Setelah Lima Tahun Sampah Ilegal dari Kanada Masih Menumpuk di Filipina
Merdeka.com - "Perdana Menteri Justin Trudeau yang terhormat, tolong bawa pulang sampah Anda: baunya busuk."
Itulah pesan dari para aktivis di Filipina dan Kanada ketika ribuan ton sampah rumah tangga dengan bau menyengat semakin membusuk di Manila dan dermaga Subic. Tekanan meningkat pekan ini saat sejumlah kelompok lingkungan Kanada dan internasional memberikan dukungan untuk Koalisi EcoWaste Filipina, sebuah jaringan lokal yang memimpin perjuangan melawan limbah asing.
Kampanye ini adalah upaya terbaru untuk memecahkan kebuntuan selama bertahun-tahun atas 77 kontainer yang penuh sampah berbau busuk datang secara ilegal dari Vancouver, British Columbia, Kanada pada 2013 - dan telah membusuk di galangan kapal.
-
Gimana cara mengatasi masalah sampah secara kolektif? Seharusnya masalah sampah ini ditangani secara bersama sama baik dari masyarakat maupun dari pihak pemerintahan, seperti mendirikan tempat sampat yang memadai dibeberapa tempat dengan pekerja yang dapat mengolahnya untuk mengurangi jumlah sampah yang bertebaran di mana-mana.
-
Siapa yang terlibat dalam pengelolaan sampah? Kelompok Pengelola Sampah Mandiri merupakan kelompok swadaya masyarakat dalam mengelola sampah di tingkat padukuhan yang mulai digencarkan kembali oleh Pemkab Sleman.
-
Siapa saja yang bertanggung jawab atas pencemaran sampah plastik? Sejumlah Merk Ternama Turut Bertanggung Jawab Terhadap Pencemaran Lingkungan Dari banyaknya sampah yang mencemari lingkungan lingkungan tersebut, ternyata terdapat sejumlah merk ternama yang ikut bertanggung jawab, khususnya perusahaan di bidang FMCG.
-
Siapa yang bertanggung jawab menjaga lingkungan? Semua lapisan masyarakat, mulai dari individu, keluarga, hingga lembaga pemerintah dan bisnis, memiliki peran penting dalam mendukung kelestarian lingkungan.
"Pembuangan limbah Kanada di Filipina tidak bermoral dan ilegal," tulis koordinator nasional EcoWaste, Aileen Lucero, dalam sebuah surat terbuka kepada Trudeau pada 30 Januari.
"Skandal ini telah berlangsung selama lima tahun tanpa resolusi, meskipun ada janji dari pemerintah Kanada untuk mengatasi masalah tersebut, termasuk pernyataan publik yang dibuat oleh Anda sendiri sebagai perdana menteri," katanya, seperti dilansir dari South China Morning Post, Rabu (13/2).
Sebuah surat terpisah pada hari Senin - juga ditujukan kepada Trudeau - dari Greenpeace dan Asosiasi Hukum Lingkungan Kanada meminta pemerintah di Ottawa untuk bertindak dan membantu menyelesaikan sengketa yang telah memperburuk hubungan kedua negara selama bertahun-tahun.
"Perdana Menteri Trudeau telah berjanji Kanada akan bertindak dengan cara yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi Basel, yang melarang pembuangan limbah ke luar negeri," tulis Direktur RightOnCanada (kelompok hak asasi manusia), Kathleen Ruff.
"Kata-kata tidak cukup. Para pecinta lingkungan di Kanada dan di seluruh dunia menyerukan kepada PM Trudeau untuk mengambil tindakan sekarang untuk mengakhiri kesalahan yang memalukan ini."
Skandal pembuangan sampah ini bermula pada 2013 ketika 103 kontainer berisi sekitar 2.500 ton limbah yang diberikan tanda plastik untuk daur ulang mulai berdatangan dari Kanada.
Biro Bea Cukai Filipina (BOC) menemukan kontainer tersebut ternyata berisi kantong plastik, kertas kotor, sampah rumah tangga, dan popok.
Perusahaan yang berbasis di Ontario yang mengirimkan peti kemas dari Kanada telah menolak klaim pembuangan sampah, dengan mengatakan biaya pengiriman limbah ke Asia Tenggara akan jauh lebih besar daripada menurunkannya di Kanada.
"Saya tidak akan mentolerir masalah ini. Tanah air saya bukan tempat pembuangan sampah Kanada," kata anggota parlemen Leah Paquiz.
Anggota parlemen Filipina lainnya juga mengungkapkan kemarahannya. Demonstrasi dilakukan di kedutaan Kanada, dan 40.000 orang menandatangani petisi daring mengecam tindakan Kanada.
Beberapa bulan kemudian, menurut laman Rappler, Departemen Luar Negeri meminta kedutaan Kanada membantu memulangkan sampah tersebut. Duta Besar pada waktu itu mengatakan bahwa pemerintah Kanada tidak memiliki wewenang untuk membawa kembali sampah itu ke negaranya.
Pada 2015, 26 kontainer berisi sampah dibuang secara ilegal di tempat pembuangan sampah di Provinsi Tarlac. Pada 2017, otoritas pelabuhan mengatakan "bau busuk menjadi tak tertahankan" dan Dewan Komisaris mengumumkan bahwa limbah yang membusuk "dapat menimbulkan penyakit".
