Waspada Memanasnya Isu China-AS, Klaim Genosida Xinjiang dan Asal-Usul Virus Corona
Merdeka.com - Sejarah mengajarkan informasi tentang Perang Irak dan Tragedi Kekerasan Tiananmen terbukti tidak benar.
Kini muncul klaim genosida terhadap etnis Uighur di Xinjiang, China dan isu asal-usul virus corona yang kian meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat dan China.
Christine Loh, profesor pengamat di Universitas Sains dan Institut Teknologi Lingkungan Hong Kong mengatakan isu-isu belakangan di seputar ketegangan geopolitik AS-China ini perlu dicermati dengan hati-hati agar tidak salah menilai.
-
Apa itu fakta? Fakta adalah pernyataan yang berupa situasi riil dari sebuah kajadian yang terjadi. Fakta berisi sesuatu yang benar-benar ada dan pernyataan dari sebuah fakta biasanya sulit untuk disanggah oleh siapapun.
-
Apa dampak memutarbalikkan fakta? Merusak Kepercayaan: Kebiasaan memutar balikan fakta akan membuat orang lain sulit mempercayai pelaku. Ketika kebenaran akhirnya terungkap, orang-orang di sekitarnya akan merasa dikhianati, sehingga kepercayaan mereka terhadap pelaku hilang.
-
Kenapa informasi di video itu salah? Kesimpulan Prabowo lawan perintah Jokowi dan menolak mentah-mentah Kaesang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta adalah tidak benar. Faktanya, video yang beredar berisi beberapa klip yang tidak saling berkaitan.
-
Bagaimana fakta membantu menjelaskan peristiwa? Fakta juga menjadi penjelas dari sebab-akibat peristiwa atau kejadian yang dijelaskan dalam teks eksplanasi.
-
Kenapa informasi yang salah berbahaya? 'Sering kali orang terdekat justru memberikan informasi yang tidak terbukti kebenarannya sehingga menghalangi para pejuang kanker payudara mendapatkan pengobatan lanjutan,' jelasnya.
Dilansir dari laman South China Morning Post, Sabtu (19/6), Peristiwa Tragedi Tiananmen 1989, kata Loh, membuat warga dunia menilai seperti apa pemerintahan China selama ini. Peristiwa itu terjadi dekat dengan Hong Kong yang tidak lama kemudian kolonial Inggris menyerahkan kekuasaannya atas kota itu kepada China pada 1997.
Dunia meyakini banyak orang dibantai di Lapangan Tiananmen pada 4 Juni. Perdana Menteri Australia Bob Hawke kala itu membacakan laporan diplomatik di depan publik beberapa hari kemudian.
Dia mengatakan, "ketika orang-orang yang tidak bisa melarikan diri itu karena tewas atau luka, tentara kemudian menyerbu ke lapangan menusuk bayonet dan menembaki mereka yang masih hidup. Kendaraan lapis baja dan tank kemudian berjalan maju mundur untuk menggilas mayat orang-orang sampai mereka rata lalu buldoser mengambil sisa jasad-jasad itu untuk kemudian dibakar oleh tentara."
Juru bicara China Yuan Mu kala itu dikecam karena mengatakan tidak ada seorang pun tewas di Lapangan Tiananmen. Namun laporan media ABC News awal bulan ini meragukan kebenaran peristiwa itu.
ABC News mencatat banyak diplomat kemudian mengetahui setelah insiden di Lapangan Tiananmen itu, sejumlah rincian yang dibacakan Hawke ternyata bohong.
Tentara di lapangan itu tidak bersenjata dan warga berdemo dengan damai. Bentrokan antara warga dengan tentara memang terjadi tapi agak jauh dari Lapangan Tiananmen. Yuan mengakui sekitar 300 orang dan tentara tewas dalam bentrokan itu.
Semua rincian informasi penting yang ditangkap publik itu ternyata salah. Australia dan Inggris dicekoki informasi keliru oleh seorang sumber yang masih menjadi misteri hingga kini.
Pelajaran dari Perang Irak
Contoh lain tentang betapa informasi yang salah bisa berdampak sangat dahsyat adalah Perang Irak. Laporan intelijen mengatakan Irak memiliki senjata pemusnah massal yang kemudian menjadi alasan AS untuk menginvasi pada 2003. Belakangan penyelidikan lebih mendalam mengungkapkan Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal itu.
