'Tak Ada Pekerjaan di Srinagar, yang Ada Hanya Ketakutan'
Merdeka.com - Deepak Lal, pria asal Bengal Barat di India Timur, rela menempuh ratusan kilometer ke Srinagar, Kashmir. Tekadnya kuat, demi mendapat pekerjaan sebagai pelukis di ibu kota wilayah sengketa itu.
Namun, rencana Lal ambyar ketika pemerintah India mencabut status otonomi khusus dan memblokir wilayah Kashmir.
"Situasinya buruk. Ada ketakutan, tetapi juga tidak ada pekerjaan," ungkap Lal, seperti yang dikutip dari laman Aljazeera, Selasa (27/8).
-
Dimana saja di Gunungkidul mengalami kekeringan? Terlebih sebanyak 14 dari 18 kecamatan di sana mengalami kesulitan air bersih.
-
Kapan Gunungkidul menjadi tempat pelarian? Adapun 700.000 tahun lalu kawasan Yogyakarta belum sepenuhnya menjadi daratan. Wilayah dataran rendah masih digenangi air, sehingga belum bisa ditinggali oleh manusia.
-
Dimana Rohingya ditampung? 'Mereka pengungsi Rohingya ini akan ditempatkan di kamp pramuka oleh Satgas Provinsi,' kata Muhammad Iswanto.
-
Di mana lokasi kampung terisolir ini? Sebuah kampung di Kabupaten Grobogan letaknya berada di pedalaman hutan jati. Akses menuju kampung itu terbilang sulit. Pengunjung dengan kendaraan roda dua harus melewati jalan berpasir yang sempit di antara pohon-pohon jati yang membentang sejauh empat kilometer.
-
Kapan kepunahan massal terjadi? Penelitian terbaru mengungkap rahasia bagaimana manusia purba berhasil bertahan dari kepunahan massal sekitar 900.000 tahun yang lalu.
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
Pria 23 tahun itu menuturkan, para pekerja yang berasal dari luar Kashmir pun telah angkat kaki dari daerah perbatasan India dan Pakistan itu."Semua orang yang datang bersama kami sudah pergi," katanya.
Beberapa hari setelah India menutup wilayah Kashmir, ribuan orang terjebak. Lal mengatakan, dirinya pun berniat pergi setelah menyelesaikan tugasnya untuk melukis dinding rumah di pinggiran Kota Srinagar.
Tidak ada arahan pemerintah untuk pekerja migran di Kashmir
Ashok Lal, saudara laki-laki Deepak Lal mengatakan, tidak ada pemberitahuan apapun dari pemerintah ketika mereka datang ke Kashmir untuk mencari pekerjaan.
"Tidak ada arahan untuk kita," tegasnya. "Kami tidak tahu harus berbuat apa. Kami tidak dipukuli atau disentuh oleh orang-orang, tetapi kami takut karena ketika kami ke jalan, anak laki-laki setempat bertanya mengapa kami belum pergi."
Sementara itu, ada kekhawatiran dirasakan warga Kashmir setelah Pasal 370 tentang status otonomi khusus Kashmir dicabut. Mereka takut, pencabutan pasal itu berkaitan dengan tujuan pemerintah India untuk mengubah demografi di wilayah mayoritas muslim itu.
Ketika pasal 370 masih berlaku, mereka yang bukan penduduk asli Kashmir dilarang menetap secara permanen atau membeli tanah di sana.
Langkah India untuk mencabut hak khusus Khasmir telah memicu kekhawatiran, pemerintah India akan mulai membangun pemukiman untuk penduduk di luar Kashmir, sehingga mereka memiliki hak untuk tinggal secara permanen di sana.
"Sebagian besar dari mereka mengalami ketakutan dan beberapa telah diusir paksa oleh orang-orang," ungkap seorang pejabat senior kepada Aljazeera.
Menurut sumber tersebut, situasi itu mendorong pemerintah untuk membantu para pekerja migran untuk keluar dari Kashmir. Bantuan tersebut antara lain berupa layanan bus dan makanan.
Menanggapi kondisi Kashmir, pemerintah New Delhi mengatakan perlunya memerangi pemberontak bersenjata yang ingin membentuk pemerintahan sendiri, ataupun bergabung dengan Pakistan. Dilaporkan ribuan orang terbunuh dalam konflik yang berlangsung dalam dekade terakhir.
Keputusan India untuk mencabut Pasal 370 mendapat protes keras dari warga Kashmir. Ribuan orang telah ditangkap, tidak terkecuali politisi setempat.
Di Srinagar, beberapa pemuda mulai mendesak para pekerja migran untuk meninggalkan wilayah itu. Beberapa pekerja migran itu bahkan mengaku mendapat ancaman. Para pemuda Kashmir mengklaim, para pekerja migran itu berpotensi menjadi pendatang pertama yang menetap di tanah Kashmir.
