Warga Korea Utara Dilaporkan Mengalami Kelaparan dan Ratusan Ribu Anak Gizi Buruk
Merdeka.com - Sanksi Dewan Keamanan PBB, penutupan perbatasan dengan China karena Covid-19, dan kekeringan 2020 menyusul hujan topan menyebabkan kelangkaan makanan yang parah di Korea Utara, di mana kekhawatiran meningkat terkait meluasnya malnutrisi atau gizi buruk dan potensi terulangnya kelaparan tahun 1990 di negara itu.
Belum lama ini, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengakui masalah tersebut dalam pertemuan Komite Pusat Partai Buruh. Dalam pertemuan pada Juni itu, Kim juga menyinggung sektor pertanian yang gagal mencapai target produksi gandum karena kerusakan akibat topan tahun lalu. Kim juga menyebut dampak Covid-19.
“Penting bagi seluruh partai dan negara untuk berkonsentrasi pada pertanian,” kata Kim, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (1/7).
-
Apa yang terjadi akibat kekeringan? Sudah sebulan ini warga Desa Petir harus berjuang mendapatkan air bersih.
-
Apa ancaman kekeringan terhadap pasokan air? Kondisi ekstrem ini mengancam pasokan air.
-
Apa saja yang terdampak kekeringan? Berdasarkan data yang dihimpun BPBD, dari 14 kapanewon terdapat 55 kelurahan yang berpotensi terdampak.
-
Mengapa status siaga darurat bencana kekeringan dikeluarkan? Status siaga darurat ini dikeluarkan usai tiga wilayah kabupaten, yaitu Kulon Progo, Gunungkidul, dan Sleman, telah bertatus siaga darurat hidrometeorologi.
-
Kenapa perubahan iklim memperburuk dampak kekeringan? Namun, para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim memperburuk dampak dari fenomena cuaca ini, sehingga membuatnya semakin sulit untuk diprediksi.
-
Apa yang terjadi di Banten akibat kekeringan? Akibat fenomena ini, warga Banten kini mengalami kesulitan untuk mendapat air bersih. Sawah dan ladang mereka pun kini kekeringan.
Pakar Korea Utara di Universitas SOAS London, Hazel Smith, melukiskan gambaran yang gamblang tentang apa yang dia tahu sedang terjadi di negara tersebut.
“Anak-anak di bawah tujuh tahun, perempuan hamil dan menyusui, orang-orang lemah, lansia, ini adalah orang-orang yang kelaparan, saat ini,” jelasnya.
Korea Utara membutuhkan 5,2 juta ton makanan pada 2020, tapi hanya memproduksi 4 juta ton, seperti tercantum dalam laporan Institut Pembangunan Korea di Seoul bulan lalu.
Pada laporan Juni, FAO memperkirakan, bahkan dengan impor, Korea Utara akan mengalami kesenjangan pangan 780.000 ton untuk 2020-2021, menguraikan efek kekeringan pada awal 2020, disusul serangkaian topan dan hujan lebat pada Agustus dan September yang sangat menghambat produksi pangan.
“Jika kesenjangan ini tidak cukup ditutupi melalui impor komersial dan/atau bantuan pangan, rumah tangga dapat mengalami masa sulit antara Agustus dan Oktober 2021,” kata FAO.
UNICEF memperingatkan bahaya yang mengancam dalam pembaruan terbarunya di negara itu.
Di Korea Utara “10 juta orang dianggap rawan pangan, 140.000 anak di bawah 5 tahun menderita kekurangan gizi akut dan tingkat kekurangan gizi dan kematian yang lebih tinggi diantisipasi untuk tahun 2021,” jelas UNICEF dalam Laporan Situasi Kemanusiaan yang diterbitkan pada bulan Februari.
“Ada lebih banyak pengemis, beberapa orang meninggal karena kelaparan di daerah perbatasan,” kata peneliti senior Human Rights Watch, Lina Yoon tentang kesaksian dari seorang misionaris yang bekerja di Korea Utara.
Menderita akibat sanksi PBB
Dewan Keamanan PBB memberlakukan sanksi 2375 dan 2397 pada September dan Desember 2017, untuk membatasi impor minyak mentah dan produk minyak olahan Korea Utara.
Kekurangan bahan bakar, petani terhambat dalam menanam dan memanen hasil tanam dan membawa produk mereka ke pasar.
“Pertanian di mana pun di dunia bergantung pada minyak. Ini bukan ilmu roket,” kata Smith, menguraikan apa yang dia lihat sebagai penyebab utama potensi bencana kemanusiaan yang terjadi di Korea Utara.
Smith mengatakan rakyat Korea Utara yang benar-benar menderita akibat sanksi ini.
