Pantauan Terakhir Satelit NASA Soal Aktivitas Gunung Anak Krakatau
Merdeka.com - Terjangan tsunami Anyer pada Sabtu 22 Desember 2018 malam sempat dilaporkan terjadi akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau. Kemudian BMKG menyebut bahwa penyebabnya adalah longsoran laut di sekitar kawasan gunung api di tengah Selat Sunda tersebut.
Kendati demikian belum dapat didapati penyebab pasti tsunami Anyer tersebut. Terlepas dari masih dilakukannya penelitian terhadap penyebab tsunami Anyer, namun aktivitas Gunung Anak Krakatau memang dilaporkan tengah bergejolak dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut laporan situs web NASA Earth Observatory pada Minggu (23/12/2018), aktivitas Gunung Anak Krakatau bukanlah hal yang aneh, di mana letusan telah terjadi secara sporadis selama beberapa dekade terakhir.
-
Kapan Gunung Krakatau meletus? Letusan dahsyat Gunung Krakatau terjadi pada 27 Agustus 1883.
-
Kapan letusan gunung berapi terjadi? Berdasarkan kisah nyata letusan gunung berapi Cumbre Vieja di Pulau La Palma pada tahun 2021, film ini menampilkan ketegangan, hubungan keluarga, serta dilema hidup dan mati.
-
Dimana letusan gunung berapi terjadi? Pertanyaan tersebut menjadi fokus perhatian para peneliti yang mengunjungi dataran tinggi luas dan berbatu di India Barat yang terbentuk oleh lava cair, di mana mereka melakukan pengeboran batu dan mengumpulkan sampel untuk dianalisis.
-
Kapan Gunung Slamet mengalami peningkatan aktivitas terakhir? Lebih lanjut, Sukedi mengakui berdasarkan pengamatan dalam 20 tahun terakhir, peningkatan aktivitas Gunung Slamet terjadi hampir tiap lima tahun sekali, yakni pada tahun 2004-2005, 2018-2009, 2014, dan terakhir pada bulan Agustus 2018 hingga 2019.
-
Apa itu Fenomena Alam? Peristiwa-peristiwa non artifisial yang dihasilkan oleh misteri alam tersebut dikenal dengan istilah fenomena alam.
Sebelumnya, letusan dahsyat Gunung Krakatau terjadi pada 26 Agustus 1883, yang menyebabkan lebih dari 35.000 orang tewas, dan disebut sebagai bencana terburuk di sepanjang Abad ke-19.
Namun, menurut analisa NASA, agak tidak biasa bagi satelit untuk menangkap citra yang jelas tentang erupsi Gunung Anak Krakatau Abad ke-21, tepatnya terakhir pada Setember 2018.
Pencitraan spektro radiometer resolusi menengah (MODIS) pada satelit Aqua milik NASA menangkap jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau 24 September lalu, menyusul citra serupa yang ditangkap oleh Instrumen Multi Spektral (MSI) pada satelit Sentinel-2 milik Badan Antariksa Eropa pada 22 September.
Kedua citra satelit menunjukkan abu vulkanik dan uap mengalir ke barat daya di atas perairan Selat Sunda. Sumber-sumber lokal melaporkan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau telah berlangsung sejak 19 Juni 2018. Gumpalan abu telah diamati naik ke ketinggian hingga 1,8 kilometer.
Per 24 September, letusan belum mempengaruhi perjalanan udara di Asia Tenggara, menurut laporan berita. Status peringatan lokal tetap pada "waspada" yang merupakan tingkat peringatan tertinggi kedua.
Jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau juga dilaporkan tertangkap kamera Stasiun Luar Angkasa Internasional pada 24 September, yang dipotret oleh astronot Alexander Gerst dari Badan Antariksa Eropa.
Sumber: Liputan6Reporter: Happy Ferdian Syah Utomo
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gunung Anak Krakatau kini berada pada status level III atau siaga.
Baca SelengkapnyaGunung Anak Krakatau melontarkan abu dengan tinggi kolom hingga 1.400 meter di atas puncak atau sekitar 1.557 meter di atas permukaan laut.
Baca SelengkapnyaBaru-baru ini Gunung Krakatau kembali erupsi pada Kamis (7/12) siang dengan tinggi kolom abu vulkanik 1.200 meter di atas puncak.
Baca SelengkapnyaTeramati kolom abu setinggi 800 meter dari puncak gunung dan guguran material ke arah Besuk Kobokan.
Baca SelengkapnyaGunung Slamet punya karakteristik yang "tenang namun menghanyutkan"
Baca SelengkapnyaGunung Semeru yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dengan Malang, Jawa Timur (Jatim) berulang kali erupsi pada Kamis (13/6).
Baca SelengkapnyaDentuman Terdengar saat Erupsi Gunung Marapi, Ini Penjelasan Badan Geologi
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan ilmuwan mengenai fenomena gunung meletus di akhir tahun.
Baca SelengkapnyaPada kurun waktu 15 hari, Gunung Raung sudah mengalami gempa tektonik sebanyak 71 kali.
Baca SelengkapnyaUntuk menikmati gunung ini, para pengunjung disarankan untuk datang pada waktu malam hari hingga pagi hari menuju matahari terbit.
Baca SelengkapnyaGunung Ile Lewotolok menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu sepekan mulai dari 16 hingga 22 April.
Baca SelengkapnyaGunung ini terbentuk dari letusan gunung berapi Ranakah Poco Mandasawu pada tahun 1987.
Baca Selengkapnya