan individu lainnya.
-
Siapa saja yang berisiko? Salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami sindrom ini adalah individu dengan jenis penyakit Parkinson yang dikenal sebagai sindrom corticobasal (CBS), di mana sekitar 30% dari mereka dapat mengalami AHS.
Di babak akhir konflik Suriah seperti saat ini para pemberontak harus menggantungkan nasibnya kepada pihak asing. Yang paling mungkin saat ini adalah Turki.
"Seluruh dunia sudah meninggalkan kami kecuali Turki," kata Naji al-Mustafa, juru bicara kelompok Barisan Nasional untuk Pembebasan yang selama ini disokong Turki.
Ankara belakangan sudah menggelar pertemuan dengan Rusia dan Iran untuk mencapai resolusi di Idlib. Di saat yang sama Turki juga mengerahkan pasukannya di sekitar Idlib buat bersiaga.
Dilansir dari laman AP, Selasa (18/9), sambil menyerukan dukungan dari Amerika Serikat dan Eropa, Turki kini berusaha menekan Rusia untuk menerima usulan solusi bagi Idlib guna menghindari bentrokan.
Kemarin Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk kedua kalinya bertemu Presiden Vladimir Putin di Sochi, Rusia.
"Setelah membuktikan pengaruhnya di Suriah dan Timur Tengah, Rusia kini ingin menarik Turki dari negara Barat," ujar pengamat hubungan Turki-Arab, Mustafa Ellabbad yang menulis untuk koran Kuwait, Al-Qabas.
Sejak menguasai Provinsi Idlib, seluas Lebanon, pada 2015, kaum pemberontak menguasai sebagian besar wilayah ini. Idlib memiliki akses ke perbatasan Turki. Pasokan senjata dan bantuan logistik serta kemanusiaan juga melewati jalur dari Turki.
Dari sekitar 60 ribu anggota pemberontak, ada sedikitnya 10 ribu militan jaringan Al Qaidah seperti Hayah Tahrir al-Syam. Ribuan militan asing dari China, Eropa, dan Timur Tengah juga menjadi tulang punggung kelompok radikal di Idlib.
"Pemberontak berharap Turki bisa mendukung mereka untuk mendirikan sebuah republik di sebelah utara Suriah yang dilindungi Turki seperti layaknya Siprus Utara," kata Fabrice balanche, pengamat Suriah di Institut Washington.
Dalam unjuk rasa di Idlib selama dua pekan terakhir, massa turun ke jalan seraya menolak sebutan provinsi itu adalah sarang kaum ekstremis. Ribuan orang mengibarkan bendera oposisi.
Sejumlah spanduk bertuliskan 'Pemberontak adalah harapan kami dan Turki adalah saudara kami'.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Juli lalu perlemen Turki mengajukan rancangan undang-undang untuk mencabut kewarganegaraan Turki bagi mereka yang ikut berperang membantu Israel di Gaza.
Baca SelengkapnyaErdogan menyampaikan kecamannya saat menghadiri demo bela Palestina di Istanbul.
Baca SelengkapnyaIni disebabkan perang genosida Israel di Jalur Gaza, Palestina.
Baca SelengkapnyaErdogan salah satu pemimpin dunia yang mengeca keras agresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina.
Baca SelengkapnyaAgresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina, dimulai sejak 7 Oktober dan telah menewaskan lebih dari 10.000 warga sipil.
Baca SelengkapnyaPejuang yang baru direkrut menjadi bagian dari pasukan militer Houthi menyatakan siap berperang di Gaza.
Baca SelengkapnyaIsrael Umumkan Bakal Tarik Mundur Ribuan Pasukan dari Gaza, Ternyata Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaSurat usulan embargo yang ditandatangani 52 negara dikirim ke PBB.
Baca Selengkapnya