Skandal Cambridge Analytica, politik kotor & bobolnya data Facebook
Merdeka.com - Cambridge Analytica, sebuah perusahaan konsultan politik asal Inggris tengah menghadapi tuduhan serius. Mereka diduga mencuri informasi dari 50 juta profil pengguna Facebook tanpa seizin pemiliknya. Data-data itu diduga kuat digunakan untuk membantu mereka merancang perangkat lunak (software) untuk memprediksi sekaligus memengaruhi pilihan para pemilih di bilik suara.
Kasus pembobolan data ini disebut merupakan yang terbesar di perusahaan besutan Mark Zuckerberg itu. Cambridge Analytica pernah disewa jasanya dalam kampanye Donald Trump di Pilpres AS 2016.
Tak hanya itu, sejumlah taktik kotor juga diduga dilakukan perusahaan tersebut.
-
Bagaimana perusahaan seperti Facebook mengumpulkan data pengguna? Dokumen tersebut menguraikan proses enam langkah bagaimana perangkat lunak Active-Listening mengumpulkan data suara pengguna dari berbagai perangkat.
-
Di mana bunker rahasia Mark Zuckerberg berada? Di bawah tanah seluas 57.000 kaki persegi itu, dikabarkan ada sebuah bunker persembunyian. Bunker ini memiliki luas 5.000 kaki persegi dan terhubung ke dua rumah utama dengan terowongan.
-
Siapa yang mengklaim TikTok ambil data pengguna berlebihan? Pada tahun 2022, perusahaan keamanan siber Internet 2.0 mengeluarkan laporan bahwa TikTok melakukan 'pengambilan data yang berlebihan' terhadap para penggunanya.
-
Kenapa Facebook jadi media sosial terbesar? Dengan kerja keras dan visi yang jelas, Mark Zuckerberg dan timnya berhasil mengembangkan Facebook menjadi salah satu jejaring sosial terbesar di dunia, mengubah cara orang berinteraksi dan berkomunikasi secara online.
-
Siapa pendiri Facebook? Sejarah 4 Februari Hari Ulang tahun Facebook, yaitu dimulai Mark Zuckerberg ingin membuat platform chat.
-
Siapa hacker yang mengincar HP Donald Trump? Menurut laporan, hacker asal China sedang melancarkan serangan terhadap jaringan telekomunikasi di Amerika Serikat, dengan fokus pada ponsel calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, serta Senator JD Vance.
Skandal Cambridge Analytica terkuak berkat investigasi reporter media Inggris, Channel 4 News yang bertemu dengan sejumlah eksekutifnya dengan berpura-pura sebagai klien potensial dari Sri Lanka.
Berkedok perwakilan dari sebuah keluarga tajir di Sri Lanka, wartawan yang menyamar mengaku ingin mengubah hasil pemilu di negara Asia Selatan itu.
Dalam rekaman kamera tersembunyi, CEO Cambridge Analytica Alexander Nix terekam membeberkan cara kerja perusahaannya.
Meski awalnya membantah bahwa Cambridge Analytica menggunakan teknik 'jebakan' untuk lawan, Nix dalam rekaman kemudian justru membeberkan trik-trik 'kotor' yang lazim mereka gunakan.
Seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (20/3/2018), Nix juga berkoar bahwa adalah hal yang mudah untuk menyebarkan informasi pernyataan seorang politisi agar dipercaya banyak orang, meski itu sejatinya tak benar.
"Terdengar mengerikan, namun informasi-informasi tersebut tak perlu sepenuhnya benar, yang penting mereka (pemilih) meyakininya," kata CEO Cambridge Analytica, Alexander Nix dalam rekaman yang beredar.
"Kami menggunakan perusahaan-perusahaan Inggris, beberapa perusahaan Israel," kata Nix. "Yang dari Israel, sangat efektif untuk mengumpulkan data intelijen."
Menurut media Inggris, Guardian, Nix juga menjelaskan secara rinci tentang layanan yang diberikan para eks mata-mata yang mereka pekerjakan. "Kami punya dua projek saat ini, yang melibatkan riset mendalam tentang pihak oposisi dan menyediakan sejumlah sumber, material yang bersifat sangat merusak, yang akan kami putuskan bagaimana cara untuk menerapkannya dalam kampanye," kata dia seperti dikutip dari Haaretz.
CEO Cambridge Analytica mengklaim mampu merekam pihak oposisi sedang menerima suap, atau menggunakan jasa gadis cantik pekerja seks komersial (PSK) asal Ukraina untuk menjebak target.
Perusahaan itu juga mengklaim bisa menganalisis data konsumen, termasuk dari media sosial dan menggelar jajak pendapat atau pooling -- untuk menyampaikan materi pemasaran ke orang-orang yang jadi sasaran.