Penasihat sains dan teknis untuk jaringan limbah anti-racun IPEN, Joe DiGangi menggambarkan perilaku Kanada dengan "seperti menaruh sampah Anda di rumah tetangga Anda, kemudian menolak untuk membuangnya selama lima tahun sambil membuat alasan mengapa Anda tidak bisa memungut kembali".
"Pejabat bea cukai setempat dan aktivis lingkungan telah menyatakan keprihatinan atas limbah yang tidak disortir yang mengandung zat kimia dan logam beracun dari plastik campuran dan limbah elektronik. Ada juga masalah kontaminasi mikroba dari pembusukan popok kotor dan sampah rumah tangga," kata DiGangi.
"Pekerja di pelabuhan tidak harus terpapar pada bahaya biologis, kimia, dan fisik Kanada dari sampah berbau busuk," lanjutnya.
Sejak China melarang impor sampah plastik pada Januari 2018, negara-negara di Asia Tenggara telah dibanjiri sampah dari berbagai belahan dunia. Namun, seperti yang ditunjukkan DiGangi dan yang lainnya, ada preseden yang jelas tentang pemulangan sampah dari Filipina.
Menurut data EcoWaste, bulan lalu Korea Selatan dilaporkan menerima pengembalian sekitar 1.400 ton limbah yang telah diberi label palsu sebagai serpih plastik sintetis - dan berjanji untuk mengembalikan sekitar 5.100 ton sampah Korea. Ini adalah ketiga kalinya dalam setahun terakhir sampah Korea Selatan yang salah label dikembalikan oleh Filipina.
"Korea Selatan menggambarkan pembuangan limbah mereka di Filipina sebagai aib internasional dan mulai menindaklanjutinya pada tahun yang sama ketika ditemukan," katanya. "Sebaliknya, Kanada dengan memalukan meninggalkan kotoran mereka, tampaknya berharap masalah ini akan dilupakan setelah lima tahun."
Trudeau terakhir kali berhadapan dengan skandal ini pada pertemuan puncak ASEAN yang diadakan di Manila pada 2017. Pada saat itu, ia mengatakan ada hambatan dan batasan hukum yang menghalangi pengembalian kontainer sampah tersebut.
Dia mengakui bahwa masalah itu membuat jengkel Presiden Filipina Rodrigo Duterte, tetapi bersikeras bahwa pengiriman kontainer itu adalah transaksi pribadi yang tidak berkaitan dengan pemerintah Kanada.
"Peraturan dan hambatan itu sekarang telah diatasi sehingga sekarang secara teori dimungkinkan untuk mendapatkannya kembali tetapi masih ada sejumlah pertanyaan: siapa yang akan membayarnya, di mana tanggung jawab keuangannya, di mana konsekuensinya?" jelasnya saat itu.
Sementara itu Kedutaan Kanada tidak menanggapi permintaan konfirmasi masalah ini pada Selasa kemarin.
Lucero, dari EcoWaste, mengatakan impor sampah plastik daur ulang menjadi celah perlindungan hukum untuk perdagangan limbah ilegal.
"Skandal pembuangan sampah Kanada telah memunculkan gerakan besar menentang pembuangan limbah asing di Filipina," katanya. “Ini menekankan perlunya pemerintah kita dan yang lain meratifikasi Amandemen Larangan Basel, yang berupaya mencegah transfer limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang dengan alasan apa pun, termasuk daur ulang dan pembuangan," jelasnya.
Amandemen dimaksudkan adalah proposal penguatan Konvensi Basel, sebuah perjanjian PBB tentang limbah berbahaya dari tahun 1992. Hanya dua negara lagi yang perlu bergabung agar amendemen tersebut mulai berlaku. Di antara 24 negara yang belum meratifikasi amandemen tersebut adalah Kanada, Filipina dan Korea Selatan.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Uni Eropa telah memulai dialog dengan Thailand, Malaysia dan Indonesia untuk mengatasi perdagangan limbah ilegal.
Baca SelengkapnyaIndonesia jadi negara terbesar ke-2 yang sumbang sampah kantong plastik ke laut.
Baca SelengkapnyaSampah plastik masih menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan.
Baca SelengkapnyaDiketahui genangan banjir ini telah melanda kawasan tersebut selama lebih dari lima bulan.
Baca SelengkapnyaPemusnahan dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur
Baca SelengkapnyaAktivis lingkungan mendesak kedua negara untuk berkomitmen menghentikan dan menangani permasalahan ekspor sampah ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaPenting untuk melakukan tindakan yang tepat agar permasalahan tumpukan sampah kronis ini tidak berlarut-larut terjadi.
Baca SelengkapnyaKementerian LH meminta, pemerintah daerah di seluruh Indonesia segera memperbaiki pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah melakukan langkah konkret dalam mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKLHK pun memberikan perhatian terhadap menangani polusi yang merusak lingkungan, maka limbah plastik tidak luput dari perhatian pemerintah.
Baca SelengkapnyaJaya Negara mengatakan saat ini Pemkot Denpasar telah memiliki 3 TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yang didukung oleh pemerintah pusat.
Baca Selengkapnya