Setrika Payudara, Praktik Kekerasan terhadap Perempuan Afrika yang Jarang Disorot
Merdeka.com - "Hanya ada sedikit penelitian yang dilakukan atau perhatian diberikan pada penyetrikaan payudara, praktik berbahaya, terutama dilakukan pada anak perempuan dan perempuan di beberapa bagian Afrika selatan Sahara," jelas praktisi hak-hak asasi manusia, Frikjesus Amahazion, melansir dari laman National Center for Biotechnology Information (8/6/2021).
Amahazion mengungkapkan bahwa dari banyak kekerasan terhadap perempuan, kasus setrika payudara lebih sedikit mendapatkan perhatian. Hal itu berbeda dengan kasus pernikahan anak, mutilasi alat kelamin perempuan, dan lain-lain. Pembahasan itu diungkapnya melalui penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Global Health.
Praktik penyetrikaan payudara dilakukan untuk membuat dada anak perempuan di awal pubertas rata. Para ibu yang memiliki anak gadis di usia remaja menyetrika dada puteri mereka yang sedang tumbuh dengan batu, palu, spatula logam, atau kayu yang sudah dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan si anak dari 'perhatian yang tak diinginkan' para pria.
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Apa yang terjadi di gerbong khusus wanita? Namun sejalan dengan adanya KKW, muncul stigma di kalangan pengguna KRL terkait ganasnya gerbong khusus tersebut jika dibandingkan dengan gerbong umum yang lain. Hal ini karena sering terjadi insiden baik hanya sekedar adu mulut bahkan hingga saling jambak di antara penumpang perempuan.
-
Apa bentuk pelecehan yang dilakukan pelaku? Dia mengatakan korban sempat takut untuk mengaku hingga akhirnya pihak keluarga membawa korban ke fasilitas kesehatan untuk melakukan pengecekan.'Yang bersangkutan menyampaikan takut. Setelah itu keluarga korban mengecek ke rumah sakit dan ternyata betul korban hamil, dan diakui oleh korban bahwa ia mengalami kekerasan seksual oleh pamannya sendiri,' kata dia, seperti dilansir dari Antara.
-
Dimana praktik penumbalan ini terjadi? Penelitian ini dilakukan setelah evaluasi ulang sebuah kuburan tua yang ditemukan di Saint-Paul-Trois-Châteaux, Prancis selatan, lebih dari 20 tahun lalu.
-
Dimana kejadian pembacokan terjadi? Peristiwa itu terjadi saat penghitungan suara di TPS 027, RT 23, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II, Palembang, Rabu (14/1) malam.
-
Siapa pelaku pemerkosaan? 'Kejadian ini berawal dari kejadian longsor di daerah Padalarang Bandung Barat. Kebetulan keluarga korban ini rumahnya terdampak sehingga mereka mengungsi ke kerabatnya (AR) untuk sementara,' ucap Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, Selasa (3/9).
Frikjesus mengatakan, Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan mencantumkan penyetrikaan payudara sebagai salah satu dari 'lima cerita yang kurang dilaporkan terkait dengan kekerasan berbasis gender'. Masih marak terjadi, namun jarang menjadi sorotan.
Praktik Setrika Payudara yang Menyakitkan dan Berbahaya
©Guardian/Inna LazarevaPraktik setrika payudara umumnya melibatkan pukulan berulang, menekan, menyetrika, menggosok, atau memijat payudara dengan bantuan objek keras atau panas untuk menghentikan pertumbuhan payudara.
Praktik tersebut dapat mencakup penggunaan berbagai benda, seperti batu gerinda yang dipanaskan, wajan besi, sendok, palu, alu atau spatula kayu, sendok, sapu, atau setrika listrik. Benda lain yang sering pula digunakan antara lain buah hitam, tempurung kelapa, kulit pisang raja, dan daun atau tanaman tertentu yang dipercaya berkhasiat obat atau penyembuhan.
