Petasan di India, Dilema Antara Tradisi Religi, Ekonomi, dan Polusi
Merdeka.com - Penggunaan petasan di India bagaikan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap acara-acara keagamaan hingga kebudayaan. Namun keadaan lingkungan India yang semakin memburuk karena polusi udara, kembali mempertanyakan penggunaan petasan untuk perayaan hari raya, seperti perayaan Diwali.
Sejak dimulainya perayaan Diwali pada awal Oktober lalu, kualitas udara di Ibu Kota India, Delhi semakin memburuk. Penurunan kualitas terjadi karena beberapa sebab, seperti pembakaran lahan oleh petani hingga emisi karbon kendaraan dan pabrik-pabrik.
Namun penggunaan petasan pada perayaan itu diyakini menjadi penyebab utama penurunan kualitas udara di New Delhi.
-
Bagaimana polusi udara di New Delhi terjadi? Setiap musim dingin, New Delhi mengalami kabut tebal yang disebabkan oleh kombinasi asap, debu, rendahnya kecepatan angin, emisi kendaraan, dan pembakaran jerami.
-
Kapan polusi udara di New Delhi meningkat? Setiap tahun, New Delhi dan beberapa kota di utara India melaporkan tingkat polusi udara yang sangat tinggi antara bulan Oktober hingga Januari, yang berdampak pada gangguan aktivitas bisnis serta penutupan sekolah dan kantor.
-
Dimana polusi udara di India paling parah? Menurut laporan dari BBC pada Rabu (30/10/2024), tingkat polusi di sejumlah lokasi di kota ini telah melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga 25-30 kali lipat.
-
Mengapa kualitas udara Jakarta memburuk? Memang, belakangan kualitas udara Jakarta jadi sorotan. Sebelumnya, Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (Ibukota) juga mencatat dalam dua bulan terakhir kualitas udara di Jakarta memburuk.
-
Kenapa kualitas udara Jakarta buruk? Belakangan ini, kualitas udara Jakarta jadi sorotan masyarakat. Kualitas udara di DKI Jakarta terpantau masuk kategori tidak sehat pada Senin (14/8/2023) pagi ini. Dilihat dari situs IQAir, indeks kualitas udara DKI Jakarta 153 AQI US.
-
Apa penyebab utama pencemaran udara di kota besar? Kendaraan bermotor, pabrik, dan pembakaran sampah menghasilkan emisi gas dan partikel yang mencemari udara, menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan pernapasan dan penyakit pernapasan.
Sebelumnya masalah penurunan kualitas udara terkait penggunaan petasan telah didengar pemerintah India. Bahkan pada 2018 lalu, Mahkamah Agung (MA) India menyatakan kalau petasan ramah lingkungan saja yang dapat dipakai. Tiga tahun kemudian MA India kembali melarang penggunaan petasan yang mengandung barium nitrat karena zatnya yang beracun.
Meski petasan ramah lingkungan menghasilkan polusi 30 persen lebih kecil dibanding petasan lain, namun petasan-petasan itu tetap dapat memproduksi zat-zat polutan. Logam karsinogenik dan polutan nitrogen oksida yang dapat menyebabkan penyakit pernafasan dan gagal jantung masih dapat beterbangan di udara karena penggunaan petasan itu.
Akhirnya produksi dan penggunaan petasan pun dibatasi di India atas saran Institut Penelitian Teknik Lingkungan Nasional (NEERI) India. Pemerintah pun memutuskan bahan-bahan apa saja yang dapat digunakan untuk membuat petasan dan melarang penggunaan bahan-bahan seperti lithium, barium, timbal dan arsenik.
Namun penggunaan petasan ramah lingkungan tidak dapat memastikan kalau polusi udara akan menurun. Hal senada juga diutarakan Arup Halder, seorang ahli paru-paru. Halder mengungkap dia tidak dapat menemukan penelitian ilmiah mengenai dampak petasan ramah lingkungan terhadap kesehatan manusia.
