Vaksin Corona Masih Diuji Coba, Obat-obatan ini Dilaporkan Efektif Sembuhkan Pasien
Merdeka.com - Para ahli hingga kini masih menguji coba sejumlah vaksin atau obat yang berpotensi efektif melawan pandemi virus corona di seluruh dunia.
Amerika Serikat (AS) dan China mulai melakukan uji coba vaksin virus corona pada manusia untuk pertama kalinya. Empat pasien disuntik di fasilitas penelitian Kaiser Permanente di Seattle, Washington, seperti dilaporkan kantor berita AP.
Vaksin ini tidak menyebabkan penyakit Covid-19 yang disebabkan infeksi virus corona baru tapi mengandung kode genetik tak berbahaya ditiru dari virus penyebab penyakit tersebut.
-
Siapa yang terlibat dalam produksi vaksin dalam negeri? Salah satu proyek unggulannya adalah pengembangan Vaksin Merah Putih atau INAVAC yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair).
-
Apa tujuan produksi vaksin dalam negeri? Kemandirian dalam produksi vaksin merupakan salah satu kebijakan utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam meningkatkan ketahanan kesehatan nasional.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
-
Siapa yang butuh vaksin cacar api? Vaksin ini terbukti mengurangi risiko terkena cacar api dan mengurangi tingkat keparahan gejala jika infeksi tetap terjadi.
-
Kenapa vaksin dalam negeri penting? Hal ini disampaikannya saat meresmikan fasilitas produksi vaksin PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia di Kabupaten Bogor, pada Rabu (11/9). Menkes Budi menekankan bahwa pengalaman sukses dalam mengembangkan Vaksin Merah Putih menunjukkan betapa krusialnya memiliki berbagai jenis vaksin untuk memastikan keamanan kesehatan masyarakat.
Para ahli mengatakan, dibutuhkan beberapa bulan untuk mengetahui apakah vaksin ini, atau lainnya dalam penelitian, bisa ampuh.Ilmuwan di seluruh dunia kini tengah mempercepat penelitian.
Di seluruh dunia ada sekitar 35 perusahaan dan institusi yang sedang berpacu membuat vaksin corona.
Namun sejumlah dokter juga sudah mencoba beberapa obat yang terbukti cukup efektif menyembuhkan pasien covid-19.
Apa saja obat-obat itu dan bagaimana tanggapan sejumlah negara? Berikut rangkumannya:
Pakistan Pakai Chloroquine Phosphate
Cabang perusahaan Bayer di Pakistan akhir bulan lalu mengirimkan sekitar 300.000 tablet Resochin (chloroquine phosphate) ke Provinsi Guangdong, China, untuk mengobati para pasien corona (Covid-19).
Dikutip dari laman China Economic Net, Sabtu (22/2), chloroquine phosphate yang biasa digunakan sebagai obat antimalaria terbukti efektif untuk mengobati pasien terinfeksi virus corona.
Obat antimalaria itu sudah dipakai di dunia medis selama 70 tahun.
Bayer mengatakan mereka mengirimkan obat itu setelah ada permintaan dari pemerintah Provinsi Guangdong, China.
Kloter pertama Resochin disiapkan dan dikirimkan dalam waktu 24 jam.
"Kami menyiapkan para ahli medis dan mendukung upaya China dalam memerangi epidemi virus corona, begitu pula tindakan karantina, dan kami akan berkomitmen kepada para pekerja medis dan pasien," ujar Jiang Wei, presiden Bayer Grup China dan presiden bayer Pharmaceuticals Wilayah China dan APAC.
Bulan lalu Zhong Nanshan, spesialis ahli pernapasan dan akademisi di Akademi Rekayasa China dalam konferensi pers di Provinsi Guangdong mengatakan hasil uji klinis memperlihatkan chloroquine phosphate efektif untuk mengobati virus corona (Covid-19).
Perusahaan produsen obat kini mempercepat produksi dan pengiriman obat itu setelah chloroquine phosphate masuk dalam daftar enam obat yang disarankan untuk menangani virus corona oleh Komisi Kesehatan Nasional.
Pihak Komisi Kesehatan Rabu lalu mengumumkan enam tipe penanganan virus corona, termasuk perawatan dengan obat tradisional China.
Obat anti-Malaria
Badan Obat dan Makanan (FDA) Yordania mengizinkan dokter untuk menggunakan hydroxychloroquine bersama dengan obat antivirus sebagai pengobatan untuk Covid-19 pada pasien dalam stadium lanjut penyakit ini.
