Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Panas Dingin Hubungan China-Australia karena Demo Hong Kong

Panas Dingin Hubungan China-Australia karena Demo Hong Kong Unjuk Rasa di Hong Kong Rusuh. ©REUTERS / Tyrone Siu

Merdeka.com - Duta Besar China untuk Australia Cheng Jingye memperingatkan pemerintah Australia untuk tidak ikut campur urusan negaranya, dengan mendukung "kekerasan radikal" di Hong Kong. Peringatan ini dikemukakan seiring dengan meningkatnya ketegangan diplomatik antar negara.

Dikutip dari laman The Sydney Morning Herald dan The Age, Cheng mengatakan bahwa urusan Hong Kong adalah urusan internal Negeri Tirai Bambu. Dirinya memperingatkan, segala upaya untuk mencampuri masalah di Hong Kong pasti akan gagal, seiring dengan protes pro-demokrasi yang kembali terjadi pada Minggu (18/8) kemarin.

Intervensi pemerintah Australia dilakukan menyusul desakan Perdana Menteri Scott Morrison agar Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mendengarkan demonstran, serta membuat keputusan perdamaian.

Usulan Morrison memunculkan kekhawatiran dari beberapa pendukung Liberal. Mereka berpendapat, Australia telah gagal merespons secara efektif terhadap meningkatnya pengaruh China.

Juru Bicara Urusan Luar Negeri Partai Buruh, Penny Wong meminta Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne untuk memberi arahan kepada semua anggota parlemen dalam rangka menjaga hubungan antara China dan Australia, sehingga hubungan dua negara tidak bertambah buruk.

Dalam pernyataannya menanggapi Australia, Cheng mengatakan bahwa demonstrasi Hong Kong telah berubah menjadi aksi radikal, keras, dan ilegal. Menurutnya, aksi radikal itu bertujuan merusak format "satu negara, dua sistem" yang selama ini dianut Hong Kong.

"Tidak ada pemerintah bertanggung jawab yang akan duduk dan diam," katanya menanggapi situasi Hong Kong.

Kebebasan berekspresi kami terancam

Sebelumnya, Inggris dan Kanada juga mengeluarkan peringatan agar otoritas lokal menghindari urusan dengan China. Pemerintah China telah meningkatkan upaya untuk mengatasi konflik dengan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong. Cheng juga menyebutkan tekad China untuk melindungi "satu negara, dua sistem". Dirinya berharap, keputusan tersebut harus diakui oleh negara-negara yang memberi komentar tentang demo Hong Kong.

Minggu (18/8) sore, kerumunan demonstran berbalut pakaian serba hitam memadati Victoria Park, Hong Kong. Jackie, wanita berusia 50 tahun mengatakan, dia datang karena mungkin aksi itu menjadi kesempatan terakhir untuk protes.

"Saat ini, kebebasan berekspresi kami terancam. Sekarang kebebasan berekspresi sudah dilarang. Tetapi, jika kami tidak datang hari ini, siapa yang akan tahu apa yang akan terjadi nanti," ungkap Jackie, seperti yang dikutip Sydney Morning Herald. "Kami masih harus berjuang untuk Hong Kong," tegasnya.

Peserta unjuk rasa lain, Lam (40) mengatakan bahwa pemerintah tidak mendengarkan rakyat. Menurutnya, Carrie Lam sebagai pemimpin tertinggi Hong Kong tidak melakukan tugasnya.

Aksi di Victoria Park dua hari lalu dikabarkan berjalan damai. Aksi itu dilakukan untuk menunjukkan dukungan damai atas gerakan protes di Bandara Hong Kong yang berakhir ricuh, Selasa pekan lalu.

Sementara itu, pemerintah China daratan telah mengeluarkan peringatan untuk menurunkan polisi bersenjata, jika kekerasan di Hong Kong terus meningkat.

Masalah Hong Kong adalah masalah dunia

Aksi Protes melanda Hong Kong sejak Juni, akibat Rancangan Undang-undang (RUU) ekstradisi direncanakan. RUU tersebut memungkinkan warga Hong Kong untuk ditahan dan diadili di pengadilan China. Sejak saat itu, para pengunjuk rasa mengajukan menuntut agar RUU dibatalkan dan Carrie Lam mundur dari jabatannya sebagai pemimpin Hong Kong.

Setelah mendapat protes, RUU ekstradisi ditangguhkan, tetapi tidak dicabut sepenuhnya. Carrie Lam hingga saat ini pun masih enggan mundur dari jabatannya.

Menurut Cheng, aksi demonstran Hong Kong sangat membahayakan kemakmuran dan stabilitas Hong Kong. Selain itu, Cheng berpendapat pemerintah negara lain tidak seharusnya mendukung aksi radikal, seperti yang dilakukan para demonstran.

"Pemerintah dan entitas asing harus secara ketat mematuhi hukum internasional dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, tidak mendukung radikal, tidak ikut campur urusan Hong Kong dan urusan internal China dalam bentuk apa pun," tegas Cheng.

