Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sekelumit cerita pahit anak buah kapal WNI di kapal asing

Sekelumit cerita pahit anak buah kapal WNI di kapal asing ABK Kapal Vietnam. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Sejak tahun lalu, Indonesia telah menangani berbagai isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan cara memisahkan pekerja WNI di luar negeri yang jadi TKI dan ABK. Setelah dipisahkan, rupanya kondisi para TKI masih jauh lebih baik daripada ABK di luar negeri.

Penyelidikan dilakukan oleh kantor berita the Associated Press misalnya, mengungkapkan telah terjadi perbudakan modern di industri perikanan di Asia Tenggara melibatkan para ABK. Hasil investigasi selama setahun dari kantor berita asal Amerika Serikat itu menyatakan puluhan pekerja anak buah kapal (ABK) harus bekerja dalam kondisi menyedihkan di kapal-kapal Thailand. Mereka menangkap ikan di perairan Kepulauan Maluku. Hal itu juga dialami para ABK warga negara Indonesia yang bekerja di kapal-kapal milik asing di luar negeri.

Berbagai cerita pilu diungkap oleh para ABK itu ketika mereka sudah diselamatkan oleh pemerintah. Seperti apa kisah pahit mereka itu? Berikut sekelumit di antaranya:

Kisah pilu eks sandera Somalia, minum air yang ada kotoran hewan

Hampir lima tahun, para anak buah kapal asal Indonesia disandera oleh perompak Somalia. Mereka menghabiskan waktu satu setengah tahun di lautan sebelum kemudian disekap di darat selama tiga tahun.

Selama dalam masa penyekapan, para sandera ini mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi. Mereka bahkan jarang diberi makan ataupun minum. Sekalinya minum, para WNI ini diberikan air yang ada kotoran unta atau kambing.

"Kami hanya diberi minum setengah liter dalam sehari. Minuman ini kami bagi-bagi dan satu orang hanya hanya kebagian setengah gelas saja. Itu pun air mentah yang kadang ada kotoran unta atau kambing di dalamnya," kata Sudirman, salah satu sandera asal Batam, di Kementerian Luar Negeri Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).

Sudirman menambahkan, jika hujan turun mereka akan menggali tanah sebesar kolam yang kemudian mereka gunakan untuk menampung air. Air tersebut yang kemudian mereka gunakan untuk minum.

"Di Somalia itu jarang sekali terjadi hujan, setahun dua kali saja itu sudah syukur. Kami biasanya gali tanah buat menampung air, meskipun air itu tidak layak tapi kami terpaksa minum," kenang Sudirman.

Dia dan teman-temannya tidak pernah memasak air yang diminum karena menurut mereka air tersebut malah jadi bau jika dimasak.

"Mungkin karena kondisi air tidak layak. Kalau dimasak, malah membuat kami jadi ingin memuntahkannya lagi. Jadi kami minum begitu saja," pungkasnya.

Nasib getir ABK WNI korban perbudakan kapal asing

Sejak tahun lalu, Indonesia telah menangani berbagai isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan cara memisahkan pekerja WNI di luar negeri yang jadi TKI dan ABK. Setelah dipisahkan, rupanya kondisi para TKI masih jauh lebih baik daripada ABK di luar negeri.