Kekhawatiran akan Perubahan Demografis
"Kami tidak melakukan kesalahan apapun," ungkap Muhammad Umar, penduduk asli Srinagar.
Menurutnya, penduduk Kashmir khawatir jika para pekerja migran akan membuat pemukiman permanen di Kashmir. Meski demikian, Umar mengaku bahwa warga Kashmir tidak menyakiti mereka.
"Kami tidak ingin demografi negara (Kashmir) berubah," kata Umar, menjelaskan alasan penduduk Kashmir meminta pekerja migran untuk pergi.
Lebih lanjut Umar menjelaskan, dirinya dan sejumlah warga membantu mengumpulkan uang dan menyuruh para pekerja migran untuk kembali ke daerah asalnya.
Di sebuah masjid di Kota Srinagar, warga setempat berjanji untuk tidak menyewakan atau menjual rumah mereka untuk pekerja migran.
Aljazeera melaporkan, setiap tahunnya ada puluhan ribu pekerja datang dari beberapa negara bagian India ke Kashmir. Umumnya, mereka bekerja sebagai tukang cukur, penjahit, tukang batu, dan tukang kayu.
Akibat aksi pengusiran pekerja migran, hampir semua salon di Srinagar ditutup.
"Saya tidak pergi berbelanja sekarang. Saya bahkan tidak berani membukanya (tempat pangkas rambut), karena semua toko lokal lainnya juga tutup," tutur Mohammad Shafiq, seorang tukang cukur dari negara bagian Uttar Pradesh.
Dari puluhan salon yang ada di Srinagar, Shafiq adalah salah satu tukang cukur yang tersisa. Shafiq bercerita, dirinya kini memilih untuk mendatangi langsung para pelanggan di rumah mereka.
Kebimbangan serupa juga dialami Muhammad Hanief, seorang penjahit dari negara bagian Bihar. Meski penduduk setempat belum memintanya pergi, Hanief yang memiliki toko di Srinagar mengaku tak yakin dengan masa depan bisnisnya.
"Tidak ada yang meminta saya untuk pergi, tetapi ada begitu banyak ketakutan menghampiri dan tidak ada pekerjaan," ungkapnya.
India Pertimbangkan Pencabutan Status Khusus Kashmir
Kemarin pengadilan tinggi India mengkaji keputusan pemerintah untuk mencabut status khusus Kashmir. Pihak pengadilan juga telah meminta pemerintah menjelaskan sikapnya.
Dikutip dari laman Aljazeera, Mahkamah Agung mengadakan sidang pendahuluan atas petisi dan mengatakan sidang reguler akan dilangsungkan di bulan Oktober. Dilaporkan, lima orang hakim ditunjuk untuk memimpin sidang tersebut.
Pemerintah diminta mengirimkan pernyataan untuk menanggapi 14 petisi tentang pencabutan hak otonom Kashmir, serta laporan pembatasan media yang berlaku di sana.
Reporter Magang: Anindya Wahyu Paramita
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia terpaksa melakukan tindakan nekat, seperti mendirikan warung pinggir jalan, demi bertahan hidup.
Baca SelengkapnyaSebuah resor ski di Gulmarg, Kashmir, India, kehilangan hamparan salju putih karena perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaSebanyak 101 pencari suaka asal Afghanistan, Irak dan Pakistan masih bertahan di gedung tersebut.
Baca SelengkapnyaNegara dengan penduduk terbanyak di dunia ini mengalami krisis lapangan pekerjaan.
Baca SelengkapnyaKejadian ini yang kedua kalinya setelah pada Jumat (31/5) kemarin, juga ada pengungsi yang kabur.
Baca SelengkapnyaTerjangan tanah longsor meratakan dan mengubur beberapa rumah. Sementara, lebih dari 100 orang dikhawatirkan masih terkubur di bawah tanah. Simak selengkapnya!
Baca SelengkapnyaAda seorang warga kampung yang hilang dan keberadaannya belum diketahui hingga kini.
Baca SelengkapnyaDitumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaBelasan pengungsi tersebut kabur dengan cara merusak pagar jaring besi.
Baca SelengkapnyaJumlah korban tewas diperkirakan bisa meningkat karena lebih dari 20 orang masih terperangkap atau hilang.
Baca SelengkapnyaSetelah ditinggal warganya, kampung ini kemudian berganti nama menjadi Mojokoncot
Baca SelengkapnyaDi balik keasriannya, ada cerita kelam ketika puluhan rumah dibakar paksa oleh pemberontak. Dari 80 rumah yang ditinggali warga, kini tersisa hanya 10 bangunan.
Baca Selengkapnya