“Mereka (sanksi) tidak mempengaruhi pemerintah atau elit, perusahaan yang terlibat dalam penghilangan sanksi. Mereka tidak kelaparan,” ujarnya.
Selain sanksi, keadaan juga diperburuk penutupan perbatasan dengan China, karena Beijing bertanggung jawab atas sekitar 90 persen perdagangan luar negeri Korea Utara.
Setelah Pyongyang menutup diri dalam upaya untuk mencegah Covid-19, impor dari China anjlok 81 persen pada 2020, menurut Forum Asia Timur, sebuah lembaga think-tank Seoul.
Tidak adanya impor diperkirakan telah menyebabkan kekacauan di pasar Korea Utara, dengan harga 1 kilogram beras di Pyongyang naik 22 persen dalam satu minggu di bulan Juni, menurut Daily NK, media yang dikelola pembelot yang berbasis di Seoul. Kontrol perdagangan juga berkontribusi pada lonjakan harga beberapa barang impor – sebotol sampo naik 10 kali lipat, dan sekarang berharga sekitar Rp 2 juta.
Fluktuasi harga juga mendorong warga Korea Utara untuk mengubah kebiasaan makan mereka – mengganti nasi dengan jagung, yang lebih murah.
Menurut Direktur Korea Utara Pusat Penelitian Asia Timur Laut Institut Jurnal Jaringan Strategi Global, Kwon Tae-jin, warga Korea Utara semakin tidak bahagia.
“Jika ini terus berlanjut, mungkin ada keraguan soal kepemimpinan Kim Jong Un dan dia akan merasakan tekanan politik, yang tampaknya dia anggap sebagai ancaman,” kata Kwon kepada Al Jazeera.
Tekanan itu mungkin yang mendorong Kim untuk mengakui ada masalah.
Pengakuan itu adalah “upaya untuk memberi tahu penduduk dan memberi mereka rasa aman”, Choi Su-min, seorang peneliti di Institut Sejong di Seoul mengatakan kepada Al Jazeera.
Penangguhan sanksi
Smith melakukan analisis paling rinci terkait kelaparan itu dan memperkirakan kematian mungkin sekitar setengah juta. Dia mengatakan akhir-akhir ini – meskipun Korea Utara menjadi salah satu negara paling terisolasi di dunia – orang luar tidak sepenuhnya mengabaikan situasi tersebut.
Menurutnya yang harus dipertanyakan saat ini adalah apa yang harus dilakukan soal sanksi Dewan Keamanan PBB dan keengganan Korea Utara untuk menegosiasikan pencegahan nuklirnya.
Smith merekomendasikan peninjauan sanksi, dan sanksi yang berlaku sejak tahun 2017, yang menargetkan minyak, segera ditangguhkan, “karena kami tahu mereka memiliki efek yang sangat berbahaya pada populasi secara keseluruhan, dan yang paling rentan.”
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kim Jong-un memobilisasi sejumlah pesawat militernya. Namun aksi ini bukan dilakukan untuk perang, melainkan menyelamatkan tanaman utama yang terdampak topan.
Baca SelengkapnyaDiktator ini mengakui kondisi perekonomian negaranya mengalami krisis yang parah.
Baca SelengkapnyaFoto terbaru yang dirilis KCNA memperlihatkan pemandangan tak biasa. Pemimpin Korut Kim Jong-un tampak jongkok di pinggir sawah dengan memasang wajah serius.
Baca SelengkapnyaPBB memperingatkan bencana kelaparan akan segera melanda warga Gaza.
Baca SelengkapnyaJumlah korban meninggal dunia akibat cuaca ekstrem tersebut terus bertambah menjadi 26 orang.
Baca SelengkapnyaSektor pertanian negara itu pun mengalami penurunan produksi, karena kurangnya modal, peralatan, pupuk hingga insektisida yang dibutuhkan oleh para petani.
Baca SelengkapnyaSebelumnya Kim nekat terobos genangan banjir yang tinggi dengan mobil SUV mewah.
Baca SelengkapnyaJumlah korban bertambah. Setidaknya 26 orang tewas dan 10 hilang setelah hujan lebat menyebabkan banjir dan tanah longsor parah di Korea Selatan.
Baca SelengkapnyaKim Jong-un memimpin langsung operasi militer untuk mengevakuasi ribuan orang yang terisolasi akibat banjir di Korea Utara.
Baca SelengkapnyaIsrael Blokir Bantuan Kemanusiaa, Warga Palestina Terpaksa Makan Rumput dan Makanan Kedaluarsa
Baca SelengkapnyaApakah Indonesia termasuk yang dilanda kerawanan pangan?
Baca SelengkapnyaMeninggalnya enam orang di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah dipastikan karena terjangkit diar
Baca Selengkapnya