"Dari hasil penanganan kasus, dari 90 persen ABK bekerja di sektor perikanan kapal asing, yang dapat kami indikasi adalah mereka semua korban eksploitasi," kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta Pusat, Kamis (12/1).Iqbal juga menuturkan, para ABK WNI tersebut dipekerjakan oleh agen perusahaan perikanan tidak resmi yang kemudian menjual mereka kepada perusahaan kapal asing seperti Taiwan, Korea, dan Jepang. Ironisnya, perekrutan mereka dilakukan tidak sesuai dengan prosedur resmi."Para ABK itu tidak diberi bekal pengetahuan cara mencari ikan yang aman, atau basic safe fishing. Selain itu, mereka juga dipekerjakan tanpa ada dokumen resmi untuk memasuki negara tertentu seperti paspor. Mereka hanya tahu akan bekerja sebagai pencari ikan, itu saja," papar Iqbal.Kebanyakan dari mereka yang jadi korban bekerja untuk kapal pencari ikan Taiwan. Biasanya mereka hanya diberi kapal kecil untuk mengarungi lautan yang mana 80 persen dari kapasitas kapal harus dipenuhi oleh ikan hasil buruan."Mereka melaut dengan kapal kecil. 80 persen muatannya harus diisi oleh ikan dan sisanya dihabiskan untuk bahan bakar. Sementara untuk orangnya sendiri itu hanya diberi space sedikit," ungkap Iqbal.Kondisi memprihatikan tersebut ditambah juga dengan perlakuan tidak manusiawi yang sering diberikan oleh kapten kapal."Dalam proses melalut, kapten kapal dijadikan sebagai penguasa karena hanya dia yang tahu arah kapal melaju dan hanya dia yang mengerti navigasi. Oleh karenanya, para ABK sering diperlakukan tidak manusiawi," ujar Iqbal.Para ABK korban eksploitasi itu harus terus melaut hingga kapal benar-benar penuh ikan. Terkadang selama setahun lamanya mereka tidak berlabuh."Sebelum kapal penuh, mereka akan terus melaut sampai ikannya dipindahkan ke kapal utama. Tapi mereka juga tidak dibiarkan berlabuh karena tidak punya dokumen resmi. Intinya mereka bekerja untuk kapal asing Taiwan, tapi tidak pernah menginjakkan kaki di Taiwan," sebut Iqbal."Jadi sebenarnya sektor paling rentan itu bukan TKI yang jadi asisten rumah tangga, melainkan para ABK. Bahkan kondisi kemanusiaannya lebih parah para ABK," sambungnya.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, saat ini Kemenlu terus melakukan upaya untuk menghentikan eksploitasi terhadap para ABK. Salah satunya adalah dengan merekrut pengacara yang akan bertugas menangani masalah ABK di Taiwan."Kita rencananya mulai tahun ini akan merekrut lawyer untuk ditempatkan di Taipei, sebagai kuasa hukum yang akan membela hak para ABK. Tak hanya itu, saat ini juga pemerintah sedang dalam pembicaraan untuk menyediakan perwakilan Kemenlu di Taiwan," pungkasnya.

Cerita pahit ABK WNI jadi korban perdagangan manusia di Gabon

Pemerintah Indonesia membebaskan WNI anak buah kapal (ABK) yang dipekerjakan di Gabon, Afrika, secara ilegal. WNI bernama IU itu merupakan korban tindak pidana perdagangan orang dari perusahaan SMA yang bergerak di bidang penyediaan tenaga kapal.

"IU adalah pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah, yang direkrut calo untuk bekerja sebagai ABK di perusahaan SMA. Proses perekrutannya sendiri dilakukan di desanya, melalui sebuah panggung acara yang memberikan sosialisasi agar warga mau ikut bekerja di perusahaan tersebut," kata Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Haryanto, saat menggelar jumpa pers di Kementerian Luar Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/3).

Haryanto menuturkan, sejak awal proses perekrutan, IU sudah diiming-imingi berbagai macam keuntungan oleh tangan kanan perusahaan tersebut, mulai dari gaji besar sampai tunjangan.

"Dia dijanjikan gaji sebesar Rp 9 juta dan juga tunjangan. Karena nilainya cukup besar, IU pun akhirnya menandatangani kontrak bekerja di perusahaan tersebut. IU berangkat ke Gabon pada 6 November 2016 setelah tiga bulan melalui proses perekrutan di Jakarta," jelasnya.

Sebelum akhirnya dikirim ke Gabon, pihak keluarga IU sebenarnya sudah mencium gelagat tidak beres dari perusahaan yang merekrut IU. Namun karena pemuda tersebut sudah termakan janji manis perusahaan sehingga bertekad untuk tetap bekerja, maka keluarga pun mengizinkannya.

"Dari awal, perekrut sudah meminta uang sebesar Rp 10,5 juga yang disebut sebagai uang deposit. Lalu saat tiba di tempat penampungan di Jakarta bersama Kapten E, IU juga dimintai uang RP 1 juta per minggu untuk biaya makan dan asrama, namun pihak keluarga hanya mampu Rp 300 ribu," paparnya.

Setelah tiga bulan bekerja di kapal milik China tersebut, IU mulai merasakan ketidaknyamanan. Dia juga dilaporkan kerap diperlakukan tidak menyenangkan.

"Setelah tiga bulan bekerja, mulai ada indikasi bahwa dirinya dieksploitasi. Mulai dari adanya kontrak kerja dobel, gaji tidak sesuai karena dikurangi kurs di sana jadi setengahnya itupun tidak diterima setiap bulan, lalu jam kerja yang panjangnya sampai 20 jam sehari, menerima kekerasan fisik juga, sampai kapal yang tidak dibiarkan berlabuh hingga 8 bulan," bebernya.

Berdasarkan laporan keluarga dan beberapa bukti kekerasan fisik diterima dari IU, pihak SBMI melaporkan kasus ini kepada Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, yang langsung melakukan verifikasi. Prosesnya sendiri berjalan cukup lama karena Indonesia tidak memiliki perwakilan di Gabon.

"Proses pembebasan satu tahun. Kenapa bisa sampai lama, karena Kemlu ternyata belum memiliki perwakilan di Gabon. Namun dengan pengawalan yang baik dan kuat dari pemerintah dan kerja sama dengan pemerintah setempat yang menekan pihak perusahaan, akhirnya IU bisa dibebaskan," ungkapnya.

