Selama 50 Tahun Pemberitaan Media AS Sangat Anti-Palestina dan Pro-Israel
Merdeka.com - Sebuah kelompok riset internasional melakukan kajian terhadap media di Amerika Serikat untuk membuktikan media arus utama di AS sangat bias dalam pemberitaan terkait Palestina. Pemberitaan media AS sangat anti-Palestina dan pro-Israel. Ini diungkapkan oleh kajian yang dilakukan 416 Labs.
Penelitian 416 Labs mencakup pemberitaan media dalam periode 50 tahun, setelah Perang Enam Hari Juni 1967 dan awal pendudukan Israel atas Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza di Palestina.
"Hasil (kajian) kami mendukung penelitian sebelumnya dan mengklaim bahwa liputan media arus utama AS tentang masalah ini menguntungkan Israel dengan memberikan akses yang lebih besar kepada para pejabat Israel, dengan fokus pada narasi Israel, baik dari segi jumlah liputan maupun sentimen secara keseluruhan, sebagaimana dilaporkan berita utama," jelas tim 416 Labs, seperti dilansir dari Middle East Monitor, Kamis (31/1).
-
Bagaimana konflik Israel dan Palestina dimulai? Konflik yang bermula sejak tahun 1947 ini bahkan masih sering memanas.
-
Apa yang dilakukan Israel? Pemerintah Indonesia mengutuk keputusan Parlemen Israel (Knesset) yang melarang operasi UNRWA di wilayah Israel.
-
Kapan serangan Israel di Gaza dimulai? Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 41.000 warga Palestina sejak perang genosidanya dimulai pada 7 Oktober 2023, di mana sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
-
Kapan serangan Israel ke Gaza terjadi? Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), organisasi perlindungan jurnalis yang berbasis di Amerika ini telah memantau pelanggaran HAM terhadap jurnalis di seluruh dunia dan mencatat sedikitnya 128 pekerja media tewas antara 7 Oktober 2023 hingga 4 Oktober 2024 dalam serangan Israel ke Gaza.
-
Apa yang dilakukan Israel ke Palestina? Semua kompak mengutuk kekerasan yang dilakukan Israel.
-
Kapan serangan di Jalur Gaza dimulai? Sudah lebih dari satu tahun, Jalur Gaza di Palestina digempur habis-habisan oleh tentara zionis Israel. Puluhan ribu warga Palestina telah menjadi korban, termasuk perempuan dan anak-anak sejak 7 Oktober 2023.
Kajian tersebut juga menyimpulkan kegagalan mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina sebagai akibat langsung bias media yang melindungi Israel dari kesalahan-kesalahannya, serta dukungan Washington yang tak tergoyahkan dan tanpa syarat bagi pemerintah Israel.
"Faktor utama penyebab konflik berkepanjangan karena dukungan tak bersyarat AS terhadap kelangsungan pemerintah Israel. AS juga membantu memperkuat keberadaan ilegal Israel di wilayah Palestina. Kemudian ini dibesar-besarkan media arus utama AS, yang menurut para kritikus yang menentang penjajahan itu, lebih menyukai narasi Israel daripada orang-orang Palestina," jelas kajian tersebut.
Dengan kata lain, apapun kejahatan yang dilakukan Israel, seperti pembunuhan, pelanggaran HAM, kejahatan perang, dan kejahatan kemanusiaan, media akan membuat propaganda untuk menghapus kesalahan Israel dan saat bersamaan akan melebih-lebihkan kelemahan Palestina.
Di negara seperti Amerika, di mana warganya memiliki wawasan terkait peristiwa teranyar di Timur Tengah maupun sejarah dunia Arab yang didapatkan dari televisi dan koran, bias media tetap diterima tanpa mempertanyakannya. Bagi warga Amerika, kebohongan pro-Israel dapat berubah menjadi kebenaran sementara kebenaran pro-Palestina menjadi sebuah kebohongan.
Di sanalah kemudian muncul masalah. Ketika warga AS dicuci otaknya oleh propaganda pro-Israel agar mempercayai kebohongan-kebohongan Negeri Bintang Daud, ini memiliki dampak langsung pada politikus yang merasa lebih mudah menghapus kejahatan perang Israel dan memperkenalkan undang-undang yang melanggar pilar konstitusi demokrasi AS.
