Survei sebut 42 persen Warga Prancis tolak kartun Charlie Hebdo
Merdeka.com - Survei yang baru saja digelar Le Journal du Dimanche menyatakan tidak sedikit warga Prancis menolak konten Tabloid Charlie Hebdo. Kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad, menurut warga Prancis, seharusnya tidak dipublikasikan.
Sikap itu mewakili 42 persen responden, seperti dilansir Majalah TIME, Senin (19/1).
"Peserta jajak pendapat menyatakan kartun-kartun itu melukai hati komunitas muslim sehingga tidak perlu diterbitkan," tulis Dimanche.
-
Bagaimana respon umat Islam terhadap karikatur? Banyak umat Islam yang menekankan bahwa gambar karikatur Nabi Muhammad adalah penghujatan, sementara banyak orang Barat yang membela hak kebebasan berbicara.
-
Kenapa Jyllands-Posten menerbitkan karikatur Nabi Muhammad? Surat kabar tersebut mengumumkan bahwa hal tersebut adalah upaya untuk berkontribusi pada perdebatan tentang kritik terhadap Islam dan sensor diri.
-
Kapan karikatur Nabi Muhammad diterbitkan? Surat kabar Denmark, Jyllands-Posten, menerbitkan kartun satir nabi Muhammad pada tanggal 30 September 2005.
-
Apa itu kartun? Kartun merupakan bentuk seni visual yang terdiri dari gambar-gambar yang digambar secara bergantian untuk menciptakan ilusi gerakan.
-
Siapa yang menyatakan capit boneka haram? Hukum dari permainan ini pun lantas viral di media sosial usai hal tersebut diputuskan oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCNU Purworejo pada Sabtu Legi 17 September 2022 silam.
-
Siapa yang menggambar karikatur Nabi Muhammad? Kurt Westergaard adalah seorang kartunis Denmark yang karikatur Nabi Muhammadnya membuat marah banyak umat Islam di seluruh dunia.
Peserta jajak pendapat ini adalah 1.000 warga dewasa dari seluruh Provinsi Prancis. Dari survei tersebut, tergambar bahwa kalangan muda di bawah 35 tahun justru sangat menyesalkan konten Charlie Hebdo yang tidak sensitif pada kepercayaan umat Muslim.
Sikap Charlie Hebdo yang ngotot kembali mencetak kartun Nabi Muhammad dalam edisi terbaru memicu unjuk rasa global. Di Aljazair, Niger, Pakistan, dan Somalia, kerusuhan merebak selama akhir pekan lalu.
Insiden terparah ada di Niger, karena komunitas muslim setempat membakar tujuh gereja. Kerusuhan di Ibu Kota Niamey menyebabkan 10 orang tewas, dan 45 luka-luka.
Dari awalnya protes atas konten Charlie Hebdo, ribuan warga Niger yang ikut unjuk rasa jadi panas dengan sentimen anti-Prancis. Negara di sisi Barat Afrika itu adalah bekas jajahan Negeri Anggur.
Selain gereja, bangunan dan bisnis berhubungan dengan Prancis juga diserang termasuk kios telepon dikelola perusahaan Prancis, Orange.
(mdk/ard)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Reaksi keras datang dari umat muslim di seluruh dunia akibat penerbitan gambar karikatur Nabi Muhammad saat itu.
Baca SelengkapnyaSurvei Global: 1 dari 3 Orang di Dunia Boikot Produk karena Perang Israel di Gaza, Termasuk Orang Indonesia
Baca Selengkapnya69,0 persen setuju terjadi penyimpangan di Ponpes Al-Zaytun.
Baca SelengkapnyaDewan HAM PBB kemarin menyepakati adanya perbedaan resolusi soal kasus kebencian agama setelah terjadi insiden pembakaran kitab suci Alquran di Swedia.
Baca SelengkapnyaDewan HAM PBB kemarin menyetujui resolusi tentang kebencian agama setelah insiden pembakaran Alquran di Swedia bulan lalu
Baca SelengkapnyaMayoritas warga Israel juga ingin gambar-gambar yang berkaitan dengan perang dihapus.
Baca SelengkapnyaSekolah-sekolah di Prancis menyuruh pulang siswi-siswi muslim karena mereka menolak melepaskan abaya atau pakaian muslimah mereka.
Baca SelengkapnyaSurvei: Mayoritas Kaum Muda Inggris Menilai Israel "Seharusnya Tidak Ada"
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo dan Mahfud MD ditinggalkan oleh warga Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan pada 4-11 Januari 2024 terhadap 1.220 responden. Survei dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka
Baca SelengkapnyaHasil Survei Litbang Kompas menyatakan, sebanyak 63,7 persen responden menyetujui agar praktik politik dinasti dibatasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Iran mengutuk keras tindak pembakaran Alquran di Swedia dan Denmark yang dibiarkan begitu saja dengan mengatasnamakan kebebasan berpendapat.
Baca Selengkapnya