Pengadilan Larang Donald Trump Blokir Akun Pengikut di Twitter
Merdeka.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak bisa lagi memblokir akun pengikut yang mengkritiknya di media sosial Twitter. Larangan ini berdasarkan keputusan Pengadilan Banding Federal AS yang menyatakan Trump melanggar konstitusi dengan memblokir orang-orang yang memiliki pandangan tak sejalan dari akun Twitternya.
Seperti diketahui, selama ini Trump juga memanfaatkan Twitter untuk berkomunikasi dengan warga AS. Keputusan ini disampaikan pada Selasa (9/7).
"Amandemen pertama tidak mengizinkan pejabat publik yang menggunakan akun media sosial untuk segala macam tujuan resmi untuk mengecualikan orang dari dialog online yang terbuka karena mereka menyatakan pandangan yang tidak disetujui pejabat tersebut," tulis Hakim Wilayah, Barrington Parker, dilansir dari laman Washington Post, Rabu (10/7),
-
Apa yang diubah Elon Musk tentang blokir akun di Twitter? Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa akun yang diblokir oleh pengguna lain tetap dapat melihat postingan atau unggahan dari akun yang memblokirnya.
-
Kenapa Elon Musk mengubah sistem blokir di Twitter? Elon Musk berpendapat bahwa melarang seseorang untuk melihat unggahan publik dari orang lain adalah tindakan yang tidak rasional.
-
Bagaimana cara kerja sistem blokir Twitter yang baru? Meskipun demikian, keputusan ini menimbulkan kontroversi karena memberikan kesan bahwa pengguna yang diblokir masih dapat mengganggu orang lain dengan mengintip unggahan atau daftar followers.
-
Kenapa Elon Musk batasi akses Twitter? Langkah ini, kata Musk, adalah untuk mengatasi tingkat ekstrim dari pengikisan data dan manipulasi sistem.
-
Siapa yang digugat Trump? Gugatan yang diajukan oleh Trump Media di 24 Maret ditujukan kepada Andy Litinsky dan Wes Moss, dua mantan kontestan reality show Trump yang kemudian menjadi salah satu pendiri calon dari Partai Republik untuk perusahaan teknologi Presiden.
-
Siapa yang diuntungkan dengan perubahan sistem blokir Twitter? Mereka berargumen bahwa bagi akun publik, orang yang diblokir masih dapat melihat konten dengan membuat akun baru, sehingga fitur blokir yang lama dianggap kurang efektif.
Kasus ini dibawa ke pengadilan setelah sedikitnya tujuh orang yang pernah diblokir Trump tidak menyukai kebiasaan mantan pengusaha tersebut. Kasus tersebut pertama kali dibawa ke pengadilan pada 2017 oleh para pengikut yang jadi korban pemblokiran Trump.
Bicara soal Twitter, Donald Trump pernah menyampaikan keluh kesahnya kepada CEO media sosial tersebut. Pada 23 April 2019, Trump bertemu Kepala Eksekutif Twitter Inc, Jack Dorsey. Keduanya menghabiskan waktu yang cukup lama.
Dalam pertemuan itu, Trump bertanya ke Dorsey perihal kehilangan sejumlah pengikut di akun Twitter pribadinya, demikian dikutip dari laman Channel News Asia.
"Pertemuan luar biasa ini berlangsung di White House dengan @Jack dari @Twitter. Banyak topik yang dibahas seputar platform mereka dan dunia media sosial secara umum," tulis Trump dalam akun Twitternya.
Dorsey, yang sebelumnya tidak pernah bertemu dengan Trump, membalas dalam cuitannya: "Terima kasih atas waktunya. Twitter ada di sini untuk melayani seluruh percakapan publik, dan kami bermaksud menjadikannya lebih sehat dan lebih sopan. Terima kasih untuk diskusi tentang itu. "
Salah seorang sumber mengatakan, Dorsey menanggapi kekhawatiran Donald Trump tentang hilangnya sejumlah followers di akunnya. Sebelumnya, Trump sempat menuding pihak Twitter bias terhadapnya.
"Mereka tidak memperlakukan saya dengan baik sebagai seorang Republikan. Sangat Diskriminatif," tulisnya di Twitter.
Menurut catatan dari pihak Donald Trump, jumlah pengikut yang berkurang sebanyak 204.000 atau 0,2 persen dari 53,4 juta pengikutnya. Pada Oktober 2018, Trump juga mengkritik Twitter, menuding Twitter menghapus banyak pengikutnya.
Sebagai seorang politisi, Trump memiliki salah satu akun yang paling banyak diikuti di Twitter. Lewat media sosial ini pula Donald Trump kerap menyampaikan hal-hal berkaitan dengan tugas negara atau hal yang kontroversi.
Reporter: Teddy Tri Setio BertySumber: Liputan6
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS untuk kedua kalinya, pemerintah Amerika Serikat dilaporkan membatalkan rencana pemblokiran TikTok.
Baca SelengkapnyaSebuah data menyoroti peningkatan moderasi konten di bawah kepemimpinan Elon Musk, meskipun platform tersebut mengklaim mendukung kebebasan berbicara.
Baca SelengkapnyaTak hanya cuitan lama tapi gambar hingga link lawas yang diunggah sebelum Desember 2014 sudah dihapus dari platform X.
Baca SelengkapnyaDi tengah pendapatan minus, pencabutan larangan iklan politik jadi opsi Elon Musk.
Baca SelengkapnyaTrump mencatatkan sejarah sebagai presiden Amerika Serikat pertama yang menjalani foto sebagai terdakwa atau mugshot.
Baca SelengkapnyaKeputusan tersebut menyusul tuduhan bahwa platform X yang dimiliki oleh miliarder Elon Musk, telah berulang kali mengabaikan perintah dan peraturan.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini hanya sementara karena ada yang tidak beres dalam penggunaan data Twitter.
Baca SelengkapnyaPNS dilarang mendukung salah satu capres maupun peserta pemilu di media sosial.
Baca SelengkapnyaGugatan tersebut menuduh Litinsky dan Moss telah gagal dalam mengelola perusahaan mereka.
Baca SelengkapnyaTrump hari ini mendeklarasikan kemenangan setelah mengalahkan Kamala Harris dalam pilpres AS.
Baca SelengkapnyaSebagian orang AS yang takut jika Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Baca SelengkapnyaDonald Trump bersaing dengan Kamala Harris pada pemilihan presiden yang akan berlangsung November mendatang.
Baca Selengkapnya