Pemerintah berharap hasil pemilu Singapura untungkan Indonesia

Merdeka.com - Pemilihan umum parlemen di Singapura tengah berlangsung hari ini, Jumat (11/9). Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, mengharapkan pemilihan umum ini nantinya juga akan berdampak baik kepada Indonesia.

"Hubungan Indonesia dengan Singapura sangat erat, jadi kita mengharapkan siapapun yang menang dapat semakin meningkatkan hubungan kedua negara," ujar pria yang kerap disapa Tata di kantornya, Jakarta.

Hubungan dua negara tetangga ini memang erat dalam segala bidang, seperti bidang ekonomi, budaya, dan politik. Hubungan yang erat ini diharapkan lebih baik lagi setelah pemilihan umum tersebut.

Hingga berita ini dilansir, TPS masih dibuka, namun persiapan penghitungan suara mulai digelar di beberapa distrik. Dilaporkan dari 2,4 juta pemilih terdaftar di Singapura, 1,15 juta warga menggunakan hak suaranya.

Tempat pemungutan suara dibuka sejak pukul 8 pagi hingga 8 malam waktu setempat. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong telah memberikan hak suaranya. Ketua Partai Aksi Rakyat (PAP) yang terus berkuasa sejak Singapura merdeka itu optimis kembali memenangi pemilu. "Kami telah melakukan yang terbaik untuk rakyat," ujarnya.

Pemilu ke-12 selama Singapura berdiri ini cukup berbeda dari biasanya. Sekarang 89 kursi di parlemen terbuka untuk calon manapun. Selain itu, delapan partai oposisi semakin solid, ini jumlah oposisi terbanyak sejak Singapura merdeka pada 1965. Misalnya Partai Pekerja, Partai Solidaritas Nasional, hingga Partai Demokratik Singapura.

Belum lagi mempertimbangkan ada dua kandidat independen maju mewakili warga Distrik Bukit Batok dan Radin Mas. Ini adalah fenomena kedua setelah pertama kali muncul pada 2001.

"Kecuali ada hal yang luar biasa, saya memprediksi PAP akan menang menang. Tapi kursi oposisi bisa meningkat lebih besar dibanding pemilu sebelumnya," kata Direktur Asia Institute, University of Tasmania, James Chin.

Beberapa isu yang dianggap jadi sumber kekecewaan rakyat pada rezim PAP adalah semakin mahalnya biaya hidup, lembeknya pemerintah Singapura dianggap pada imigran yang kemudian mengambil lahan pekerjaan warga pribumi, hingga perlambatan ekonomi.