Keberadaan Masjid Sayid Kuning dipercaya bermula tahun 1300. Syahdan, tokoh ulama Syekh Syamsudin bersemadi di Desa Onje yang saat itu hutan keramat untuk menghentikan pagebluk (wabah) di Pulau Jawa.

Di hutan, Syekh Syamsudin sempat membuat tempat peribadatan semi permanen dari pohon pakis. Tahun 1500, tempat tersebut dikukuhkan jadi masjid bersaka 4 kayu jati oleh Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.

Tahun 1700, masjid direnovasi oleh Sayyid Kuning. Dia seorang ulama menantu Adipati Onje II, priyayi keturunan Kerajaan Pajang yang memimpin pemerintahan di Desa Onje seluas 875 grumbul.

Peninggalan benda dari masa Kadipaten Onje, salah satunya Beduk berjuluk Duren Siklambi. Dipercaya, setiap 1 Syawal beduk akan berbunyi tanpa diketahui penabuhnya.

Tongkat khutbah milik Sayyid Kuning disakralkan dan disimpan di dalam masjid. Sistem perhitungan almanak Jawa, Aboge (alif, rebo, wage) jadi warisan pengetahuan Sayyid Kuning yang bertahan sampai kini.

Kini saban sore, Masjid Sayyid Kuning jadi tempat pendidikan Alquran bagi anak-anak setempat.

Pengajar baca Alquran diampuh oleh Kyai Maksudi (52), sesepuh Islam Aboge.

Kyai Maksudi memiliki garis keturunan generasi ke-13 dengan Sayyid Kuning. Turun temurun, ia menyimpan Babad Onje.

Masjid Sayyid Kuning masuk sebagai benda cagar budaya milik Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Masjid ini jadi simbol awal mula syiar Islam di Purbalingga.