Setelah dibebaskan, IU akhirnya dipulangkan di rumah aman untuk menerima perawatan. Pria 20 tahun tersebut secara fisik terlihat baik, namun kondisi mentalnya mengalami guncangan akibat trauma. (mdk/pan)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ingin Cari Gaji Besar di Malaysia, Dua Warga Banyuwangi Justru Pulang dalam Kondisi Depresi tanpa Sepeser Uang
Ingin Cari Gaji Besar di Malaysia, Dua Warga Banyuwangi Justru Pulang dalam Kondisi Depresi tanpa Sepeser Uang

Mereka diduga berangkat dengan cara ilegal dan menjadi korban perdagangan manusia.

Baca Selengkapnya
Ramai Perdagangan Orang Berkedok Tawaran Kerja di Luar Negeri, Pemkab Kediri Jamin Warganya Aman
Ramai Perdagangan Orang Berkedok Tawaran Kerja di Luar Negeri, Pemkab Kediri Jamin Warganya Aman

Pemkab Kediri jamin warganya aman dari kasus perdangan orang.

Baca Selengkapnya
Polri Ungkap 397 Kasus TPPO Periode Oktober-November 2024, Total 904 Orang Selamat
Polri Ungkap 397 Kasus TPPO Periode Oktober-November 2024, Total 904 Orang Selamat

Para pelaku berupaya mengirimkan para PMI secara ilegal, khususnya cacat administrasi seperti menggunakan visa yang tidak sesuai.

Baca Selengkapnya
Bareskrim Ungkap Jaringan Perdagangan Orang WNI di Malaysia: Kisah Mengerikan Terungkap!
Bareskrim Ungkap Jaringan Perdagangan Orang WNI di Malaysia: Kisah Mengerikan Terungkap!

Setelah korban bekerja sebulan, ia menerima upah yang tak sesuai dengan kesepakatan awal.

Baca Selengkapnya
Kapolri Ungkap 290 Kasus TPPO Sepanjang 2023, Naik 339 Persen Dibanding 2022
Kapolri Ungkap 290 Kasus TPPO Sepanjang 2023, Naik 339 Persen Dibanding 2022

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan polisi membongkar 290 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Baca Selengkapnya
Dibekali Visa Pelancong, Belasan Warga Jambi Nyaris jadi Korban Perdagangan Orang
Dibekali Visa Pelancong, Belasan Warga Jambi Nyaris jadi Korban Perdagangan Orang

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Baca Selengkapnya
212 Tersangka Kasus Perdagangan Orang Ditangkap Polisi Dalam Sepekan
212 Tersangka Kasus Perdagangan Orang Ditangkap Polisi Dalam Sepekan

Penangkapan ratusan tersangka dilakukan sejak periode 5-11 Juni 2023

Baca Selengkapnya
⁠Ditangkap Dirjen KKP, ABK Malah Senang dan Berterima Kasih, Ini Alasannya
⁠Ditangkap Dirjen KKP, ABK Malah Senang dan Berterima Kasih, Ini Alasannya

Seorang ABK kapal asal Indonesia mengaku bahagia ketika kapal tempatnya bekerja ditangkap oleh KKP.

Baca Selengkapnya
Polda NTT Bongkar Sindikat TPPO Internasional, Modus Tawarkan Magang di Taiwan
Polda NTT Bongkar Sindikat TPPO Internasional, Modus Tawarkan Magang di Taiwan

Sebanyak empat tersangka ditangkap dalam operasi yang dilakukan di dua lokasi berbeda, yaitu di Bandara Ngurah Rai Bali dan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya
Tren Kejahatan TPPO Meningkat Tiap Tahun, Ini Solusi Pemerintah
Tren Kejahatan TPPO Meningkat Tiap Tahun, Ini Solusi Pemerintah

Tren Kejahatan TPPO Meningkat Tiap Tahun, Ini Solusi Pemerintah

Baca Selengkapnya
Pemerintah Fokus ke Hal Ini Demi Putus Rantai Perbudakan Nelayan
Pemerintah Fokus ke Hal Ini Demi Putus Rantai Perbudakan Nelayan

Para nelayan diiming-iming gaji besar dibandingkan fokus terhadap keterampilan melaut.

Baca Selengkapnya
Modus Pemberian Kerja di Luar Negeri, 2.238 Orang Terindikasi Perdagangan Orang
Modus Pemberian Kerja di Luar Negeri, 2.238 Orang Terindikasi Perdagangan Orang

Ribuan orang tersebut, terpengaruh iming-iming pemberian kerja di luar negeri secara ilegal atau non prosedural.

Baca Selengkapnya