Akhirnya Komite Pengendalian Polusi Delhi mengeluarkan perintah pelarangan produksi, penjualan, dan penggunaan seluruh petasan hingga 1 Januari nanti. Tetapi keputusan pelarangan ini dilanggar oleh Ketua Menteri Tamil Nadu, M K Stalin.
Bagi Stalin pelarangan itu mengancam kehidupan produsen dan penjual petasan di negara bagiannya. Dia pun meminta Ketua Menteri Delhi, Arvind Kejriwal untuk mengizinkan produksi dan penjualan petasan di negara bagiannya.
“Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap polusi udara di kota-kota India, yang meliputi emisi kendaraan dan industri. Oleh karena itu, ini membutuhkan pandangan yang seimbang, dengan mempertimbangkan polusi tambahan yang dapat diabaikan selama beberapa hari dan mata pencaharian yang terlibat,” jelas Stalin, seperti dilansir South China Morning Post, Ahad (23/10).
Pendapatan India dari industri petasan pun sangat besar, yaitu USD 966 juta atau Rp 15,04 triliun. Banyak keluarga di India juga bergantung pada industri itu, bahkan di Kota Sivakasi, sebesar 650.000 anggota keluarga bergantung pada 1.000 industri petasan.
Banyak pihak turut menentang keputusan penggunaan petasan, seperti ahli kimia dan pemilik usaha petasan Lima Fireworks, Mathan Deivendran. Bagi Deveindran, produksi petasan ramah lingkungan tanpa barium nitrat sangat sulit.
Begitu juga dengan pemilik industri petasan Ayyan Fireworks dan wakil presiden Tamil Nadu Fireworks dan Amorces Manufacturers Association (TANFAMA), G Abiruben. Abiruben merujuk laporan 2017 yang menyatakan petasan tidak masuk 15 besar pembuat polusi udara.
Abiruben pun memandang dia dan pengusaha-pengusaha petasan lainnya dituduh pemerintah India sebagai produsen polusi udara.
Namun di tengah pro kontra ini, jalan tengah yang tidak merugikan harus diambil semua pihak terkait.
Ram Natarajan, seorang ahli teknologi di Kota Chennai, India mengungkap masalah lingkungan harus diimbangi dengan budaya dan perayaan. Pelarangan petasan adalah langkah ekstrem mengingat petasan sudah menjadi bagian tersendiri dalam perayaan-perayaan besar di India.
Reporter Magang: Theofilus Jose Setiawan
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Beberapa pekan terakhir, Ibu Kota India, New Delhi, tercekik polusi udara parah. Simak penampakannya!
Baca SelengkapnyaKualitas udara di New Delhi, India, menjadi yang terburuk di dunia pada Rabu (30/10). Polusi di ibu kota negara itu masuk dalam kategori 'Sangat Tidak Sehat'.
Baca SelengkapnyaPolusi udara di Jakarta salah satunya disebabkan emisi karbon kendaraan.
Baca SelengkapnyaMemburuknya kualitas udara membuat pihak berwenang Ibu Kota Beijing sampai mengeluarkan peringatan oranye.
Baca SelengkapnyaJakarta kembali menduduki sebagai kota dengan udara terburuk sedunia pagi ini
Baca SelengkapnyaKegiatan industri serta penggunaan kendaraan bermotor menjadi faktor pemicu utama buruknya kualitas udara Jakarta.
Baca SelengkapnyaPolusi buruk bukan saja mengancam manusia atau makhluk hidup, namun imbasnya juga membuat dinding-dinding gedung pencakar langit lebih cepat kusam.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenko Marves dan sejumlah pihak, kualitas udara di Jakarta sangat buruk pada 2019. Namun kemudian membaik saat pandemi.
Baca SelengkapnyaJokowi meminta perkantoran menerapkan hybrid working, work from office (WFO) dan work from home (WFH).
Baca SelengkapnyaKegiatan industri serta penggunaan kendaraan bermotor juga menjadi faktor pemicu utama buruknya kualitas udara Jakarta.
Baca SelengkapnyaKualitas udara di Jakarta belakangan menjadi perhatian karena dinilai tidak sehat akibat tingginya polusi.
Baca Selengkapnya