Bentrokan di Jalur Gaza ©REUTERS/Mohammed Salem
Misalnya sebagaimana yang terjadi dalam pekan ini, pokok utama agenda Senat AS bukanlah undang-undang untuk mengatasi beberapa masalah paling penting yang dihadapi rakyat Amerika, seperti kelaparan dan tunawisma, pembunuhan dan kejahatan, ekonomi dan perawatan kesehatan. Namun hal pertama yang dibahas legislator adalah regulasi untuk menghukum warga negara Amerika yang menggunakan hak mereka untuk kebebasan berbicara dan mendukung boikot terhadap Israel. Dalam RUU Senat 1 Kongres ke-116, pada dasarnya melanggar amandemen pertama konstitusi yang menjamin setiap orang Amerika memiliki kebebasan berpendapat tanpa intimidasi atau demonisasi. Amandemen pertama itu berbunyi, "Kongres tidak akan membuat undang-undang mengenai keyakinan beragama atau larangan menjalankan keyakinan; atau membatasi kebebasan berbicara, atau pers; atau hak rakyat untuk berkumpul secara damai, dan mengajukan petisi kepada pemerintah untuk mengatasi keluhan."
"Membatasi kebebasan berbicara", dalam hal ini berarti ilegal bagi seseorang menentang pelanggaran hak asasi manusia Israel, pencurian tanah dan pembangunan permukiman khusus Yahudi di wilayah yang dicaplok; dan mencegah warga negara memboikot barang apa pun yang diproduksi oleh perusahaan yang mendapat manfaat dari kegiatan tersebut yang secara khusus dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
RUU anti-BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) diharapkan dapat disetujui Senat yang dikontrol Republik dan kemudian diteruskan ke Kongres yang dikontrol Demokrat dan setelah disahkan, setiap orang Amerika yang mengkritik Israel dan memboikot negara dan produk yang mendukung negeri zionis itu dapat dituntut dan dihukum berat.
Doktrinasi media hampir selalu mendukung Israel dalam narasi liputannya. Inilah yang mendorong munculnya kondisi seperti saat ini. Hasilnya, menjadi lebih mudah bagi Israel mengangkat berbagai peristiwa sesuai versinya, membuatnya akan tampak baik, sementara citra Palestina diperburuk. Misalnya, penggantian kata "occupied (penjajahan)" dengan "disputed (pertikaian)" dalam pemberitaan terkait wilayah perbatasan di Tepi Barat dan Yerusalem.
Selain mengusulkan RUU anti-BDS, Kongres AS juga menyetujui miliaran dolar bantuan militer ke Israel setiap tahun. Sementara warga Amerika kehilangan tempat tinggal dan kelaparan, pemerintah mereka mendanai Israel setidaknya USD 3 miliar setiap tahun atau USD 8 juta sehari.
Bagaimana tanggapan media terhadap hal ini? Media menyembunyikan liputannya tentang Israel-Palestina di balik liputan profesional yang lebih obyektif tentang topik-topik lain. Media arus utama AS bisa jadi sangat bias dalam liputannya atas isu-isu Israel dan Palestina, tetapi berita itu diperkirakan hanya mewakili sekitar 5 persen dari total jumlah pemberitaan sekitar 95 persen. Begitulah cara media mempertahankan citranya sendiri sebagai profesi yang adil, berprinsip, dan akurat. Kondisi media arus utama AS yang seperti ini disebut sangat menyedihkan.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
The Intercept melakukan analisis terhadap lebih dari 1.000 artikel yang diterbitkan media-media Barat terkait agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina.
Baca Selengkapnya83 Persen Unggahan di Internet Kecam Israel dalam Perang di Gaza
Baca SelengkapnyaUpaya ini bertujuan untuk meningkatkan citra Israel dan secara kritis mencela Hamas.
Baca SelengkapnyaSejak perang genosidanya berlangsung di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 100 jurnalis Palestina.
Baca SelengkapnyaMenurut sejarah, pada tahun 1956, Israel sudah pernah menyatakan niatnya untuk “memberantas” militan Palestina di Jalur Gaza itu.
Baca SelengkapnyaJurnalis CNN dan BBC mengakui kantor mereka lebih pro-Israel dalam pemberitaan soal Gaza.
Baca SelengkapnyaMembunuh jurnalis di tengah konflik adalah pelanggaran hukum internasional
Baca SelengkapnyaSikap anak muda yang cenderung mendukung Palestina sudah ada sejak lama sebelum TikTok ada.
Baca SelengkapnyaSementara itu, warga Israel dianggap sebagai teroris oleh sebagian besar dunia.
Baca SelengkapnyaHasil Investigasi Ungkap Militer Israel Perbolehkan Tentaranya Bunuh Jurnalis di Gaza
Baca SelengkapnyaKonflik yang bermula sejak tahun 1947 ini terus memanas dan menjadi bencana kemanusiaan yang tragis.
Baca SelengkapnyaSerangan mendadak Hamas ke Israel pada Sabtu mengejutkan banyak pihak.
Baca Selengkapnya