Pemerintahan AS kala itu mengabaikan informasi sebaliknya yang juga beredar di kalangan intelijen. Para pemimpin senior AS membuat propaganda untuk mendukung perang sebagai jalan pergantian rezim Irak.
Perang Irak secara resmi berakhir pada 2011. Dokumentasi kematian warga sipil dari perang delapan tahun itu mencapai lebih dari 120.000 jiwa. Angka sebenarnya jauh lebih tinggi dari itu. Ongkos kemanusiaan dari perang itu adalah pengungsi, kelaparan, dan kemiskinan.
Apa yang terjadi di Irak juga menggambarkan apa yang sedang berkembang di Taiwan.
China mengatakan mereka tidak menutup kemungkinan akan menggunakan kekerasan jika ada aksi separatis terkait Taiwan.
Militer AS mengklaim Beijing akan menggunakan kekerasan untuk mengambil alih Taiwan dalam enam tahun mendatang dan mereka mengajukan tambahan anggaran militer sebesar USD 890 juta untuk Asia, termasuk angka USD 231 juta untuk menempatkan rudal di Guam yang bisa menjangkau China serta anggaran tambahan untuk latihan militer.
Saat ini kembali berkembang narasi yang disampaikan bekas Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sebelum pemerintahan Trump berakhir Januari lalu, bahwa China melakukan genosida terhadap muslim Uighur di Xinjiang. Pemerintahan Biden kini mengamini tudingan genosida itu.
Lalu kini ada lagi pertanyaan seputar asal-usul Covid-19. Sejauh ini ada dua teori yang berkembang: pertama, vorus itu berpindah dari hewan kelelawar ke manusia. Teori ini paling mendapat banyak dukungan dari dunia sains dan ilmuwan. Teori kedua adalah virus ini bocor dari laboratorium di Insitut Virologi Wuhan.
AS kini berkeras teori kedua harus diselidiki lebih lanjut. Para pejabat China dan sejumlah sumber justru mengatakan sebaliknya, bahwa kebocoran virus itu kemungkinan pertama kali terjadi di AS.
Sejumlah laporan muncul dari berbagai sumber yang mengatakan AS dan China berkolaborasi mengembangkan biosains melibatkan sejumlah virus.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang mendanai peneltian itu dan apakah pusat penelitian di CHina dan AS menerapkan protokol ketat dalam menangani virus itu?
Pelajaran pentingnya, kata Loh, adalah jangan terlalu cepat menghakimi, terutama dengan isu yang masih berkembang. Pembahasan tentang ketegangan geopolitik antara AS dan China bisa menimbulkan banyak narasi yang bertebaran.
Perang Irak menjadi pelajaran pahit tentang dampak informasi yang salah. Kita sedang menjalani itu sekarang.
(mdk/pan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Laporan AS mengklaim ada genosida di Xinjiang dan pembatasan kegiatan keagamaan tertentu serta menunjukkan peningkatan "anti-Semitisme" secara daring.
Baca SelengkapnyaBenarkah Nyamuk Wolbachia Bisa Sebarkan Radang Otak? Ini Faktanya!
Baca SelengkapnyaBeredar narasi Presiden Jokowi membangun IKN untuk warga China
Baca SelengkapnyaBeredar unggahan di media sosial yang mengklaim pasukan tentara China disiapkan untuk menyerang Indonesia
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaBeredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19
Baca SelengkapnyaBeredar video dengan klaim kelompok Hamas meluncurkan serangan roket ke Bandara Tel Aviv, Israel.
Baca SelengkapnyaBeredar tangkapan layar yang mengeklaim PM Singapura menyebut Indonesia sebagai negara yang tidak akan maju karena gila agama
Baca SelengkapnyaPenyakit ini sudah merebak di Beijing dan Liaoning utara, China.
Baca SelengkapnyaInformasi tentang sesar besar Sumatera yang akan menimbulkan tsunami itu beredar luas melalui video berdurasi pendek.
Baca SelengkapnyaPenemuan jejak kaki raksasa ini menghebohkan warga desa Pingyan, provinsi Guizhou, China.
Baca SelengkapnyaBeredar video yang memperlihatkan mobil berterbangan di sebuah jalan raya.
Baca Selengkapnya