Situs Pemerintah Rusia Diretas, Muncul Kata-Kata "Kemenangan untuk Ukraina"
Merdeka.com - Situs web Kementerian Konstruksi, Perumahan, dan Utilitas Rusia tampaknya telah diretas karena pencarian situs itu di internet mengarah ke sebuah tanda "Kemenangan untuk Ukraina" dalam bahasa Ukraina.
Pada Minggu malam (5/6), kantor berita pemerintah RIA mengutip perwakilan kementerian Rusia itu yang mengatakan situs tersebut lumpuh tetapi data pribadi pengguna terlindungi.
RIA menyebutkan media lain telah melaporkan para peretas menuntut uang tebusan untuk mencegah pengungkapan data pengguna kepada publik. Demikian dilansir Antara mengutip Reuters, Senin (6/6).
-
Kenapa hacker meminta uang tebusan? Dalam serangan ransomware, peretas masuk ke jaringan komputer dan mengancam akan menyebabkan gangguan atau menghapus file kecuali uang tebusan dalam mata uang kripto dibayarkan.
-
Kenapa penyerang ransomware meminta tebusan? Menkominfo Budi Arie mengatakan, LockBit meminta tebusan sebesar 8 juta dollar agar server PDSN dipulihkan kembali.
-
Kenapa hacker meminta tebusan? Kelompok Mount Locker berhasil meretas dokumen kontrak kerja, laporan keuangan, catatan pinjaman hingga perjanjian kemitraan rahasia. Adapun nilai tebusan yang dimintai Mount Locker sekitar USD2 miliar.
-
Bagaimana cara hacker meminta uang tebusan? Peretas masuk ke jaringan komputer dan mengancam akan menyebabkan gangguan atau menghapus file kecuali uang tebusan dalam mata uang kripto dibayarkan.
-
Bagaimana hacker meminta tebusan? 'Setelah mematikan situs webnya untuk sementara dan menghentikan produksi, perusahaan tersebut akhirnya membayar uang tebusan sebesar USD$11 juta dalam bentuk Bitcoin,' tulis Microsoft dikutip Senin (1/7/2024).
-
Siapa yang meminta tebusan USD 8 juta? 'Mereka minta tebusan USD 8 juta,' ujar dia.
Namun, Reuters tidak dapat memastikan media mana yang dikutip oleh RIA.
Banyak perusahaan milik negara dan organisasi berita Rusia telah mengalami peretasan sporadis sejak Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari.
Sejumlah serangan siber pada awal Mei membuat situs penyimpanan video RuTube tak bisa diakses selama tiga hari dan mengubah menu televisi satelit di Moskow pada Hari Kemenangan, saat Rusia merayakan ulang tahun ke-77 kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman.
Secara terpisah, kantor berita Ukraina UNIAN pada Minggu (5/6) melaporkan, siaran pertandingan sepak bola Ukraina melawan Wales oleh OLL TV yang disiarkan daring sempat diretas.
Namun, Reuters tidak dapat memverifikasi laporan itu.
Moskow menyebut agresinya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk melemahkan kekuatan militer dan melindungi negara itu dari kelompok fasis.
Ukraina dan negara-negara Barat menolak klaim Rusia itu dan menyebutnya sebagai dalih untuk menyerang.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Para peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
Baca SelengkapnyaIndonesia kembali dihebohkan kabar kebobolan 204 juta Data Pemilih Tetap (DTP) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaOtoritas Ukraina melarang penggunaan Telegram di kalangan militer dan orang-orang yang berkaitan dengan keamanan nasional.
Baca SelengkapnyaSerangan hacker Indonesia ke situs-situs pemerintahan Israel sedang jadi perbincangan.
Baca SelengkapnyaMenkominfo mengungkapkan, serangan siber server PDNS terdapat dua kemungkinan pelaku.
Baca SelengkapnyaKelompok ransomware Brain Cipher merilis kunci enkripsi secara cuma-cuma kepada pemerintah Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie Setiadi menjelaskan data pemilih yang bocor merupakan data daftar pemilih tetap atau DPT
Baca SelengkapnyaAgresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina, telah membunuh hampir 39.000 warga sipil.
Baca SelengkapnyaBerikut daftar negara-negara yang kerap diserang hacker.
Baca SelengkapnyaPara hacktivis atau peretas ikut terjun membela Palestina dengan meretas situs web pemerintah Israel.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie memastikan keamanan data masyarakat.
Baca SelengkapnyaPenyerang server PDN meminta uang tebusan senilai USD8 miliar.
Baca Selengkapnya