Otak Buatan Ilmuwan di Laboratorium Mampu Main Video Game
Merdeka.com - Sebuah sel otak yang dikembangkan tim ilmuwan dalam lab berhasil merasakan dan merespons lingkungan sekitar. Dr Brett Kagan, seorang ilmuwan dari perusahaan Corctical Labs mengungkap jika “ciptaannya” itu adalah otak makhluk pertama yang tumbuh di dalam petri dish (piring kaca).
Dr Kagan dan timnya mengembangkan otak yang dibentuk dari campuran sel otak manusia asli dan beberapa embrio tikus yang berhasil tumbuh menjadi 800,000 sel.
“Kami tidak dapat menemukan istilah yang lebih baik untuk menggambarkan perangkat (otak) ini,” kata Dr Kagan, seperti dilansir BBC, Rabu (12/10).
-
Apa kontribusi ilmuwan ini? Salah satu kontribusi terpenting Brahe adalah pengamatan yang sangat akurat terhadap gerakan planet Mars. Data yang dikumpulkannya menjadi landasan penting bagi Johannes Kepler dalam pengembangan hukum gerak planet.
-
Apa yang ditemukan ilmuwan? Menariknya, para ilmuwan baru-baru ini menemukan salah satu fosil burung terror yang diyakini menjadi yang terbesar yang pernah ditemukan.
-
Siapa ilmuwan yang memimpin penelitian? Untuk menganalisis data dalam jumlah besar ini, ilmuwan utama Dr. Adriana Dutkiewicz bekerja sama dengan ahli dari National ICT Australia (NICTA) untuk mengembangkan peta interaktif menggunakan algoritma.
-
Apa yang dicapai oleh para ilmuwan dalam koneksi internet? Tim peneliti internasional telah menciptakan koneksi internet dengan kecepatan yang 4,5 juta kali lebih kencang daripada rata-rata kecepatan internet pita lebar (broadband) rumahan. Mereka telah berhasil mengirimkan data sebesar 301 terabit (Tb) atau 301 juta megabit (Mb) per detik, seperti dikutip dari situs Universitas Aston, Interesting Engineering, dan The Independent, Kamis (28/3).
“Ia (otak) mampu mengambil informasi dari sumber eksternal, memprosesnya, dan kemudian meresponsnya secara langsung,” lanjutnya.
Ilmuwan-ilmuwan lain turut senang dengan keberhasilan Dr Kagan. Namun tidak sedikit ilmuwan-ilmuwan lain yang menganggap Dr Kagan telah melewati batas.
Sebelumnya, otak mini (otak kecil) pertama kali dikembangkan pada 2013 lalu. Pengembangan itu ditujukan untuk mempelajari mikrosefali atau kelainan genetik di mana otak terlalu kecil.
Semenjak itu, penelitian otak mini telah digunakan untuk penelitian perkembangan otak.
Namun hanya kali ini ilmuwan berhasil membuat otak itu merasakan lingkungan sekitarnya, bahkan sel otak itu memainkan video game terkenal tahun 1970an, yaitu Pong. Tim ilmuwan menjelaskan, mereka menghubungkan otak mini itu dengan video game melalui elektroda (penghantar listrik).
Setelah dihubungkan, sel otak mini itu memproduksi aktivitas listrik mereka sendiri. Bola dan pemukul ping pong pun juga bergerak.
Bahkan ketika bola meleset dari pemukul ping pong dan game mengulang, otak mini itu mengalibrasi situasi yang akan terjadi selanjutnya.
Otak mini itu sering gagal menangkis bola. Dan semakin lama permainan berlangsung, semakin sedikit otak itu memproduksi listrik.
Keberhasilan itu mendorong kepercayaan Dr Kagan tentang suatu saat penelitiannya dapat memajukan pengujian dan perawatan penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer.
“Ketika orang melihat otak di piring, pada saat itu mereka melihat apakah ada aktivitas atau tidak ada aktivitas. Tapi tujuan sel otak adalah memproses informasi secara langsung. Memanfaatkan fungsi mereka yang sebenarnya membuka lebih banyak area penelitian yang dapat dieksplorasi secara komprehensif,” jelas Dr Kagan.
Dr Kagan mengungkap dia ingin menguji otak itu ketika terkena alkohol untuk penelitian selanjutnya. Jika otak mini itu memiliki reaksi yang sama dengan otak manusia, maka penelitian itu mampu untuk menggantikan penelitian eksperimental lainnya.
Bagi peneliti lain, otak mini Dr Kagan bukanlah makhluk hidup karena tidak memiliki perasaan dan sensasi.
“Ada informasi yang diedarkan dan digunakan dengan jelas, menyebabkan perubahan, sehingga stimulus yang mereka terima ‘dipikirkan’ secara mendasar,” jelas Dr Dean Burnett, dari Sekolah Psikologi Cardiff.
Dr Burnett sendiri lebih menganggap otak mini Dr Kagan hanya memiliki “sistem berpikir”.
Meski demikian, Dr Kagan tetap akan melanjutkan penelitiannya dan tetap berjalan sesuai dengan etika biologi agar dia dan timnya tidak sengaja membuat otak yang memiliki kesadaran.
“Kita harus melihat teknologi baru ini sangat mirip dengan industri komputer yang baru lahir, ketika transistor pertama adalah prototipe buruk, tidak terlalu andal – tetapi setelah bertahun-tahun melakukan penelitian khusus, mereka menghasilkan keajaiban teknologi besar di seluruh dunia,” jelas Dr Kagan.
“Otak mini belajar tanpa diajarkan sehingga lebih mudah beradaptasi dan fleksibel,” jelas rekan Dr Kagan, Profesor Karl Kriston dari Universitas London.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain ilmuwan jempolan, sosok ini ternyata punya kebiasaan di luar dugaan banyak orang.
Baca SelengkapnyaAda tujuan tertentu para ilmuwan Korea Selatan membuat teknologi pengendali pikiran jarak jauh.
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan ilmuwan tentang kemungkinan manusia bisa mengunggah pikirannya dalam sebuah komputer.
Baca SelengkapnyaIni merupakan terobosan pertama dalam bidang biokomputasi.
Baca SelengkapnyaBeberapa tahun lalu pernah dilakukan penelitian tentang otak Albert Einstein. Tapi apakah ada perbedaan dengan manusia lainnya?
Baca SelengkapnyaDedikasi mereka sebagai pendidik juga telah meninggalkan jejak mendalam, mendorong terciptanya terobosan-terobosan ilmiah yang mengubah dunia.
Baca SelengkapnyaPermainan Mancala atau yang dikenal sebagai “congklak” atau “dakon” di Indonesia, mungkin berasal dari tahun 6000 SM di Yordania.
Baca SelengkapnyaDi ruang kelas virtual, Albert Einsten mengajarkan teori permainan kepada para mahasiswa yang memakai headset virtual reality.
Baca SelengkapnyaSekarang, para ilmuwan telah menemukan cara untuk menghasilkan otak mini secara langsung dari jaringan otak janin.
Baca SelengkapnyaBerikut ilmuwan yang nekat melakukan eksperimen membahayakan nyawanya.
Baca SelengkapnyaKeduanya adalah orang-orang jenius. Tapi ternyata ada perbedaan 'level' kejeniusannya. Apa itu?
Baca Selengkapnya