"Saya Cekoki Obat ke Anak-Anak Saya yang Kelaparan Agar Mereka Tertidur"
Merdeka.com - Orang-orang Afghanistan dilanda kelaparan. Ada yang terpaksa menjual anak-anak perempuan mereka. Ada juga yang menjual organ tubuh mereka demi bertahan hidup.
Orang tua lain memberikan obat ke anak-anak mereka yang kelaparan agar mereka tertidur dan melupakan rasa lapar mereka.
"Anak-anak kami tetap menangis, dan mereka tidak bisa tidur. Kami tidak punya makanan," kata Abdul Wahab, dikutip dari BBC, Kamis (24/11).
-
Apa yang dikorbankan? Anak laki-laki dan perempuan menjadi sasaran pembunuhan ritual pada masa itu, namun karena sebagian besar korban adalah remaja, para peneliti kesulitan untuk menentukan jenis kelamin yang tepat.
-
Kenapa anak-anak dikorbankan? Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
-
Mengapa anak-anak dikorbankan? Pemakaman anak-anak di gundukan ini mungkin merupakan persembahan untuk memberi energi pada ladang,' kata Prieto, seperti dikutip Live Science.
-
Bagaimana anak-anak dikorbankan? 76 anak-anak itu dibelah dadanya dan dalam keadaan telanjang dengan pakaian berada di sampingnya. Dada mereka telah dipotong terbuka dari tulang selangka hingga ke tulang dada. Tulang rusuk mereka dipaksa terbuka, yang kemungkinan untuk mendapatkan akses ke jantung mereka.
-
Dimana anak-anak dikorbankan? Sejauh ini, para peneliti baru bisa mengidentifikasi sisa-sisa 64 anak dari total 106 anak yang ditemukan pada 1967, di sebuah tangki air bawah tanah yang dikenal sebagai chultun, di situs Chichén Itzá, Meksiko Selatan.
-
Mengapa pelaku memperdagangkan bayi? Motif ketiga pelaku memperdagangkan bayi-bayi malang itu hingga kini masih diselidiki.
"Jadi kami pergi ke apotek, membeli tablet dan memberikannya ke anak-anak kami agar mereka ngantuk," lanjutnya.
Abdul Wahab tinggal di luar Herat, di sebuah permumikan yang terdiri dari ribuan rumah kecil yang terbuat dari tanah. Di sana tinggal para pengungsi akibat perang dan bencana alam.
Saat ditanya berapa banyak warga yang memberi obat ke anak-anak mereka, Abdul Wahab menjawab: "Banyak."
Ghulam Hazrat mengeluarkan satu lembar pil dari sakunya. Obat itu adalah alprazolm, biasanya diberikan untuk mengobati kecemasan.
Ghulam punya enam anak, anak yang paling kecil berusia satu tahun yang juga diberi obat tersebut.
Di tempat lain, Ammar (nama samaran) bertahan hidup dengan menjual ginjalnya tiga bulan lalu. Dia menunjukkan bekas jahitan sepanjang 9 inchi di pinggangnya.
"Tidak ada jalan keluar lain. Saya pernah mendengar Anda bisa menjual ginjal di rumah sakit daerah. Saya ke sana dan mengatakan saya ingin menjual ginjal. Beberapa pekan kemudian saya mendapat telepon yang meminta saya datang ke rumah sakit," jelasnya.
"Mereka melakukan beberapa pemeriksaan, lalu mereka menyuntik saya sehingga saya tidak sadarkan diri. Saya takut tapi saya tidak punya pilihan."
Ammar dibayar sekitar 270.000 Afghani atau sekitar Rp48 juta. Uang itu sebagian besar habis untuk membayar utang yang dia gunakan untuk memberi makan keluarganya.
"Jika kami makan satu malam, malam berikutnya kami tidak makan. Setelah menjual ginjal, saya merasa tidak utuh. Saya merasa putus harapan. Jika hidup terus menerus begini, saya merasa saya bisa mati," kata Ammar.
Seorang ibu muda juga mengaku telah menjual ginjalnya tujuh bulan lalu yang digunakan untuk membayar utang. Ibu muda ini menjual ginjalnya seharga 240.000 Afghani atau sekitar Rp42 juta. Namun itu juga tidak cukup.
"Sekarang kami terpaksa menjual putri kami yang berusia dua tahun. Orang-orang yang kami utangi menghina kami setiap hari, mengatakan beri kami putrimu jika kamu tidak bisa membayar kami," ujarnya.
"Saya merasa malu dengan situasi kami. Kadang-kadang saya merasa lebih baik mati daripada hidup seperti ini," kata suami ibu muda tersebut.
Warga lainnya, Nizamuddin juga terpaksa menjual anak perempuannya yang berusia lima tahun seharga 100.000 Afghani atau sekitar Rp17,5 juta.
"Kami paham itu melawan hukum Islam, dan kami membahayakan anak-anak kami, tapi tidak ada cara lain," kata ketua komunitas, Abdul Ghafar.
Bagaimana pemerintahan Taliban mengatasi kelaparan ini? Juru bicara Taliban di Provinsi Herat, Hamidullah Motawakil mengatakan situasi ini akibat sanksi internasional dan pembekuan aset Afghanistan.
"Pemerintahan kami berusaha mengidentifikasi berapa banyak orang yang membutuhkan. Banyak orang yang bohong soal kondisi mereka karena mereka berpikir mereka bisa dapat bantuan," jelasnya.
Dia juga mengatakan Taliban berusaha menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kami ingin membuka tambang bijih besi dan proyek pipa gas," ujarnya.
Kelaparan merupakan pembunuh yang lamban dan senyap, dampaknya tidak selalu langsung terlihat.
Jauh dari perhatian dunia, skala krisis di Afghanistan mungkin tidak akan pernah disorot, karena tidak ada yang memperhitungkan.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bencana kelaparan yang semakin parah membuat anak-anak Jalur Gaza harus ikut berjuang untuk mendapatkan makanan.
Baca SelengkapnyaCurhatan dua anak perempuan Palestina ini begitu menyayat hati. Keduanya kini hidup dalam kondisi memprihatinkan. akibat penjajahan Israel atas Palestina.
Baca SelengkapnyaAnak-anak Palestina yang mengungsi di Rafah terpaksa menjadi pedagang untuk bertahan hidup di tengah konflik.
Baca SelengkapnyaDitinggal orangtua, dua bocah ini harus tinggal sebatang kara. Aksi kakak rawat adik seadanya begitu menyayat hati.
Baca SelengkapnyaPelaku berinisial MF ditangkap polisi atas laporan menjual anak di bawah umur.
Baca SelengkapnyaSaking Kelaparan, Bocah Palestina di Gaza Makan Baterai Jam Buatan Indonesia, Dikira Permen
Baca SelengkapnyaAnak kecil ini minta ibunya menjual mobil yang kemudian digunakan untuk donasi ke Palestina
Baca Selengkapnya