Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Penculikan ABK menguak nasib suram buruh kapal Indonesia

Penculikan ABK menguak nasib suram buruh kapal Indonesia Rizki Octavian dari SBMI. ©2016 Merdeka.com/Muhammad Radityo

Merdeka.com - Nasib Anak Buah Kapal (ABK) khususnya mereka yang bekerja di kapal asing penangkap ikan memprihatinkan. Mantan anak buah kapal mengibaratkan nasib mereka laiknya 'yatim piatu' tanpa kejelasan kontrak hak dan kewajiban yang berlaku. Serangkaian insiden penculikan ABK asal Indonesia di perairan selatan Filipina tahun ini semakin membuka mata semua pemangku kepentingan, bahwa industri berbasis kelautan - baik milik asing maupun dalam negeri - terlalu lama dibiarkan bertindak serampangan tanpa memberi perlindungan memadai bagi para pekerjanya.

Rizky Octavian, perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menuturkan pelbagai masalah umum yang kerap dihadapi para ABK, terutama di kapal-kapal penangkap ikan.

Banyak sekali buruh kapal asal Tanah Air diiming-imingi upah besar, mencapai USD 300 per bulan, dengan pembekalan seadanya tanpa kejelasan seperti surat kontrak dari si perekrut.

"Hal mendasar adalah upah yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, kontrak kerja yang tidak dipegang salinannya (karena kebijakan perusahaan), dan kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan penggambaran saat pelatihan," ujarnya dalam Focus Group Discussion di Hotel Four Points, Bandung, Senin (1/8).

Kebanyakan ABK asal Indonesia bekerja di kapal asing penangkap ikan direkrut dari daerah yang notabene bukan wilayah pesisir, seperti Indramayu, Brebes, Tegal, dan Pekalongan. "Tidak memiliki skill mumpuni dan himpinan ekonomi menjadi pengangguran mendesak mereka menjadi ABK penangkap ikan di kapal asing," sambungnya.

Jalur perekrutan tidak jelas melalui calo lepas yang tidak diketahui juntrungannya.

"Ketika mereka telah bermasalah, pihak pelapor tidak mengetahui siapa si perekrut. Tidak ada dokumen legal yang jelas, sehingga polisi pun kesulitan melacak kasus ini," jelasnya.

Terakhir, Rizky menegaskan bila permasalah ABK penangkap ikan di kapal asing kasusnya tidak sebatas internal saja. Mantan ABK yang pernah berlayar di Cape Town, Afrika Selatan ini juga menemukan masalah dengan instansi pemerintah terkait saat kapal asing ini sedang transit.

"Tidak selalu ada KJRI di tempat transit, meski demikian ke depan harus ada perwakilan yang bertugas untuk pendataan dan lapor diri. Tidak menunggu data, namun juga menjemput serta mengetahui berapa jumlah ABK yang berlayar ke luar negeri jadi ada kecocokan data saat berangkat dan lapor diri ketika masuk tempat tujuan," kata Rizki.

(mdk/ard)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP