7 Ritual menuju kedewasaan yang menyakitkan dari berbagai negara
Merdeka.com - Transisi dari anak-anak menuju kedewasaan merupakan saat yang penting dalam kehidupan manusia. Karena itulah masa peralihan ini biasanya disambut dengan pesta, perayaan, atau tradisi khusus. Di negara-negara barat, masa peralihan ini disambut dengan pesta debut. Keluarga mengadakan pesta di mana anak gadis diperkenalkan secara resmi kepada khalayak untuk pertama kalinya. Pesta debut ini menandai diterimanya si anak sebagai anggota masyarakat.
Budaya-budaya di negara lain umumnya memiliki tradisi yang berkonsep serupa. Ritual inisiasi untuk menandai peralihan seseorang dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Tetapi tak selalu diwarnai dengan pesta dan kesenangan, beberapa budaya di dunia menjalankan ritual menyakitkan untuk menyambut kedewasaan. Ada yang harus dipukuli, dicambuk, sampai disayat dengan pisau. Semua itu ditujukan untuk melatih mental dan ketahanan fisik orang yang diinisiasi, sehingga kelak dia bisa menjadi manusia yang kuat dan tabah dalam menjalani cobaan hidup. Tetapi bagi orang-orang dari kebudayaan lain bisa jadi ritual-ritual ini dianggap kejam.
Berikut ini kami sajikan 7 dari sekian banyak ritual menyakitkan untuk memasuki gerbang kedewasaan yang dirangkum dari Listverse dan Ranker.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kapan tradisi dianggap berbahaya? Perilaku perundungan dalam tradisi sebenarnya hanya menciptakan trauma, merusak hubungan antar anggota, dan membentuk budaya kekerasan yang berbahaya.
-
Apa yang unik dari tradisi Marosok? Keunikan lainnya dari tradisi Marosok adalah terjadinya tawar-menawar yang berlangsung tanpa suara dan hanya menggunakan bahasa isyarat dengan jari tangan.
-
Dimana tradisi Marosok masih lestari? Sampai saat ini, tradisi tersebut masih lestari, terutama di beberapa kota seperti Kabupaten Padang Pariaman, Tanah Datar, Kota Payakumbuh, Kabupaten Solok, Limapuluh Kota, dan Agam.
-
Apa yang sakit hati ajarkan? Jika kita tidak pernah merasakan sakit hati, kita tidak akan pernah benar-benar menghargai kebahagiaan.
-
Kapan tradisi ini dimulai? Tradisi undangan berhadiah kopi saset hingga bumbu masak telah lama digunakan masyarakat Majalengka sebelum melangsungkan hajatan.
Mengenakan sarung tangan dengan semut beracun, Amazon
Suku Satere-Mawe yang hidup di pedalaman hutan Amazon juga memiliki tradisi mengerikan untuk mengantar pemuda menuju kedewasaan. Para pemuda suku yang hendak menuju kedewasaan harus menjalani ritual di mana tangan mereka dimasukkan ke dalam sarung tangan yang sudah diisi semut peluru selama sepuluh menit. Sekadar informasi, semut peluru adalah spesies serangga yang memiliki racun sangat kuat. Menurut Schmidt Sting Pain Index, tingkat rasa sakit akibat gigitan semut ini berada pada skala 1,0 - 4,0, bisa digambarkan seperti terbakar hidup-hidup. Dan rasa sakit itu bisa berlangsung selama berjam-jam atau sehari penuh.
Photo by sites.psu.edu
Photo by www.myrmecos.net/Alex Wild Ritual memasukkan tangan ke dalam sarung tangan berisi semut peluru itu dilakukan sampai 20 kali. Si pemuda harus menahan rasa sakit yang dia rasakan untuk membutktikan kejantanan dan kekuatannya. Dia tidak boleh berteriak atau mengeluh walaupun kadang ada saja yang sampai pingsan karena tak tahan dengan rasa sakitnya.
Tato motif buaya, Papua Nugini
Suku primitif yang tinggal di sepanjang sungai Sepik, Papua Nugini menjalankan tradisi menyakitkan untuk mengantarkan para pemuda anggota suku menuju kedewasaan. Tradisi itu berkaitan erat dengan ritual pemasangan tato di tubuh pemuda yang sedang dipersiapkan untuk menuju kedewasaan. Kulit di dada, punggung, dan pinggang si pemuda dilukai sedemikian rupa hingga nantinya menghasilkan tato yang bentuknya mirip seperti sisik buaya. Kenapa harus buaya? Karena anggota suku ini percaya kalau hewan yang dianggap punya kekuatan mistis itu akan menyerap kemudaan si pemuda selama proses tato yang menyakitkan tersebut. Jika sudah kehilangan kemudaannya, maka yang tersisa hanyalah kedewasaan saja. Tak cukup sampai di situ, si pemuda masih harus menjalani sebuah ritual di mana dia akan dipermalukan dengan berbagai cara selama berminggu-minggu. Kedua ritual ini dipercaya dapat memperkuat mental dan fisik si pemuda, dua hal yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pria dewasa dalam suku itu.
Topik pilihan: Tradisi Unik | Lokasi Wisata | Situs Sejarah
Khitan ala Aborigin, Australia
Suku Mardudjara adalah salah satu etnis pribumi Aborigin yang merupakan penduduk asli Australia. Anak-anak lelaki di suku itu menjalani ritual mirip khitan begitu memasuki usia baliq, yaitu 15 atau 16 tahun. Tetapi berbeda dengan tradisi khitan di budaya Indonesia, proses khitan ini dilakukan di depan api unggun menggunakan pisau khusus yang sudah dimantrai. Tak ada proses pembiusan seperti yang biasa ditemui dalam pengkhitanan modern. Jadi si anak harus menahan rasa sakitnya.
Tak selesai sampai di situ, setelah proses khitan selesai si anak harus membuka mulut dan menelan kulit yang dipotong dari organ kemaluannya itu mentah-mentah.
Topik pilihan: Tradisi Unik | Lokasi Wisata | Situs Sejarah
Khitan perempuan suku Sabiny, Uganda
Khitan untuk wanita sebenarnya adalah praktek yang cukup umum ditemui dalam berbagai budaya, termasuk Indonesia. Tetapi proses khitan untuk menandai kedewasaan perempuan yang dijalankan oleh suku Sabiny di Uganda ini cukup mengerikan dan tak biasa. Dalam khitan ala suku Sabiny, bagian klitoris wanita akan dipotong sebagian. Kadang-kadang klitoris dipotong seluruhnya. Alasannya, dengan tak adanya klitoris hasrat seksual wanita akan berkurang. Jadi dia akan selalu setia kepada suaminya kelak dan tidak memiliki perilaku 'liar' di ranjang (yang dianggap memalukan). Saat khitan berlangsung, perempuan yang menjalaninya harus menahan rasa sakit luar biasa ketika klitoris disayat. Jika berhasil melaluinya, dipercaya si perempuan nantinya sanggup menanggung rasa sakit saat melahirkan anak-anaknya kelak dan melalui berbagai cobaan dalam hidup.Praktek khitan tradisional ini dianggap berbahaya oleh kalangan medis karena tidak dilakukan secara higienis dan tak ada perawatan khusus untuk mengurangi risiko infeksi pada organ pasien.
Topik pilihan: Tradisi Unik | Lokasi Wisata | Situs Sejarah
Setrika dada, Kamerun
Yang satu ini mungkin lebih tepat jika disebut sebagai tradisi, meskipun tak kalah menyakitkan dibandingkan ritual-ritual di atas. Gadis-gadis di Kamerun, terutama yang hidup dalam lingkungan dengan budaya tradisional harus menjalani proses di mana dada mereka disetrika agar tampak rata. Para ibu yang memiliki anak gadis di usia remaja menyetrika dada puteri mereka yang sedang tumbuh dengan batu, palu, spatula logam, atau kayu yang sudah dipanaskan terlebih dahulu. Setelah itu si anak diharuskan mengenakan sejenis korset untuk semakin menyamarkan bentuk dadanya.
Photo by CNN Hal ini dilakukan untuk menghindarkan si anak dari 'perhatian yang tak diinginkan' para pria. Orang-orang Kamerun berpendapat kalau dada yang menonjol bisa menimbulkan birahi. Jadi dengan dada yang rata para wanita akan terhindar dari pelecehan dan tampak lebih terhormat.
