Salut, petani ini 16 tahun belajar hukum demi tuntut pabrik kimia
Merdeka.com - Seorang petani di Desa Yushutun, Provinsi Heilongjiang, China, menghabiskan waktu 16 tahun buat belajar hukum secara otodidak agar dia bisa menuntut perusahaan kimia yang diduga membuat tanahnya tercemar.
Wang Enlin, nama petani yang hanya bersekolah selama tiga tahun itu memenangkan kasus hukum melawan perusahaan milik negara Qihua Group yang beraset Rp 3,8 triliun.
Koran the Daily Mail melaporkan, Selasa (18/2), meski perusahaan itu mengajukan banding atas putusan pengadilan, Wang mengatakan dia akan tetap mencari keadilan bagi dirinya dan para tetangganya yang tidak bisa lagi bercocok tanam karena tanah mereka tercemar.
-
Bagaimana petani milenial ini belajar bertani? Dalam bertani pepaya, Aksin belajar secara autodidak. Ia belajar dari para peternak pepaya lain. Tak hanya ilmu yang didapat, ia juga mendapat banyak motivasi dari para mentornya.
-
Dimana sekolah anak pengusaha itu? Dalam video tersebut, Hilman Gumilar ditemani sang istri dan sopirnya datang ke sekolah sang anak bernama Boy untuk berkunjung. Sang anak yang saat itu sedang menempuh pendidikan SMA di sebuah sekolah berasrama yang sangat mewah.
-
Kenapa anak ini harus kerja? Di usianya masih masih belia, RA yang duduk di kelas 6 Sekolah Dasar (SD) ini harus merasakan kerasnya hidup. Ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan merawat orang tuanya.
-
Siapa yang menginspirasi petani muda ini? Dyra mengatakan, mereka berjualan petai karena terinspirasi dari orang tua.
-
Dimana anak ini bekerja? Tiga anak berdiri di persimpangan sudut Jalan Taman Siswa, Yogyakarta.
-
Apa masalah yang dihadapi petani? Oh, selamat pagi juga. Masalah saya adalah bahwa ladang ini selalu banjir setiap musim hujan.
Menurut situs People's Daily Online, Wang yang kini berusia 60-an tahun, tidak pernah melupakan kejadian pada 2001 ketika tanahnya dibanjiri limbah beracun dari perusahaan Qihua Group.
Waktu itu adalah malam Tahun Baru Imlek dan Wang sedang bermain kartu dengan tetangganya. Tiba-tiba mereka menyadari rumah tempat mereka bermain kartu dibanjiri limbah dari pabrik Qihua.
perusahaan qihua membuang limbah kimia ke desa wang ©People's Daily Online
Limbah itu juga membanjiri lahan pertanian di desanya. Menurut laporan dokumen pemerintah di tahun itu, tanah yang tercemar itu tidak bisa lagi dipakai untuk bercocok tanam untuk jangka waktu lama.
Sejak 2001 hingga 2016, perusahaan Qihua masih membuang limbah ke desa yang warganya bergantung pada lahan pertanian itu. Laporan menyebutkan pabrik Qihua membuang 15 ribu hingga 20 ribu ton limbah kimia saban tahun.
Pada 2001 Wang menyampaikan surat keberatan kepada Biro Pertanahan di Qiqihar soal perusahaan Qihua.
Dia mengatakan para pejabat setempat meminta dirinya membuktikan bahwa tanah itu sudah tercemar.
"Saya tahu berada di pihak yang benar, tapi saya tidak tahu aturan hukum yang mana yang telah mereka langgar dan apakah ada bukti atau tidak," ujar Wang kepada wartawan.
Akhirnya Wang memutuskan dia akan belajar hukum sendiri alias secara otodidak dan akhirnya dia mengajukan tuntutan hukum 16 tahun kemudian.
Pria yang hanya bersekolah sampai kelas tiga sekolah dasar itu mulai membaca banyak buku hukum dengan bantuan kamus.
Karena tidak punya uang buat membeli buku, Wang rela menghabiskan waktu di toko buku untuk membaca dan menyalin informasi penting dengan tulisan tangan. Sebagai imbalan dia memberi sekantong jagung kepada penjaga toko buku.
Wang juga kemudian menggunakan ilmu yang dipelajarinya untuk membantu tetangganya mengumpulkan bukti.
Pada 2007, sebuah lembaga bantuan hukum yang biasa menangani kasus pencemaran tanah, mulai memberikan pendampingan kepada Wang dan tetangganya. Mereka juga sepakat membantu para penduduk desa mengajukan tuntutan ke pengadilan.
Namun karena masalah yang tidak jelas, pengadilan baru memproses kasus Wang pada 2015, delapan tahun dari petisi yang mereka buat.
Berkat serangkaian bukti yang dikumpulkan selama 16 tahun, Wang dan tetangganya akhirnya memenangkan kasus ini. Namun pihak Qihua Gorup mengajukan banding.
"Kami tetap akan menang. Jikalau kalah pun kami akan melanjutkan perjuangan," ujar Wang yakin. (mdk/pan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setelah lulus SMA, Aji Saputra bingung mau melakukan apa. Akhirnya ia belajar pertanian dengan petani di desanya, kemudian memulai usaha pengolahan pupuk.
Baca SelengkapnyaBermodal belajar dari inernet, pria ini buktikan kesuksesan jadi petani cabai.
Baca SelengkapnyaIa pun heran mengapa banyak anak muda tidak mau jadi petani
Baca SelengkapnyaSambil menahan tangis, Aya menjelaskan anak didiknya putus sekolah dan memilih menjadi kenek sopir truk.
Baca SelengkapnyaTengah bergaji puluhan juta, dia justru memutuskan berhenti.
Baca SelengkapnyaWalaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
Baca SelengkapnyaHendi prihatin banyak para petani tembakau di desanya terlilit utang. Ia pun mengajak mereka untuk mengembangkan pertanian melon
Baca SelengkapnyaAnak SD di Purwakarta memiliki kebiasaan menghirup bensin dari sejak pandemi hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaSegala pekerjaan telah dilakukannya mulai dari pemecah batu, penggali sumur, bertani, penjual ikan, penjual ubi, hingga menjadi pengembala sapi.
Baca Selengkapnya