Sebuah penelitian di Perancis baru-baru ini menunjukkan hydroxychloroquine, obat untuk malaria yang telah digunakan di seluruh dunia selama beberapa dekade, mungkin bermanfaat jika digunakan dengan mekanisme antibiotik untuk memerangi infeksi virus corona.
Dr Hayel Obeidat, kepala FDA Yordania, mengatakan kepada Aljazeera, lembaganya mengizinkan penggunaan hydroxychloroquine pada Minggu dan menetapkan dasar hukum untuk penggunaannya, mengacu pada studi internasional di Amerika Serikat dan Eropa.
"Hydroxychloroquine seharusnya hanya digunakan sebagai bagian dari protokol perawatan dengan komponen antivirus lainnya dengan pengawasan dokter. Ini bukan mekanisme pencegahan," jelasnya kepada Aljazeera, dikutip Senin (23/3).
Obeidat mengatakan telah melarang penjualan hydroxychloroquine di apotek-apotek untuk mencegah penimbunan obat dan hanya diperuntukkan bagi pasien yang benar-benar membutuhkannya.
Menteri Kesehatan Dr Saad Jaber mengumumkan 13 kasus lagi dalam konferensi pers yang disiarkan televisi pada Minggu malam, sehingga total kasus virus corona menjadi 112. Sekitar 5.000 orang masih berada di pusat karantina pemerintah di hotel-hotel di ibukota Amman dan daerah Laut Mati.
Pemerintah mengumumkan keadaan darurat pada Kamis dan mengumumkan jam malam pada Sabtu untuk memerangi penyebaran virus corona.
Adapun untuk mengobati infeksi Covid-19 saat ini di Yordania dengan hydroxychloroquine, Obeidat mengatakan, pada titik ini, semua kasus yang dikonfirmasi tidak begitu memerlukannya.
Dia mengatakan, produsen farmasi Yordania memiliki sejumlah besar obat dan menyumbangkan semua stok mereka kepada pemerintah dalam upaya untuk melawan infeksi.
Dr Asem Mansour, Kepala Pusat Kanker Raja Hussein di Yordania, sebuah rumah sakit terkemuka di Yordania, mengatakan penelitian Perancis yang menyatakan bahwa hydroxychloroquine adalah kemungkinan pengobatan virus corona tidak akurat secara ilmiah dalam hal ukuran dan parameter pengukurannya.
Para Peneliti Prancis
Menurut penelitian yang dilakukan para peneliti Prancis, kombinasi pemakaian obat Hydroxychloroquine dan Azithromycin kepada pasien yang terinfeksi corona terbukti efektif. Studi yang dilakukan terhadap 80 kasus itu memperlihatkan para pasien sembuh dalam enam hari.
Laman Al Arabiya melaporkan, Minggu (29/3), penelitian itu dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin Didier Raoult dari Infeksi IHU-Mediterranee di Prancis.
Dari 80 pasien yang mendapat pengobatan dengan kombinasi hydroxychloroquine and azithromycin, Raoult dan timnya menemukan ada perbaikan pada seluruh pasien, kecuali pasien berusia 86 tahun yang kemudian meninggal. Seorang pasien 74 tahun masih di ruang intensif ketika studi ini dipublikasikan.
Hydroxychloroquine adalah obat anti-malaria dan anti0infeksi yang dipakai untuk menangani pasien auto-imun seperti lupus dan rheumatoid arthritis, namun obat ini sudah dicoba kepada pasien dengan gejala corona dan sukses.
Di Timur Tengah Bahrain menjadi salah satu negara yang mencoba pemakaian hydroxychloroquine sebagai obat untuk mengobati pasien Covid-19. Bahrain sudah mencoba obat itu pada 26 Februari lalu, dua hari setelah melaporkan kasus pertama corona.
Di berbagai belahan dunia, sejumlah negara memperluas pemakaian obat hydroxychloroquine dan chloroquine yang mengandung unsur kina dan berasal dari pohon kina yang serta sudah digunakan berabad-abad untuk mengobati malaria.
"Kami memastikan efektivitas hydroxychloroquine yang dikombinasikan dengan azithromycin dalam mengobati pasien Covid-19 dan potensinya yang cukup efektif dalam mengobati gejala tahap awal corona," kata peneliti asal Prancis itu dalam kesimpulannya.
