Ratusan Juta Orang di Timur Tengah Terancam Kelaparan karena Perang Rusia-Ukraina
Merdeka.com - Ratusan juta orang terancam kelaparan parah dalam beberapa bulan ke depan karena kemiskinan ekstrem, kesenjangan, dan kerentanan pangan akibat perang Rusia-Ukraina. Peringatan ini disampaikan Komite Palang Merah (ICRC) pada Selasa.
Dirjen ICRC, Robert Mardini menyampaikan, kelaparan ini akan dirasakan warga di sebagian wilayah Afrika dan Timur Tengah setelah terjadinya guncangan sistem keuangan, kelangkaan energi dan makanan.
Mardini mengatakan, konflik di Ukraina menyebabkan meroketnya harga bahan bakar, pupuk, dan makanan. Ini semakin mencekik perekonomian masyarakat dan pengeluaran mereka semakin besar.
-
Kapan situasi gizi buruk ini terjadi? 'Dalam dua pekan, kami mendeteksi lebih dari 250 pasien gizi buruk,' jelas direktur rumah sakit Kamal Adwan, Dr Hassam Abu Safah, dikutip dari Sky News, Selasa (9/7).
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Siapa yang mengalami kesulitan keuangan? Meskipun kabar suami Zaskia Gotik yang sedang mengalami kesulitan keuangan, rumah tangga mereka dengan Sirajuddin semakin harmonis.
-
Apa saja yang terdampak kekeringan? Berdasarkan data yang dihimpun BPBD, dari 14 kapanewon terdapat 55 kelurahan yang berpotensi terdampak.
-
Kapan kekurangan gizi mulai berdampak buruk? Seiring waktu, kekurangan gizi yang parah dapat mengakibatkan kondisi serius seperti malnutrisi kronis, yang berdampak buruk pada kesehatan jangka panjang.
-
Siapa saja yang terdampak kekeringan di Jawa Tengah? Dampak musim kemarau yang perkepanjangan ini memukul ratusan jiwa warga Desa Garangan, Kecamatan Wonosamudro, Kabupaten Boyolali.
Sampai saat ini belum ada solusi skala besar untuk mengurangi dampak perang khususnya pada populasi yang sangat bergantung pada ekspor gandum dari Rusia dan Ukraina.
"Kita menghadapi situasi kerentanan pangan global yang mendesak dan semakin memburuk khususnya di wilayah Afrika dan Timur Tengah," jelas Mardini, dikutip dari Al Arabiya, Rabu (13/7).
"Konflik bersenjata, ketidakstabilan politik, ancaman iklim, dan dampak sekunder pandemi Covid-19 telah memperlemah kemampuan untuk bertahan dan pulih dari guncangan."
Perang Rusia-Ukraina, lanjut Mardini, telah membuat situasi yang memang telah kritis semakin memburuk.
Dia menambahkan, tanpa upaya bersama dan kolaboratif, ancaman bisa menjadi krisis kemanusiaan besar dengan nyawa manusia yang menjadi taruhannya. Negara-negara seperti Suriah, Yaman, Mali, Ethiopia, Somalia, dan Afghanistan akan sangat merasakan dampak krisis ini.
Di Somalia, jumlah anak di bawah usia lima tahun yang menderita gizi buruk dengan komplikasi medis naik hampir 50 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Naiknya harga makanan memaksa banyak keluarga memberhentikan anak-anak mereka sekolah karena mereka tidak mampu membiayai mereka.
Harga sereal di Afrika melonjak karena terhentinya ekspor dari Ukraina. Rusia dan Ukraina menyumbang 25 persen produksi gandum dunia, sementara sekitar 85 persen pasokan gandum Afrika diimpor. Sebanyak 90 persen pasokan gandum di Somalia diimpor dari Rusia dan Ukraina.
Di Yaman, setelah perang sipil yang berlangsung bertahun-tahun, lebih dari 50 persen populasi atau 16 juta orang mengalami kekurangan pangan parah.
Diperkirakan 346 juta orang di Afrika menghadapi kekurangan pangan parah, sedangkan hampir 10 juta orang di Sudan dan 7 juta orang di Sudan Selatan juga mengalami kekurangan pangan.
Sebelum perang Rusia-Ukraina, 90 persen populasi Suriah hidup dalam kemiskinan, dua sepertiga populasi bergantung pada bantuan kemanusiaan, dan 55 persen mengalami kekurangan pangan.
Di Afghanistan, harga tepung terigu naik 47 persen dari tahun lalu, sementara harga minyak goreng naik 37 persen. Sebagian besar impor gandum Afghanistan datang dari Kazakhstan, yang membatasi ekspor karena konflik di Ukraina.
Program Pangan Dunia (WFP) memperkirakan ada tambahan 47 juta orang di dunia yang akan mengalami kekurangan pangan tahun ini, sehingga totalnya menjadi 811 juta orang.
"Kami masih berkomitmen untuk mengatasi kedaruratan ini, tapi kemanusiaan saja tidak bisa mengatasinya," jelas Mardini.
"Kita, komunitas global, perlu secara kolektif melipatgandakan upaya kita melalui tindakan yang disesuaikan. Tanggung jawabnya ada pada kita. Begitu banyak nyawa, dan begitu banyak penderitaan, yang dipertaruhkan."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Serangan brutal Israel yang terus berlanjut membuat Jalur Gaza terperosok dalam bencana kelaparan.
Baca Selengkapnya"Kelaparan Lebih Parah Daripada Mendengar Bom, Setiap Hari Selalu Lebih Buruk dari Hari Sebelumnya"
Baca SelengkapnyaBulan Ramadan, kondisi para pengungsi Palestina di kamp pengungsian di Rafah, selatan Gaza semakin memprihatinkan.
Baca SelengkapnyaSerangan tanpa henti Israel membawa Jalur Gaza jatuh ke dalam krisis yang kian parah. Selain kehilangan tempat aman, ribuan orang juga dilanda kelaparan.
Baca SelengkapnyaPBB memperingatkan bencana kelaparan akan segera melanda warga Gaza.
Baca SelengkapnyaPerang genosida Israel di Jalur Gaza telah berlangsung selama delapan bulan.
Baca SelengkapnyaJokowi memaparkan, 77 juta ton stok gandum yang berhenti di Ukraina karena perang.
Baca SelengkapnyaRibuan warga Gaza yang lapar di pengungsian Rafah berebut makanan dari para sukarelawan.
Baca SelengkapnyaAgresi brutal Israel di Gaza telah membunuh lebih dari 38.000 orang, termasuk 15.000 anak-anak, serta melukai 87.000 lainnya.
Baca SelengkapnyaSerangan Israel yang terus berlanjut hingga hampir 6 bulan ini membuat warga Jalur Gaza terjebak dalam bencana kelaparan.
Baca SelengkapnyaSejak agresinya di Gaza pada 7 Oktober hingga saat ini, Israel telah membunuh 24.285 warga Palestina dan melukai 61.154 lainnya.
Baca Selengkapnya