Khusus menanggapi Australia, Cheng berharap agar masyarakat Australia melihat masalah Hong Kong sesuai dengan situasi di sana dan bertindak demi kepentingan kemakmuran, stabilitas, dan supremasi hukum di Hong Kong.

Sementara itu, Anggota Dewan Australia, Wong meminta pemerintah menegaskan kepentingan dan nilai-nilai Australia.

"Apa yang terjadi di Hong Kong adalah masalah kita, masalah bagi dunia," katanya.

Reporter Magang: Anindya Wahyu Paramita

(mdk/pan)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Panas! Ini Momen Kapal China Serang dan Blokade Kapal Filipina di Laut China Selatan
FOTO: Panas! Ini Momen Kapal China Serang dan Blokade Kapal Filipina di Laut China Selatan

Konflik Laut China Selatan kembali memanas. Kapal China Coast Guard menembakkan meriam air dan memblokade kapal Filipina.

Baca Selengkapnya
China Geram, Amerika Serikat Beri Dana Bantuan Militer Rp8,1 Triliun ke Filipina
China Geram, Amerika Serikat Beri Dana Bantuan Militer Rp8,1 Triliun ke Filipina

Aksi Manila ini sering memicu konflik terbuka dengan penjaga pantai China.

Baca Selengkapnya
DPR RI Ajak Komitmen Bersama Jaga Perdamaian, Stabilitas dan Kemakmuran ASEAN
DPR RI Ajak Komitmen Bersama Jaga Perdamaian, Stabilitas dan Kemakmuran ASEAN

Anggota BKSAP Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin tekankan pentingnya komitmen bersama untuk menjaga perdamaian.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Paspampres Bikin Salfok saat Jokowi di Australia, Ada WNI sampai Cium Tangan
VIDEO: Paspampres Bikin Salfok saat Jokowi di Australia, Ada WNI sampai Cium Tangan

Jokowi bertolak ke Australia untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN-Australia yang dihelat di Melbourne, Senin (4/3).

Baca Selengkapnya
Q & A: Mengapa Korea Selatan Tiba-Tiba Umumkan Darurat Militer? Ini Duduk Perkaranya
Q & A: Mengapa Korea Selatan Tiba-Tiba Umumkan Darurat Militer? Ini Duduk Perkaranya

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol kemarin mengumumkan darurat militer hingga memicu krisis politik terburuk dalam beberapa dasawarsa.

Baca Selengkapnya
FOTO: Akhir Manis Demonstrasi Menuntut Presiden Yoon Mencabut Darurat Militer di Korsel
FOTO: Akhir Manis Demonstrasi Menuntut Presiden Yoon Mencabut Darurat Militer di Korsel

Aksi menolak darurat milter Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di Gedung Parlemen Majelis Nasional Seoul.

Baca Selengkapnya
Ke Filipina, Jokowi Bertemu Presiden Marcos Bahas Konflik Laut China Selatan
Ke Filipina, Jokowi Bertemu Presiden Marcos Bahas Konflik Laut China Selatan

Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Filipina.

Baca Selengkapnya
Presiden Korea Selatan Tegaskan Tak Akan Mundur, Bela Pernyataan Darurat Militer
Presiden Korea Selatan Tegaskan Tak Akan Mundur, Bela Pernyataan Darurat Militer

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menolak mundur meski dikecam, tegaskan bahwa deklarasi darurat militer sudah sesuai hukum.

Baca Selengkapnya
FOTO: Panas! Korut Tembakkan 200 Peluru Artileri, Korsel Murka Langsung Beri Balasan
FOTO: Panas! Korut Tembakkan 200 Peluru Artileri, Korsel Murka Langsung Beri Balasan

Ketegangan ini membuat Korsel memerintahkan seluruh warganya di dua pulau terpencil untuk mengungsi ke tempat perlindungan bom.

Baca Selengkapnya
Konflik LCS, Kepala Bakamla Ingin TNI Diperkuat Melebihi China
Konflik LCS, Kepala Bakamla Ingin TNI Diperkuat Melebihi China

Irvansyah juga mengusulkan Kota Ranai di Natuna dibuat seperti stasiun atau pangkalan untuk titik kumpul anggota.

Baca Selengkapnya
Eks Menteri Jokowi Periode Pertama Demo Kawal Putusan MK: Jangan Dibajak, Jangan Dilumpuhkan
Eks Menteri Jokowi Periode Pertama Demo Kawal Putusan MK: Jangan Dibajak, Jangan Dilumpuhkan

Lukman menegaskan, masyarakat Indonesia harus bersatu menjaga demokrasi agar tidak dibajak oleh kepentingan penguasa.

Baca Selengkapnya
Sejarah 3 Oktober 1951: Pecahnya Pertempuran Maryang San dalam Perang Korea
Sejarah 3 Oktober 1951: Pecahnya Pertempuran Maryang San dalam Perang Korea

Pertempuran besar ini bertujuan untuk mengusir pasukan Tiongkok dari bukit-bukit yang strategis, seperti Kowang san dan Maryang san.

Baca Selengkapnya