"Karena penting sekali menangani penyakit ini dengan obat yang efektif dan aman serta betapa murahnya kedua obat ini, baik hydroxychloroquine dan azithromycin, kami meyakini tim lain harus segera mengevaluasi strategi terapi ini untuk menghindari penyebaran penyakit ini dan mengobati pasien sebelum komplikasi pernapasan yang parah terjadi," kata para peneliti.
Hingga kini masih ada perdebatan di para ahli medis tentang penggunaan chloroquine sebagai obat untuk pasien corona. Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih belum menyetujui penggunaan chloroquine untuk mengobati pasien bergejala corona. Di Amerika Serikat, Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan (FDA) saat ini masih mempelajari untuk membuat obat ini bisa digunakan dalam kondisi darurat.
Obat Flu Jepang
Otoritas kedokteran di China mengatakan obat yang digunakan di Jepang untuk mengobati jenis baru influenza nampaknya efektif untuk mengobati pasien virus corona, seperti dilaporkan media Jepang pada Rabu.
Pejabat di Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China, Zhang Xinmin mengatakan, favipiravir, dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm, telah menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.
"Obat itu memiliki tingkat keamanan tinggi dan jelas efektif dalam pengobatan," jelas Zhang kepada wartawan pada Selasa, dikutip dari The Guardian, Rabu pekan lalu.
Pasien yang diberi obat itu di Shenzhen berubah negatif dari virus setelah rata-rata empat hari sejak dinyatakan positif, dibandingkan dengan rata-rata 11 hari untuk mereka yang tidak diberikan obat tersebut, kata stasiun televisi NHK.
Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91 persen dari pasien yang diobati dengan favipiravir, dibandingkan dengan 62 persen mereka yang tidak menggunakan obat.
Fujifilm Toyama Chemical, yang mengembangkan obat tersebut juga dikenal sebagai Avigan pada 2014, menolak mengomentari klaim itu. Saham perusahaan menguat pada Rabu setelah komentar Zhang.
Dokter di Jepang menggunakan obat yang sama dalam pengujian klinis pasien virus corona dengan gejala ringan sampai sedang, berharap dapat mencegah virus menyebar ke orang lain.
Tapi seorang sumber dari Kementerian Kesehatan Jepang menyebut obat itu tidak efektif untuk pasien dengan gejala parah.
"Kami memberikan Avigan kepada 70 sampai 80 orang, tapi nampaknya tidak cukup mempan ketika virus telah berlipat ganda," jelas sumber ini kepada Mainichi Shimbun.
Keterbatasan yang sama telah diidentifikasi dalam penelitian yang melibatkan pasien virus corona menggunakan kombinasi antiretroviral HIV lopinavir dan ritonavir, sumber menambahkan.
Pada 2016, pemerintah Jepang memasok favipiravir sebagai bantuan darurat untuk menghadapi wabah virus Ebola di Guinea.
Favipiravir memerlukan persetujuan pemerintah untuk penggunaan skala penuh pada pasien Covid-19, karena pada awalnya dimaksudkan untuk mengobati flu.
Seorang pejabat kesehatan mengatakan kepada Mainichi Shimbun obat ini dapat disetujui paling cepat pada Mei. "Tetapi jika hasil penelitian klinis tertunda, persetujuan juga bisa ditunda."
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kanker merupakan momok bagi banyak orang. Pada saat ini, Rusia mengklaim bahwa mereka selangkah lebih dekat untuk menemukan vaksin Kanker.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaVaksin flu universal bisa membantu mengatasi berbagai jenis flu dan mutasinya seperti Covid-19.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaPemerintah berupaya mencegah penyebaran Mpox dengan melakukan vaksinasi yang sudah disetujui WHO dan BPOM.
Baca SelengkapnyaAdapun beberapa atlet terkenal telah dinyatakan positif COVID-19 di Olimpiade Paris 2024.
Baca SelengkapnyaBeberapa waktu terakhir terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSejumlah penemuan penting terkait medis dilaksanakan pada tahun 2023 ini dan bisa berdampak pada semakin banyak penyakit yang diatasi.
Baca SelengkapnyaSepanjang 2023, Etana berhasil kembangkan produk bioteknologi dan vaksin.
Baca SelengkapnyaBeredar kabar vaksin Mpox yang dipersiapkan adalah vaksin eksperimental.
Baca SelengkapnyaPelatihan yang diberikan oleh Biofarma maupun Unpad di masa mendatang para peniliti tersebut bisa mempunyai pabrik vaksin di negara mereka masing-masing.
Baca SelengkapnyaProduksi vaksin dalam negeri dianggap akan mampu mendorong ketahanan kesehatan nasional.
Baca Selengkapnya