Topik pilihan: Tradisi Unik | Lokasi Wisata | Situs Sejarah
Penyayatan perut, Nigeria
Etnis Tiv yang tinggal di Nigeria juga memiliki ritual menyakitkan yang harus dilakukan para wanita untuk inisiasi menuju kedewasaan. Begitu mendapatkan haid, gadis-gadis suku Tiv harus menjalani ritual penyayatan perut. Untuk menandai kedewasaan, perut gadis yang baru mendapat haid tersebut disayat dengan beberapa torehan luka berbentuk garis memanjang. Ritual ini sifatnya wajib bagi para perempuan di sana. Selain menandakan kedewasaan, sayatan-sayatan ini dipercaya dapat meningkatkan kesuburan si gadis. Seorang gadis baru bisa disebut wanita sejati jika sudah memiliki empat bekas sayatan di perutnya. Dengan begitu mereka pun bisa mendapatkan jodoh yang baik.
Topik pilihan: Tradisi Unik | Lokasi Wisata | Situs Sejarah
Ritual berburu suku Matis, Brasil
Suku Matis adalah etnis minoritas di Brasil yang mata pencahariannya adalah berburu. Pria-pria di suku ini adalah pemburu-pemburu yang andal. Tetapi pekerjaan berburu hanya boleh dilakukan oleh pria-pria dewasa saja. Para pemuda harus menjalani ritual kedewasaan dulu sebelum diizinkan ikut dalam kegiatan berburu.Ritual kedewasaan ini dimulai dengan kegiatan berburu. Para pemuda yang menjalani ritual dikirim berburu ke hutan untuk pertama kalinya. Sebelum itu mata mereka ditetesi racun yang konon bisa memperkuat daya penglihatan dan indera-indera lainnya. Setelah itu mereka harus dicambuk dan dipukuli untuk menguji ketahanan fisik. Tak berhenti sampai di situ, tubuh mereka disuntik dengan racun dari katak Phyllomedusa yang terkenal mematikan. Orang-orang Matis percaya racun katak tersebut dapat meningkatkan kekuatan dan kekebalan. Tetapi sebelum memperoleh kekebalan, si pemuda harus menanggung efek sampingnya terlebih dahulu, antara lain pusing luar biasa, mual, muntah, bahkan sampai pingsan.
Itulah 7 ritual menuju kedewasaan menyakitkan yang dipraktikkan dalam kebudayaan-kebudayaan di berbagai belahan dunia.
(mdk/tsr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mepandes merupakan ritual keagamaan yang harus dilaksanakan oleh semua umat Hindu di Bali yang khususnya bagi yang sudah menginjak usai remaja.
Baca SelengkapnyaPerempuan Mentawai yang memiliki gigi runcing akan dianggap memiliki nilai lebih.
Baca SelengkapnyaMeskipun terdengar menyakitkan, tradisi ini tetap dijunjung tinggi dan diwariskan secara turun-temurun.
Baca SelengkapnyaMeskipun adat dan ritualnya berbeda di setiap negara, tujuannya tetap satu: menjaga keselamatan ibu dan bayi, serta memastikan kelahirannya dengan lancar.
Baca SelengkapnyaTradisi khitanan ini unik, karena diiringi warga dengan keliling kampung sembari menabuh angklung.
Baca SelengkapnyaSejumlah metode pengobatan menyeramkan di masa lalu ternyata masih diterapkan di kedokteran masa kini.
Baca SelengkapnyaTradisi ini diharapkan dapat membantu anak untuk mengatasi kesulitan dalam hidupnya, terhindar dari rintangan, dapat mandiri dan tanggung jawab.
Baca SelengkapnyaPenyiksaan itu dilakukan ibu kandung sejak sang anak masih berusia 7 tahun.
Baca SelengkapnyaBanyak peneliti, termasuk arkeolog yang menemukan bukti bahwa perhiasaan seperti tindik telah dipakai oleh manusia sejak zaman dulu.
Baca SelengkapnyaKetiga pelaku kini ditahan di Rutan Mapolres Buleleng.
Baca SelengkapnyaJadi kebiasaan sehari-hari, sejak kapan orang Indonesia mulai sering cium tangan?
Baca SelengkapnyaAda makna luhur dari tradisi Mudun Lemah di Cirebon
Baca Selengkapnya