Cambridge Analytica mengaku pernah bekerja di Italia, Kenya, Afrika Selatan, Kolombia and Indonesia.
Media New York Times dan The Observer of London melaporkan, Cambridge Analytica diduga mengeksploitasi informasi dari 50 juta pengguna Facebook dan menggunakannya untuk mengembangkan teknik yang bisa digunakan untuk mendukung kampanye Donald Trump dalam Pilpres 2016. Tujuannya, untuk mempengaruhi para pemilih.
Perusahaan yang terafisilasi dengan Strategic Communication Laboratories (SCL) itu punya kantor di London, New York, Washington DC, juga di Brasil dan Malaysia. Sementara, miliarder pengelola investasi global (hedge fund) sekaligus pendukung Donald Trump, Robert Mercer adalah pemiliknya.
Cambridge Analytica memiliki keterkaitan dengan dengan mantan kepala penasihat Trump Steve Bannon dan manajer kampanye Trump 2020, Brad Parscale.
Bobol lewat kuis kepribadian di Facebook
Seperti dikutip dari thejournal.ie, Psikolog Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan menciptakan aplikasi prediksi kepribadian, thisisyourdigitallife, yang diunduh oleh 270.000 orang.
Aplikasi tersebut memungkinkan Kogan untuk mengakses informasi seperti konten seperti apa yang disukai pengguna Facebook, asal kota yang mereka dalam data profil.
Informasi-informasi tersebut kemudian diteruskan ke Strategic Communication Laboratories (SCL) dan Cambridge Analytica.
Kepada saluran televisi Kanada, CBC, Christopher Wylie, mantan karyawan Cambridge Analytica mengaku, perusahaan tersebut menggunakan data-data pribadi yang didapatkan tanpa persetujuan.
Itu adalah salah kasus pencurian data paling parah dalam sejarah Facebook.
Sejak kabar mengejutkan itu menyeruak, Facebook telah memblokir laman Strategic Communication Laboratories (SCL) dan Cambridge Analytica, juga akun milik Christopher Wylie dan Aleksandr Kogan.
Pihak Facebook berpendapat bahwa aplikasi thisisyourdigitallife berstatus resmi, namun menuduh Kogan kemudian melanggar persyaratan Facebook dengan mengirimkan data ke SCL atau Cambridge Analytica.
Perusahaan raksasa media sosial itu mengaku telah mengetahui insiden yang terjadi pada 2016 tersebut dan meminta semua pihak yang terkait untuk menghapus data-data yang mereka dapatkan.
"Klaim bahwa ini adalah pembobolan data sepenuhnya salah," kata pihak Facebook, Sabtu 17 Maret 2018.
Perusahaan tersebut mengatakan, pengguna aplikasi diduga dengan sadar memberikan informasi mereka.
Meski demikian, wakil kepala bagian Legal Facebook, Paul Grewal mengaku pihaknya terus menyelidiki klaim tersebut.
"Kami akan mengambil langkah hukum bila perlu untuk menuntut pertanggungjawaban dan akuntabilitas mereka atas perilaku apapun yang melawan hukum," ujar pihak Facebook, seperti dikutip VOA.
Pihak Cambridge Analytica membantah keras tuduhan yang diarahkan pada mereka. Perusahaan itu mengaku telah menghapus data-data Facebook dari pihak ketiga pada 2014, setelah mengetahui bahwa informasi-informasi tersebut tak memenuhi aturan.
Reporter: Rizki Akbar Hasan
Sumber: Liputan6.com
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Elon Musk dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap Trump dalam pemilihan presiden AS tahun 2024.
Baca SelengkapnyaKPU hingga kini masih menelusuri dugaan peretasan tersebut.
Baca SelengkapnyaCak Imin menilai kebocoran data pemilih merupakan keteledoran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie Setiadi menjelaskan data pemilih yang bocor merupakan data daftar pemilih tetap atau DPT
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta mengenai jelang tahun pemilu yang disukai hacker.
Baca SelengkapnyaIndonesia kembali dihebohkan kabar kebobolan 204 juta Data Pemilih Tetap (DTP) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaKirim ke Bareskrim dan KPU, Begini Hasil Investigasi BSSN soal Kebocoran Data Pemilih
Baca SelengkapnyaSebuah laporan menyatakan bahwa iPhone yang dimiliki oleh dua staf kampanye presiden AS telah berhasil diretas oleh peretas yang berasal dari Tiongkok.
Baca SelengkapnyaSerangan hacker Indonesia ke situs-situs pemerintahan Israel sedang jadi perbincangan.
Baca SelengkapnyaSeorang peretas dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan berhasil mendapatkan data pemilih dari situs tersebut.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Buka Suara soal Kebocoran Pemilih KPU: Sekarang Data Mahal Harganya
Baca Selengkapnya