Setrika payudara juga dapat berupa membungkus atau mengikat perban dengan ketat. Selain itu, bisa menggunakan kompres elastis, kain, atau ikat pinggang di sekitar dada si perempuan.
Demi Menghindari Birahi Lelaki
Praktik setrika payudara diyakini akan menghindarkan perhatian pria dan pada akhirnya melindungi para perempuan muda dari pelecehan seksual, penyerangan, eksploitasi, dan pemerkosaan atau penyakit menular seksual.
Dada yang menonjol dianggap bisa menimbulkan birahi kaum lelaki. Jadi dengan dada yang rata para wanita akan terhindar dari pelecehan dan tampak lebih terhormat. Para ibu nekad menyetrika dada putri mereka sendiri karena mereka tak ingin putri mereka menarik perhatian kaum pria pada usia dini dan mengalami kehamilan di luar nikah.
Dilakukan oleh Keluarga Sendiri
Penyetrikaan payudara biasanya dilakukan oleh kerabat keluarga perempuan. Mereka adalah ibu, saudara perempuan, bibi, nenek, pengasuh, atau wali perempuan lainnya yang kemungkinan juga menjadi korban tradisi ini di masa muda. Umumnya, praktik ini dijaga sebagai rahasia antara anak perempuan dan ibu mereka atau wali lainnya.
Frikjesus mengatakan, kadang-kadang praktik tersebut dilakukan oleh bidan atau dukun yang dapat memberi mereka penghasilan tetap. Mereka yang dapat melakukan itu mendapatkan status sosial yang lebih tinggi.
Sampai saat ini, data dan studi empiris tentang penyetrikaan payudara sangat langka, sehingga prevalensi umum terkait perkara ini juga terbatas.
Tradisi yang Masih Subur di Sejumlah Negara Afrika
Frikjesus mengungkapkan sejumlah negara yang masih mempraktikkan penyetrikaan payudara, yaitu Burkina Faso, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Chad, Pantai Gading, Guinea-Bissau, Guinea-Conakry, Kenya, Nigeria, Togo, Afrika Selatan, dan Zimbabwe.
Ia menyebut, sebuah studi nasional pada 2005 yang dilakukan di Kamerun memperkirakan bahwa sekitar 25 persen anak perempuan dan perempuan telah menjalani prosedur tersebut. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menyetrika payudara berkorelasi dengan agama, suku, kekayaan, atau pendidikan formal.
Selanjutnya, Frikjesus berharap perhatian yang lebih besar terhadap penyetrikaan payudara sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi hak dan kepentingan anak perempuan dan perempuan dengan lebih baik. Ia menyarankan kesetaraan gender harus dipromosikan dan norma, nilai, keyakinan, dan sikap patriarki yang mengakar kuat yang mendasari menyetrika payudara harus ditentang dengan tegas.
Sumber: Liputan6.com/Merdeka.com
(mdk/tsr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengatakan, angka kekerasan seksual di masyarakat cukup tinggi berdasarkan hasil penelitian.
Baca SelengkapnyaPerempuan juga mengalami bentuk kekerasan non-kontak seperti pelecehan daring atau verbal.
Baca SelengkapnyaPeringatan ini menjadi bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
Baca SelengkapnyaSetidaknya tiga perempuan di Indonesia yang menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di setiap jamnya.
Baca SelengkapnyaKementerian PPPA mengungkap penyebab perempuan dan anak rentan menjadi korban perdagangan orang di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSebab, termasuk enggan terjerat sebagai pelaku di UU ITE dan UU Pornografi.
Baca SelengkapnyaPolitisi Rieke DIah Pitaloka bahas soal korban KDRT yang memutuskan kembali ke pasangannya.
Baca SelengkapnyaPara pemijat difabel netra berada dalam kondisi rentan, mulai dari pelecehan seksual sampai penipuan.
Baca SelengkapnyaBerikut penyebab KDRT yang sering menjadi pemicunya.
Baca SelengkapnyaTindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaIni mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca SelengkapnyaAktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.
Baca Selengkapnya